Menyoal Keefektifan Efisiensi Anggaran di Jabar
Ina Agustiani, S.Pd.
Terasjabar.co – Digaungkannya efisiensi anggaran seakan menjadi hal yang menakutkan, karena kedepan akan ada banyak hal yang berubah. Siapa yang disasar, apakah aku, keluargaku, atau menunggu giliran? Tentunya penulis berharap bukan rakyat kecil yang jadi korban, kemudian melihat kenyataan memang benar adanya kitalah objek utamanya, semoga sehat-sehat semua untuk jiwa dan raga, jika sakit panjang urusannya.
Mulai terasanya efisiensi anggaran untuk agen travel yang menurun 20 persen sejak efisiensi diumumkan, yang dilansir oleh Ketua DPD Asita (Assosiation of The Indonesian Tours And Travel Agencies) Jabar. Banyak event yang dibatalkan, terutama dibawah Dinas Pariwisata Kota Bandung yang awalnya 3 wilayah menjadi satu. Efek dominonya dari pemangkasan anggaran 50 persen, jika 1 orang anggota punya 10 karyawan, sekitar 8.000 orang akan terdampak. Maka menurut Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin mengatakan perlunya duduk bersama dari mencari solusi dari semua pihak terkait agar pariwisata tetap jalan, apalagi Whoosh jadi daya tarik warga Asia Tenggara.
Dampaknya efisiensi juga terasa di sektor perhotelan dan restoran, dimana Perhimpunan dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar menyatakan ada sekitar 40 ribu karyawan berpotensi dirumahkan. Dodi Ahmad Sofiandi selaku ketua PHRI berpendapatn bahwa instansi pemerintah tingkat provinsi banyak membatalkan pesanan kegiatan di hotel. Pihak hotel sepakat mengurangi karyawan 50 persen, sekitar 10 ribu orang. Dampaknya juga kepada UMKM yang memasukan barangnya ke hotel, jadi multi efek bukan hanya di hotel saja tapi kepada usaha-usaha yang kerja sama dengan hotel. Bahkan jumlah pesanan hotel yang dibatalkan lebih dari Rp 12,8 miliar. Banyaknya penyewaan aktivitas hotel 60 persen saat week day itu dari pemerintah saat rapat dan seminar, week end dan libur panjang dari orang per orangan.
Liberalisasi Jadi Faktor Utama
Banyaknya karyawan yang kena PHK atau dirumahkan karena pertumbuhan ekonomi menjadi sesuatu yang klise, masyarakat dengan realitas ekonomi membaik justru memburuk, bayangkan saja standar orang dianggap kaya adalah dapat memenuhi hidup 25 ribu perhari disebut berkecukupan menurut data. Itulah jika ekonomi dianggap baik bahkan meningkat dari standar tidak normal tersebut oleh negara, data yang memilukan. Watak pemimpin sekuler hanya menjalankan perannya sebagai regulator untuk memenuhi kepentingan pengusaha swasta dan oligarki.
Bila membuka lapangan pekerjaanpun, rakyat kita hanya dijadikan buruh dengan gaji rendah, tetap yang memegang jabatan adalah para asing dan aseng yang nilai investasinya tidak main-main. Lagi-lagi rakyat yang dikorbankan. Dan nyata saat ini, demi efisiensi anggaran rakyat jadi korban. Mengapa tak sampai ke telinga para pemangku kebijakan, bahwa yang membebani pajak dan APBN itu adalah kabinet gemuk dengan segala kemewahan fasilitasnya, itu yang jadi pemicu utamanya. Situasi makin sulit, #kaburajadulu jadi solusi pahit untuk anak negeri yang ingin memperbaiki masa depan. Bukan tidak ingin tinggal disini tapi kesulitan hidup terhadap tanggungan diri dan keluarga lebih menakutkan jika tak bisa dipenuhi.
Kapitalisme mengontrol lapangan pekerjaan dijalankan oleh industri yang dikontrol swasta yang jelas-jelas orientasinya adalah profit untuk keberlangsungan bisnis. Jika sewaktu-waktu kondisi ekonomi tidak menguntungkan, maka PHK langkah paling efektif menghindari rugi bisnis. Inilah problematik ketenagakerjaan yang tersistem sedmikian rupa yang diterapkan oleh negara kita saat ini. Dan pada akhirnya rakyat yang jadi korban.
Islam Menyelesaikan Masalah
Sistem Islam dengan mekanismenya menjamin pelaksanaan aspek administratif terhadap harta yang masuk ke negara dan cara penggunaannya, jadi mudah bagi negara untuk memelihara urusan warganya dan untuk mengemban dakwah guna melebarkan sayap penyebaran politik luar negeri dan akidah Islam. Aspek keuangan harus terikat dengan hukum syarak, karena fungsi penguasa harus sebagai pengurus (raa’in) dan pelindung (junnah) bagi rakyat.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari). Juga dalam hadis, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu junnah (perisai), (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pengarang kitab Al-Amwal fii Daulah, Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah merinci harta negara dalam Islam, dari sumber pendapatan, jenisnya, waktu pemberiannya, jenis harta yang dapat diambil dan pihak yang jadi sasarannya pengambilannya, cara perolehan, pos-pos, yang berhak menerima, serta pos yang berhak membelanjakannya.
Dalam kitab Al-Amwal fii Daulah juga memerinci harta, baik dari sumber pendapatannya, jenis-jenisnya, jenis harta yang dapat diambil dan pihak-pihak yang menjadi sasaran pengambilan harta tersebut, waktu-waktu pemberiannya, cara perolehannya, pos-pos yang mengatur dan memeliharanya, pihak-pihak yang berhak menerimanya, serta pos-pos yang berhak membelanjakannya.
Wewenang Khalifah dengan hukum syariat menjadi dasar dalam menyusun APBN dan mekanisme yang dijelaskan di paragraf sebelumnya. Tidak boleh dipungut satu dinar pun dan dibelanjakan kecuali dengan hukum syariat.
Di kitab yang lain karangan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah dalam An-Nizhamu Al-Iqtishadi fii Al-Islam (Sistem Ekonomi Islam) pengeluaran baitulmal ditetapkan beberapa komponen. Yaitu harta zakat hanya boleh diberikan untuk 8 ashnaf yang disebut dalam Al-Quran. Untuk orang yang menjalankan pelayanan bagi negara seperti pegawai negara, hakim, tentara, tenaga edukatif. Pembangunan sarana pelayanan masyarakat yang vital seperti jalan raya, masjid, rumah sakit dan sekolah. Pembangunan sarana pelayanan pelengkap, seperti pembangunan jalan alternatif saat jalan utama tersedia, rumah sakit pembantu saat sudah ada rumah sakit pusat. Hak pembelanjaan karena unsur keterpaksaan, seperti musim paceklik, angin topan, gempa bumi, wabah, ataupun serangan musuh.
Jika dana baitulmal tidak mencukupi, dan ada kebutuhan darurat, maka negara akan mengusahakan pinjaman tanpa riba dari warga negara yang kaya, kemudian pinjaman dibayar dari pajak. Dan pajak pun hanya sementara sampai kas negara penuh, pajak segera dihentikan.
Itulah definisi efisien dan tepat sasaran dan jauh dari kesalahan pengelolaan pendapatan dan pengeluaran berdasar hukum syariat. Jadi jika ada efisiensi anggaran, akan dilakukan di pemerintahan pusat, tidak melibatkan rakyat kebanyakan, selesai di atas tidak dirasakan ke bawah.
Sistem ekonomi Islam sangat menghindari berutang pada negara lain, karena akan memberi peluang bagi negeri kafir untuk menjajah negeri muslim, dan pasti dengan mekanisme ribawi yang dihindari. Pemimpin, pejabat, maupun pegawai pemerintahan dipilih yang amanah, akidah Islam sebagai pegangan, bervisi misi akhirat yang akan dipertanggungjawabkan di yaumul hisab. Wallahualam bissawab.
Leave a Reply