Efisiensi Anggaran, Efektifkah Mendukung Program Pemerintahan?
Oleh:
Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Terasjabar.co – Pada awal tahun ini telah diterbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025.
Tercantum di dalamnya, bahwa terdapat 16 pos pengeluaran yang dipangkas dengan total mencapai Rp. 306,6 triliun, efisiensi ini terdiri dari Rp. 256,1 triliun belanja Kementerian atau lembaga dan Rp. 50,5 triliun untuk transfer ke daerah (DAK), seperti dilansir kompas.com, Selasa (28/01/2025).
Demi membiayai program program populis pemerintah seperti MBG, negara harus mengatur ulang anggarannya karena pemasukan dari pajak tidak sesuai harapan. Pemangkasan ini jika tidak diperhitungkan secara matang bisa menghantarkan pada buruknya pengurusan layanan rakyat dan melemahkan fungsi dan kekuatan negara.
Juga bisa menyebabkan keterbatasan sumber daya yang akan berpengaruh terhadap kinerja para ASN. Belum lagi sektor vital seperti kesehatan dan pendidikan juga ikut terimbas. Padahal kedua sektor ini merupakan sektor investasi sumber daya manusia terbesar ke depan.
Alhasil kebijakan pemangkasan anggaran justru memunculkan masalah baru. Bahkan tak hanya itu, kebijakan ini juga semakin memperlebar pintu masuk dana-dana asing atau swasta dalam melayani kepentingan rakyat.
Sebenarnya negara bukan tidak punya potensi pemasukan, karena Indonesia kaya raya. Hanya saja politik anggarannya rusak akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang pro kepentingan pemilik modal.
Syekh Takiyuddin An-Nabhani dalam Kitab Nidzamul Islam bab kiyadah fikriyah menjelaskan ekonomi kapitalisme melegalkan kebebasan kepemilikan, akhirnya sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat malah dikuasai pemilik modal.
Keuntungan yang seharusnya bisa digunakan untuk membiayai kebutuhan rakyat justru masuk ke kantong pribadi korporat, jadinya negara tidak memiliki sumber anggaran negara yang kokoh.
Solusi Islam
Berbeda dengan negara yang dipimpin dengan sistem Islam yang selalu hadir sebagai pelayan rakyat (ra’in). Hal tersebut adalah kewajiban yang diberikan syari’at kepada negara. Rasulullah Saw. bersabda “Imam atau kepala negara adalah ra’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusannya,” (HR. al_Bukhari).
Negara akan mampu mengurus rakyat dan menjamin kesejahteraannya, karena hal itu sudah menjadi tanggung jawabnya. Islam memiliki sistem politik dan ekonomi yang khas untuk menjalankan peran negara sesuai dengan ketetapan Allah Swt.
Salah satu pilar sistem politik Islam adalah kedaulatan ada di tangan syari’at, seorang muslim baik penguasa atau rakyat, mereka dituntut untuk mengendalikan seluruh aktivitasnya sejalan dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah Swt.
Hal itu didasarkan pada QS. An-Nisa :59, “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri diantara kalian. Apabila kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Konsep sistem politik ini membuat negara tidak akan menerapkan hukum selain hukum Allah Swt. tidak akan mengatur ataupun membuat kebijakan untuk rakyat kecuali dengan hukum Allah Swt.
Sementara salah satu prinsip sistem ekonomi Islam adalah harta atau kepemilikan pada hakikatnya merupakan milik Allah Swt. sebagaimana firmannya dalam QS. An-Nur ayat 33, “Dan berikanlah kepada mereka harta dari Allah yang telah diberikan kepada kalian,”
Seperti sumber daya alam, dalam sistem ekonomi Islam, harta tersebut termasuk harta kepemilikan umum. Pengelolaannya diserahkan kepada negara secara mutlak dan hasilnya diberikan kepada rakyat, baik secara langsung dalam bentuk subsidi maupun secara tidak langsung dalam bentuk jaminan gratis layanan umum.
Penerapan sistem ini akan menjadikan negara memiliki kekuatan dan kemandirian dalam membiayai semua kebutuhan rakyat. Dalam Islam, pengelolaan anggaran berdasarkan aturan syarak, baik dari pendapatan maupun pengeluaran.
Islam menetapkan pendapatan negara dengan konsep Baitulmal, yang memiliki tiga pos pendapatan yaitu pos kepemilikan negara atau harta fa’i, kharaj, jizyah, usyur, ghanimah, pos kepemilikan umum atau hasil pengelolaan sumber daya alam dan pos zakat.
Masing-masing pos ini memiliki pengeluaran, semisal dari pos kepemilikan umum negara bisa mengalokasikan anggaran untuk membiayai pendidikan gratis, kesehatan gratis bahkan membiayai makan gratis, dari pos kepemilikan negara, bisa dialokasikan anggaran untuk membiayai riset, menjaga keamanan negara, membiayai militer, menggaji aparatur negara dan sejenisnya.
Melalui sumber-sumber penerimaan ini, negara mampu menjalankan fungsinya sebagai ra’in. Demikianlah sistem Islam dalam mengatur negara. Agar negara bisa mengurus rakyat dengan benar, maka diperlukan penerapan Islam secara kafah (menyeluruh) dalam segala bidang kehidupan.
Leave a Reply