Perda Tentang Kebudayaan di Jabar, Akankah Menggerus Identitas Keislaman?
Oleh:
Ummu Fahhala
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Terasjabar.co – Budaya akan membentuk identitas sebuah bangsa dan membedakannya dengan bangsa lain. Akankah peraturan daerah (Perda) tentang kebudayaan menjadi perekat sosial yang kuat atau justru menggerus identitas keagamaan, yakni Islam? yang merupakan agama yang dianut mayoritas penduduk di Jawa Barat.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat diminta oleh Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Buky Wibawa untuk memiliki peraturan daerah tentang kebudayaan. Menurutnya, kebudayaan di Jawa Barat bukan hanya menampilkan keragaman dan ciri khasnya belaka, kebudayaan tersebut juga kaya akan nilai-nilai luhur kebudayaan Jawa Barat, yang sangat penting untuk dipelajari. (internationalmedia.id, 19/10/ 2024)
Budaya adalah seperangkat nilai, adat istiadat, norma, kepercayaan, dan bentuk ekspresi lainnya yang secara turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi. Yang harus menjadi perhatian kita bersama adalah budaya seperti apa yang akan dijadikan peraturan daerah (Perda) di Jawa Barat?
Jawa Barat memiliki kekayaan budaya dan sangat beragam, dipengaruhi oleh sejarah, letak geografis, dan interaksi dengan berbagai budaya lain. Kebudayaan dalam kesenian tradisional, seperti wayang golek, tarian jaipong, musik gamelan, angklung, dan lain-lain. Kebudayaan bahasa dan sastra sunda. Kebudayaan adat istiadat, seperti upacara adat, rumah adat, kuliner atau makanan khas, pakaian adat, dan sebagainya.
Dari sini, perlu adanya kesamaan cara pandang atau standar hidup yang benar dalam menilai budaya yang akan digunakan sebagai peraturan daerah (Perda). Jika yang digunakan adalah kapitalisme, maka budaya dimanfaatkan untuk melanggengkan sistem tersebut.
Sistem kapitalisme, dengan akidahnya yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan (sekulerisme), membawa manusia pada pertentangannya dengan fitrah manusia, tolok ukur benar dan salah, terpuji dan tercela, menjadi tidak jelas karena didasarkan manfaat materi. Kebahagian pun dinilai dari kesenangan jasadiah semata.
Seperti kebudayaan dalam pakaian, bisa dijadikan sebagai pengarusan oleh sistem sekuler kapitalisme yang menjadikan kebaya misalnya, sebagai narasi dalam menonjolkan penampilan perempuan untuk mengekspos dirinya dalam berpakaian. Ini bisa menggeser identitas muslimah dalam mengenakan hijab yang selama ini sudah membudaya di kalangan masyarakat, sebagai simbol keta’atan dan identitas keislaman.
Cara Pandang Islam Terhadap Budaya
Islam menjadikan cara pandang atau standar hidup seseorang atau suatu bangsa berdasarkan akidah Islam. Tolok ukur benar dan salah, terpuji dan tercela, menjadi jelas dan ajeg, yakni didasarkan pada syariat Islam yang merupakan wahyu dari pencipta manusia. Kebahagian dinilai dengan mendapatkan ridha Allah Swt.
Islam membedakan antara tsaqafah dan madaniyah dalam hadharah. Tsaqafah merupakan sekumpulan pengetahuan yang mempengaruhi akal dan sikap seseorang terhadap benda maupun perbuatan, seperti masalah hukum, ekonomi, sejarah, dan lain sebagainya. Adapun madaniyah adalah segala bentuk materi yang terindra. Madaniyah bisa berhubungan dengan hadharah atau tidak berhubungan sama sekali.
Berdasarkan kitab Nizham Islam karya Syeikh Taqiyuddin An-nabhani, hadharah secara bahasa adalah al-hadhar (perkotaan), yang dimaksud adalah metode kehidupan (thariqat al-hayah). Adapun secara istilah adalah sekumpulan persepsi tentang kehidupan (majmu’ al-mafahim ‘an al-hayah). Sedangkan hadharah islamiah adalah sekumpulan persepsi atau pemahaman tentang kehidupan menurut sudut pandang Islam.
Tsaqafah merupakan pemikiran-pemikiran yang dipengaruhi suatu sudut pandang tentang kehidupan, yang akan berkembang menjadi sebuah pemahaman (mafahim) untuk terciptanya sebuah peradaban. Sehingga tsaqafah tidak terpisahkan dari hadharah,
Adapun madaniyah adalah segala bentuk materi yang terindra. Madaniyah, adakalanya berhubungan dengan hadharah, seperti bentuk rumah dengan memasang pagar di sekelilingnya. Sebab, seorang muslim akan mendirikan rumahnya dengan bentuk yang dapat menjaga aurat penghuninya.
Sedangkan madaniyah yang bersifat universal, dalam pengambilannya tidak perlu memperhatikan sesuatu apa pun dan sama sekali tidak berhubungan dengan hadharah. Contohnya : alat-alat laboratorium, perkakas, furniture, dan sebagainya.
Hanya dengan sudut pandang Islam, maka sikap kita akan jelas dalam memilih kebudayaan yang layak dijadikan sebagai peraturan daerah (Perda). Jika kebudayaan tersebut berhubungan dengan hadharah yang bertentangan dengan Islam, maka harus ditolak karena bisa menggerus identitas keislaman. Tapi jika kebudayaan tersebut berhubungan dengan madaniyah yang bersifat universal dan tidak bertentangan dengan Islam, maka boleh digunakan.
Leave a Reply