Gen-Z Nganggur, Islam Memberi Solusi Terukur
Terasjabar.co – Sungguh menyedihkan, mayoritas penganggur di Jawa Barat adalah generasi muda. Berdasarkan data yang dirilis BPS (Badan Pusat Statistik) mengenai kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat (Jabar). Jumlah pengangguran dari kelompok anak muda yang didominasi Gen Z tercatat mencapai jutaan orang, yakni sekitar 1.169.192 pada 2023, dan itu belum termasuk hitungan 258.100 orang dari kelompok umur 25-29 tahun.
Tidak menutup kemungkinan angka pengangguran tersebut terus bertambah hingga saat ini. Tidak hanya di Jabar tapi juga di Indonesia. Secara Nasional, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat 10 juta pengangguran dari Gen-Z yang berumur 15 tahun ke atas sebagai usia angkatan kerja. Mereka tidak bekerja bahkan tidak mengenyam pendidikan.
Berbahaya bagi Perekonomian
Tingginya pengangguran akan membahayakan perekonomian, bahkan bisa menjadi bom waktu terkait demografi di masa depan. Seharusnya para pemuda masih produktif sehingga menjadi harapan tanggungan bagi kalangan tua yang sudah tidak produktif. Namun faktanya, para pemuda banyak menganggur yang justru menjadi beban bagi perekonomian.
Persoalan pengangguran berkaitan dengan persoalan makro yang melingkupi negara ini. Bukan sebatas persoalan mikro, seperti kemampuan individu pencari kerja. Tingginya angka pengangguran usia muda tidak lepas dari sempit dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia.
Alhasil, kata kunci dalam persoalan ini adalah tersedianya lapangan pekerjaan. Pemerintah dalam sistem kapitalisme hanya berposisi sebagai “makelar” yang menghubungkan antara penyedia SDM, yaitu dunia pendidikan, dengan penyedia lapangan kerja, yaitu industri. Sedangkan pemerintah seolah-olah berlepas tangan dari penyediaan lapangan kerja, sedangkan dunia industri punya agenda tersendiri yang lepas dari agenda dunia pendidikan. Dengan demikian, selamanya kedua pihak ini tidak akan bisa seiring sejalan.
Solusi Islam
Pemerintah dalam sistem kapitalisme berbeda dengan sistem Islam. Islam menjadikan pemerintah berposisi sebagai pengurus (raa’in), bertanggung jawab menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi rakyatnya.
Rasulullah saw. Bersabda dalam HR Bukhari, bahwa “Ketahuilah setiap kalian merupakan pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyatnya, dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.”
Sistem Islam akan melakukan industrialisasi di dalam negeri dengan mendirikan industri alat-alat. Sebagaimana yang dinyatakan Syekh Abdurrahman al-Maliki di dalam kitab As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla, “Untuk menjadi negara industri, ditempuh satu jalan saja, yaitu menciptakan industri alat-alat sebagai penghasil mesin terbit dahulu. Dengan adanya industri alat-alat ini, maka akan tumbuh industri-industri yang lain.”
Hasilnya, pemerintah dalam sistem Islam pada masa lalu memiliki industri dengan spektrum yang sangat luas. Hal ini diakui oleh Donald R. Hill di dalam bukunya, Islamic Technology: an Illustrated History (Unesco & The Press Syndicate of the University of Cambridge, 1986), telah membuat daftar, catatan yang panjang terkait industri yang pernah ada sepanjang sejarah Islam, yaitu industri pangan, bahan bangunan, mesin, persenjataan, perkapalan, kertas, kimia, tekstil, kulit, hingga pertambangan dan metalurgi.
Dengan begitu luasnya spektrum industri dalam sistem Islam, menjadikan lapangan kerja yang disediakan negara demikian luas. Berapa pun lulusan dari dunia pendidikan, akan terserap dalam industri di dalam negeri. Alhasil, tidak akan ada pengangguran, kecuali orang-orang yang fisiknya lemah atau cacat, sehingga ia wajib dinafkahi oleh kerabatnya atau negara secara langsung.
Industrialisasi ini diawali melalui proses pengembalian harta milik umum seperti pertambangan, sumber daya alam, atau kekayaan umum lainnya yang selama ini dikuasai swasta kapitalis, menjadi milik rakyat dengan negara yang berperan sebagai pengelolanya. Dengan demikian, seluruh rakyat dapat merasakan hasilnya dan bisa turut berperan dalam proses industrinya.
Desain Kurikulum Pendidikan
Meski merekrut para lulusan dari sekolah dan kampus ke dalam dunia industri. Sistem Islam tidak mendesain kurikulumnya untuk mencetak tenaga terampil yang siap kerja semata sebagaimana sistem kapitalisme hari ini. Sistem Islam tidak mendidik generasi muda untuk menjadi pekerja industri, meski faktanya secara kompetensi mereka mampu memenuhi kebutuhan industri.
Islam menjadikan asas pendidikannya adalah akidah Islam dan tujuan pendidikannya untuk mencetak individu berkepribadian Islam sekaligus menguasai iptek. Kurikulum dibuat untuk menjadikan para lulusannya menjadi fakih fiddin atau paham dalam urusan agama, sekaligus juga pakar dalam iptek. Oleh karena itu, pada jurusan yang dibutuhkan oleh industri, para pemuda lulusan sekolah dalam sistem Islam adalah orang-orang yang kompeten dan bahkan pakar di bidangnya.
Dampaknya, industri pada masa peradaban Islam tidak hanya akan memproduksi barang konsumtif semata, tetapi menghasilkan banyak penemuan teknologi berupa alat-alat untuk memaksimalkan hasil industri. Hal ini terjadi sebagaimana masa kejayaan dan kemajuan Islam dahulu , sebelum maraknya industri, sistem Islam telah melakukan revolusi pertanian dengan penemuan berbagai alat dan teknik hingga hasil pertanian pun melesat.
Semua ini menghasilkan kesejahteraan secara merata bagi seluruh rakyat di berbagai pelosok negeri, termasuk para pemuda yang tidak bingung lagi harus kerja apa. Ini karena mereka memiliki kompetensi melalui penerapan kurikulum pendidikan Islam dan dukungan negara yang menyediakan lapangan kerja secara luas. Sebuah capaian yang sangat luar biasa dan tentunya akan kita dambakan.
Leave a Reply