Proses Peradilan Berbasis Online Mulai Diterapkan di Indonesia
Terasjabar.co – Proses peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan telah diatur dalam Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang nomor 48 tahun 2009. Dalam upaya untuk mencapai peradilan yang berdasarkan peraturan tersebut, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 3 tahun 2018 yang mengatur tentang administrasi perkara, mulai dari pendaftaran perkara hingga persidangan.
Berdasarkan Perma tersebut, Mahkamah Agung ingin terus mengupayakan penanganan suatu proses peradilan di Indonesia menuju peradilan yang maju dan modern. Salah satunya dengan memanfaatkan perkembangan tekologi. Nantinya proses peradilan suatu perkara akan dilakukan berbasis online.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Arwan Byrin.
“Sesuai dengan visi Mahkamah Agung, untuk mewujudkan peradilan Indonesia yang agung, salahsatu cara adalah harus menuju peradilan yang modern. Basis peradilan modern adalah berbasiskan teknologi informasi. Oleh karena itu Mahkamah Agung berdasarkan Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 menyebutkan peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan,” katanya di acara Sosialisasi E-Court yang diadalakan oleh Pengadilan Tinggi Bandung bekerjasama dengan Asosiasi Advokat Indonesia) DPC Bandung, di The Papandayan, Jalan Gatot Subroto, Rabu (12/12/2018).
Untuk menjalankan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, Arwan menyebutkan bahwa diperlukan adanya pembaruan dalam segala bentuk proses peradilan. Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, Arwan yakin bahwa proses peradilan di Indonesia bisa menjadi peradilan yang maju.
“Ini merupakan tekad Mahkamah Agung untuk mewujudkan pelayanan yang terbaik, dan merupaakan awal dari pembaruan tata kelola pelayanan peradilan di Indonesia. Diharapkan bisa mewujudkan peradilan yang bersih, akuntabel, berkinerja tinggi, efektif, efisien serta berkualitas,” ujarnya.
Lebih lanjut, perkembangan teknologi yang kian pesat harus dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Salahsatunya dengan memanfaatkan segala bentuk kegiatan hukum yang berhubungan dengan proses peradilan, seperti registrasi dan sertifikasi advokat, bahkan hingga penanganan kasus hukum dan perkara yang biasa dilakukan dengan sidang nantinya akan berbasis online.
“Pelayanan selama ini kalau advokat yang akan mendaftarkan perkara harus langsung ke pengadilan, tapi dengan sistim yang baru ini advokat dari Jayapura ingin mendaftarkan sidang di Jayapura untuk tujuan sidang di Bandung bisa lebih efektif dan memangkas jarak, biaya dan waktu yang cukup menguras,” tuturnya.
Mengenai peraturan Mahkamah Agung nomor 3 tahun 2018, pendaftaran perkara yang berbasis elektronik telah mulai berjalan di Pengadilan Negeri Jawa Barat. Hingga saat ini sudah terdapat 80 pendaftaran perkara yang berbasis online, hal tersebut menjadi langkah baik dalm mendukung upaya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
“Sebagai catatan, untuk wilayah Jawa Barat sampai dengan hari ini Pengadilan Negeri telah menerima kurang lebih 80 pendaftaran perkara secara elektronik. Untuk Pengadilan Negeri Bandung sekitar 27 hingga 28 pendaftaran perkara. Ini sudah mulai berjalan, hampir semua Pengadilan Negeri di Jawa Barat sudah melaksanakan. Saya bisa katakan untuk Pengadilan Negeri di wilayah Jawa Barat sudah 100% melaksanakan Perma no 3 tahun 2018,” ujarnya.
Terkait teknis pelaksanaan program peradilan yang berbasis online tersebut, nantinya tidak akan semua proses sidang dilakukan secara online. Sebab, proses sidang bisa dilakukan secara online jika terelebih dahulu menjalin kesepakatan dengan orang-orang yang terlibat dalam proses sidang, seperti mengajukan kesepakatan kepada tergugat. Jika pihak tergugat tidak ingin melakukan proses sidang secara online, maka sidang bisa dilakukan dengan cara biasa.
Ketua AAI DPC Bandung,Wenda S Aluwi mengatakan bahwa sosialisasi tentang proses peradilan yang berbasiskan teknologi informasi sangat diperlukan. Pasalnya menurut dia, masih banyak para advokat yang belum mengetahui secara detail bagaimana program tersebut akan berjalan nantinya.
“E-Court atau Electronic Justice System menjadi satu pintu efisiensi dan pintu gerbang menuju sistem peradilan yang murah dan cepat. Advokat sebagai user tentu saja sosialisasi E-Court ini menjadi satu kebutuhan yang esensial bagi kami para advokat. Sehingga wajib bagi kami untuk mendapatkan pemahaman dan keterampilan yang utuh sehingga kami dapat memberikan bantuan hukum kepada para pencari keadilan secara paripurna,” katanya.
Dengan adanya acara sosialisasi E-Court tersebut, Wenda mengharapkan nantinya AAI sebagai salahsatu organisasi bagi para advokat bisa menjadi perpanjangan tangan dari Mahkamah Agung untuk membantu melakukan sosialisai Electronic Justice System atau E-Court kepada masyarakat Indonesia.
Leave a Reply