Narasi Stimulus dan Bantalan Pajak, Mampukah Meringankan Beban Rakyat?
Oleh:
Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Meskipun PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah, namun fakta di lapangan harga-harga barang lain ikut naik. Ini akibat ketidakjelasan kebijakan akan barang yang akan terkena PPN 12% sehingga penjual memasukan PPN 12% pada semua jenis barang. Ketika harga sudah naik, tidak bisa dikoreksi meski aturan menyebutkan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja.
Berbagai paket kebijakan stimulus dan bantalan yang diklaim dapat meringankan beban hidup rakyat, antara lain pemberian fasilitas pembebasan PPN untuk barang dan jasa yang strategis, seperti bahan makanan pokok, pendidikan, sektor transportasi, kesehatan, pemakaian air, asuransi dan jasa keuangan, seperti dilansir tempo.co, 20 Desember 2024. Semua itu hanya bersifat temporer yang sama sekali tidak menghilangkan beban rakyat.
Padahal sudah maklum diketahui kenaikan pajak pasti akan membuat ekonomi rakyat tertekan. Sistem kapitalisme dengan kebijakan pajaknya telah nyata membuat masyarakat hidup dalam kesengsaraan dan jauh dari kata sejahtera. Realitas kehidupan seperti ini mencerminkan hilangnya fungsi negara sebagai ra’in (pengurus rakyat).
Solusi Islam
Profil penguasa dalam Islam akan mampu mengemban amanah sebagai ra’in (pengurus rakyat) seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. “Imam adalah ra’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” hadis riwayat Al-Bukhari. Sehingga kepemimpinan seperti ini akan membawa rahmat dan kebaikan untuk rakyatnya.
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Syakhshiyyah Islamiyyah jilid dua pada bab tanggung jawab umum, menjelaskan bahwa tanggung jawab seorang pemimpin terhadap dirinya sendiri dan rakyat agar menjadi sosok pemimpin yang saleh, tanggung jawab penguasa yang berkaitan dengan hal-hal yang wajib dipenuhi dalam dirinya ialah dia harus memiliki kekuatan, ketakwaan, kelemahlembutan terhadap rakyat dan tidak menimbulkan antipasti.
Maksud dari kekuatan yang harus dimiliki penguasa adalah kekuatan kepribadian Islam (syakhshiyyah islamiyyah), yakni akliyyah (pola pikir) dan nafsiyyah (pola sikap) yang dipengaruhi oleh Islam. Kekuatan ini akan melahirkan seorang pemimpin yang memiliki kekuatan akal yang mumpuni, juga sikap kejiwaan yang tinggi yaitu sabar, tidak emosional ataupun tergesa-gesa dalam membuat kebijakan.
Dengan demikian, kebijakan yang dibuat akan fokus pada kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. Sikap yang juga harus dimiliki seorang penguasa adalah ketakwaan, kekuatan, kepribadian Islam yang dibalut dengan ketakwaan membuat pemimpin selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Penguasa seperti ini cenderung untuk taat pada aturan Allah Swt.
Semisal terkait dharibah (pajak), pemimpin dalam Islam akan mengikuti aturan Islam. Pemimpin hanya diperbolehkan memungut dharibah pada kondisi tertentu yang sifatnya temporer sebagaimana yang ditentukan syari’at. Kesadaran seorang pemimpin dalam melayani rakyat atas dasar dorongan keimanan, membuat penguasa akan bersikap lembut terhadap rakyatnya, dia tidak akan bersikap antipati pada rakyat dan tidak membuat rakyat menderita.
Syariat Islam mewajibkan penerapan aturan Islam secara menyeluruh (kafah) dalam segala aspek kehidupan. Sehingga membentuk sosok kepemimpin yang akan dicintai rakyat dan dia pun mencintai rakyatnya.
Leave a Reply