Rumah Layak Huni, Tanggung Jawab Siapa?

Oleh : Ummu Fahhala, S.Pd.

(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

Terasjabar.co – Sungguh memprihatinkan, terdapat 46 jiwa atau 18 kepala keluarga (KK) tinggal di sebuah rumah, lokasinya di gang sempit wilayah Kelurahan Citereup, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi. Berita tersebut menjadi viral di media sosial. (jabar.inews.id, 11/07/2024).

Ini adalah fakta yang menunjukkan bahwa sistem kapitalisme sekuler telah gagal memanusiakan manusia. Sistem ini menjadikan kemiskinan struktural, sehingga rakyat tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok berupa pemenuhan papan/rumah yang layak huni, sehingga terpaksa harus berdesak-desakan tinggal dalam satu atap yang sempit dengan jumlah puluhan jiwa, akibatnya aurat penghuni, ruang ibadah dan ruang privat pun tidak terjaga. Dimana peran negara dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya?

Sistem kapitalisme sekuler menjadikan fungsi negara hanya sebatas regulator, akibatnya tata kelola perumahan publik diserahkan pada pihak operator, seperti badan usaha, bank-bank maupun pengembang perumahan. Negara pun terbatas dari aspek pendanaan maupun kepemilikan lahan.

Terlebih lagi, adanya liberalisasi kepemilikan umum yang menyebabkan harga bahan-bahan bangunan menjadi mahal dan tidak terjangkau lagi oleh rakyat miskin. Apalagi adanya otonomi daerah, telah memberi kontribusi terhadap kesulitan prosedur dalam pembangunan perumahan.

Jika tata kelola perumahan diserahkan kepada operator, maka fokusnya adalah bisnis, yakni mendapatkan untung sebesar-besarnya, bukan dalam rangka membantu rakyat miskin. Sehingga harga rumah akan semakin mahal dan akibatnya memberatkan rakyat miskin.

Pandangan Islam

Sistem Islam menjadikan imam sebagai pe-ri’ayah (pengatur) urusan rakyat dengan landasan hukum syarak. Penguasa tidak dibolehkan menyimpang dari hukum syarak karena alasan kemaslahatan tertentu, seperti memungut harta dari rakyat secara terus menerus dengan alasan untuk gotong royong dalam kesehatan.

Penguasa juga tidak boleh mewajibkan sesuatu yang mubah, seperti mewajibkan menabung dan akan dikenai sanksi jika tidak mau menabung. Diantaranya menabung untuk pengadaan perumahan.

Juga tidak boleh menghalalkan sesuatu yang jelas-jelas diharamkan Allah Swt. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Imam Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda, bahwa Imam merupakan pelayan (raa’in) dan ia bertanggungjawab pada urusan rakyatnya.

Oleh karena itu, penguasa sebagai representasi negara dalam sistem Islam, akan berupaya secara optimal dalam mengatur urusan rakyatnya dan bertanggung jawab langsung serta sepenuhnya dalam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar berupa papan/rumah yang layak huni bagi rakyat miskin yang ekonominya sulit.

Segala pembiayaan diambil dari Baitulmal, yang memiliki sumber-sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluaran berdasarkan ketentuan syariat. Rakyat miskin dimudahkan membangun rumah pada tanah milik negara dengan cara diberikan secara cuma-cuma. Hal ini dibenarkan selama bertujuan untuk mencapai kemaslahatan rakyat.

Bagi rakyat miskin yang telah memiliki rumah, tetapi tidak layak huni dan mengharuskan direnovasi, maka negara harus memberikan bantuan langsung dan segera, tanpa melibatkan operator melalui bank-bank penyalur maupun pengembang serta tanpa ada syarat apapun sehingga bisa langsung dirasakan hasilnya.

Ketersediaan perumahan yang layak huni bagi rakyat miskin dapat akan terjamin oleh negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kafah), sehingga seluruh rakyat dapat merasakan kesejahteraan secara nyata.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

twenty + 12 =