Sikap Pemimpin Islam di Tengah Bencana

Terasjabar.co – Derita rakyat Cianjur masih terasa, namun pemimpin negara malah menggelar acara. Kegiatan tersebut berlangsung pada tanggal 26 November 2022, Sabtu kemarin. Diadakan di Gelora Bung Karno dengan tajuk Gerakan Nusantara Bersatu, kegiatan ini digelar oleh gabungan relawan Jokowi.

Dalam acara tersebut Sang Presiden memaparkan berbagai pencapaian yang berhasil ia lakukan selama duduk di kursi jabatannya. Presiden Joko Widodo juga menyampaikan hal-hal yang dianggap penting untuk dicermati relawan mengenai kriteria calon Presiden 2024 nanti.

Respon Masyarakat

Acara tersebut dihadiri oleh 150.000 orang dari berbagai kota. Namun ada beberapa peserta yang mengaku kecewa karena ternyata tak sesuai dengan informasi sebelumnya. Seperti peserta asal Tegal, Jawa Tengah sebelumnya diberitahu akan ada acara sholawat qubra dan berangkat bersama kelompok pengajian ba’da isya lalu sampai di lokasi pada pukul 3.30 WIB. Namun ternyata tak ada acara sholawat sama sekali.

Kekecewaan yang sama diungkapkan oleh peserta asal Garut yang berangkat pukul 24.00 WIB dan sampai pada pukul 05.00 WIB. Peserta asal Garut ini berangkat bersama rombongannya dan mereka mengira akan ada Habib Luthfi bin Yahya, Kyai Nahdatul Ulama. Namun panitia acara membantah bohongi peserta acara dengan topeng pengajian dan istighosah.

Acara relawan tersebut menuai berbagai komentar netizen, mulai dari undangan tak sesuai fakta. Banyak pula menyayangkan dana yang ditaksir menghabiskan Rp. 100 Miliar, alangkah baiknya dana tersebut digunakan untuk korban gempa Cianjur. Di mana korban meninggalnya mencapai 327 orang dan 108.720 warga masih mengungsi per 30 November 2022.

Dimanakah Hati Nurani?

Di tengah Cianjur yang masih membutuhkan uluran tangan, acara besar-besaran dilangsungkan, tidakkah ada simpati untuk para korban? Dimanakah hati nurani? Pertemuan dengan relawan di tengah suasana politik menjelang pemilu 2024, rawan sekali dengan kepentingan pribadi terkait jabatan.

Inilah watak dari sistem demokrasi yang diterapkan hari ini. Kepentingan pribadi lah latar belakang dari perbuatannya. Bukan semata-mata ingin mengurusi urusan masyarakat. Hal ini berbeda dengan sikap pemimpin Islam saat bencana terjadi, ia benar-benar memikirkan masalah umat hingga tak mempedulikan kondisi dirinya sendiri.

Sikap Pemimpin Islam

Ketika masa Kekhalifahan Sayyidina Umar bin Khattab ra. pada akhir tahun ke-18H, pernah terjadi kekeringan yang melanda negeri Hijaz. Kekeringan tersebut menyebabkan krisis pangan karena hujan tak kunjung datang. Masyarakat pedesaan banyak yang sudah tak memiliki bahan makanan sedikitpun, lalu mereka melaporkan keadaannya pada Sang Khalifah.

Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan segera membagikan bahan makanan juga uang dari baitul mal, sehingga gudang baitul mal kosong total. Sayyidina Umar pun memerintahkan masyarakat untuk hidup hemat di masa paceklik itu. Selain itu ia pun melaksanakan shalat istisqa sebagai bentuk kepedulian terhadap rakyatnya.

Dan Sayyidina Umar sendiri hanya mencukupkan roti dan minyak sebagai makanannya, beliau rela kelaparan selama masa paceklik berlangsung yaitu sembilan bulan. Bahkan diriwayatkan bahwa tubuhnya menjadi sangat kurus dengan kulit yang menghitam, dikhawatirkan beliau akan jatuh sakit dan lemah.

Begitulah potret penguasa muslim dalam sistem Islam, selain ia mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi masalah umatnya, ia pun mencontohkan sendiri sikap yanng harus diambil ketika dalam kondisi seperti itu. Sang pemimpin dengan serius mengurusi urusan rakyatnya, mengerahkan seluruh jiwa dan raganya karena ia paham bahwa apa yang ia lakukan akan dimintai pertanggungjawaban diakhirat kelak.

Wallahua’lam bishshawab

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

two × 4 =