Penguatan Micropreneur Inklusif Perdesaan

Oleh:
Sadikun Citra Rusmana
(Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan)

Terasjabar.co – Ekonomi inklusif memberikan kesempatan kepada semua elemen masyarakat atau bangsa untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi. Institusi ekonomi inklusif dibangun melalui pelibatan masyarakat sebagai kreator dan pemerintah sebagai dinamisator.

Institusi ekonomi model ini membuka jalan bagi  berfungsinya dua mesin kemakmuran yang lain yaitu teknologi dan pendidikan. Institusi-institusi ekonomi inklusif yang tumbuh di negara demokratis seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat memungkinkan warga negara berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekonomi yang memaksimalkan talenta dan keterampilan. Setiap warga negara berusaha secara bebas di jalur karir masing-masing, baik melalui usaha mandiri dalam usaha mikro maupun yang diinisiasi oleh pemerintah di perdesaan, seperti Badan Usaha Milik Desa (BumDes).

Usaha mikro berbentuk micropreneur merupakan bentuk usaha yang bertahan dalam ukuran kecil yang konsisten, tapi memiliki prospek positif secara ekonomi. Entitas ini yang dibentuk melalui kebijakan publik menjamin kepemilikan aset atau properti oleh perorangan atau swasta, yang ditunjang oleh pelayanan publik. Manfaat mengoperasikan bisnis dalam bentuk micropreneur di antaranya lebih terkendali, nilai investasi rendah, biaya overheadnya rendah, dan bisa dijadikan investasi masa depan di perdesaan.

Persaingan yang adil bagi semua pihak untuk berniaga dan bermitra, membuka kesempatan bagi para micropreneur untuk bersaing, dan memberi peluang terciptanya manusia yang berjiwa wirausaha. Mereka menyadari pentingnya perlindungan hukum negara bagi keamanan hak kekayaan intelektual dan properti dari produk yang dikelolanya.

Pembangunan ekonomi yang inklusif mensyaratkan adanya tiga komponen penting  yaitu (1) menjamin hak politik, sosial, dan kewarganegaraan, (2) semua warganegara memiliki akses yang sama ke semua program kesejahteraan, dan (3) semua populasi mendapatkan peluang yang sama terhadap akses ke pelayanan-pelayanan publik, seperti pendidikan, perlindungan jaminan kesehatan dan perumahan. Kebijakan ekonomi yang inklusif seperti itu menjadi ciri masyarakat modernis dan demokratis. Di Indonesia usaha skala mikro ini banyak tersebar baik di perkotaan maupun di perdesaan. Khususnya di perdesaan usaha ini perlu bergerak secara terintegrasi dengan BumDes. Operasi usaha yang terintegrasi memungkinkan keduanya dapat menjalankan usahanya dengan meminimumkan persaingan.

Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan pemerintahan kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki kekuatan budaya tata kelola yang baik (good governance) dan tradisi berorientasi reformasi dalam upaya membangun pendekatan baru. Meskipun demikian masih terdapat berbagai kelemahan. Kelemahan dalam konteks personalia birokrasi misalnya menunjukan adanya keterlibatan pejabat politik di perdesaan yang mengatur operasi bisnis BumDes. Beberapa kelemahan lain yang muncul diantaranya para inovator pembangunan dalam struktur organisasi pemerintahan seringkali gagal merubah birokrasi secara permanen dan kesulitan mengoperasikan inovasi yang berkelanjutan untuk memajukan ekonomi masyarakat perdesaan. Jumlah BumDes di Jawa Barat sebanyak 4980 tapi hanya sekira 7 persen yang omzetnya di atas Rp 200 juta per tahun. Oleh sebab itu perlu ada saling penguatan melalui integrasi usaha dengan micropreneur di perdesaan.

Sebagai upaya untuk memperbaikinya dibutuhkan perhatian  terhadap tiga hal mendasar  dari tindakan inovasi individual dalam transformasi birokrasi sebagai mesin pemerintahan. Kebijakan pemerintahan di perdesaan perlu menemukan dan menugaskan orang yang tepat yang dibutuhkan untuk melakukan transformasi. Selain itu mampu mengidentifikasi dan menyatukan  sistem struktural yang mendukung proses transformasi. Selanjutnya, melakukan tindakan restoring faith in government dengan memperbaiki keterlibatan publik dan memperkuat kolaborasi eksekutif pemerintah dengan pemimpin politik dan masyarakat sipil, terutama para micropreneur. Komunitas micropreneur sesungguhnya memiliki asset intelektual untuk membangun ekonomi masyarakat perdesaan melalui kegiatan bisnis skala lokal.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

two × four =