Melalui Dongeng, Orang Tua Teredukasi, Hak Anak untuk Sehat dan Bermain dengan Gembira Terpenuhi

Terasjabar.co – Pemenuhan nutrisi dan kebutuhan bermain adalah dua dari sepuluh hak anak yang perlu diperhatikan di saat pandemi. Hal itu mengemuka dalam talkshow perayaan Hari Anak Nasional 2021 yang diselenggarakan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Jumat, 30 Juli kemarin. Hadir juga psikolog anak Seto Mulyadi dan Anggota DPR Komisi IX Arzeti Bilbina.

“Pada masa seperti saat ini, yang utama harus diperhatikan ibu adalah memfasilitasi anak-anak dengan makanan dan bagaimana agar terhindar dari makanan minuman yang tidak tepat. Seperti misalnya susu kental manis, ini bukan dikonsumsi sebagai minuman susu tapi gunakan buat topping roti dan kue-kue,” jelas Arzeti.

Membiasakan keluarga mengkonsumsi makanan bergizi memang bukan hal yang mudah. Tapi banyak cara bisa dilakukan. Salah satunya adalah melalui dongeng dan cerita-cerita yang menarik bagi anak. “Mendongenglah karena dapat merangsang perkembangan anak, menjalani komunikasi antara orang tua dan anak, merangsang perkembangan bahasa, penanaman nilai-nilai baik,” jelas Seto.

Psikolog yang akrab disapa Kak Seto ini menjelaskan bahwa dongeng bukan hanya media bermain dan belajar untuk anak, namun juga bagi orang tua. “Sebab, pada saat mendongeng, anak akan mengajukan pertanyaan dan orang tua harus bisa menjawab pertanyaan itu. Menurut dia, mendongeng merupakan bagian dari pendidikan bersama antara anak dan orang tua, yang saling mencerahkan. Dalam mendongeng pun bisa masuk pesan-pesan kesehatan, misalnya penerapan protokol kesehatan saat pandemi covid-19, hingga mengenai bahaya kental manis yang tidak cocok untuk bayi,”

Sebagaimana diketahui, Konvensi Hak-hak Anak (KHA) atau lebih dikenal sebagai UN-CRC (United Nations Convention on the Rights of the Child) yang disahkan PBB pada 1989 telah mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak anak. Hak anak berarti hak asasi manusia untuk anak yang menjamin hak anak pada bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya yang disahkan pada tahun 1989 oleh PBB. Indonesia meratifikasi KHA pada 1990. 12 tahun setelahnya, Indonesia mengadopsi konvensi ini ke dalam UU no 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian direvisi pada tahun 2014 pada UU no.35/2014.

Terdapat 10 hak anak menurut Konvensi Hak anak PBB Tahun 1989, dua diantaranya adalah hak untuk bermain dan hak untuk mendapatkan akses kesehatan. Kedua aspek ini adalah hal mendasar namun seringkali tidak dapat dinikmati oleh anak-anak, terutama balita dan usia dini. Hal ini terlihat dari profil kesehatan anak yang dirilis KemenPPA pada 2019, dimana salah satu indikator kesehatan anak dilihat dari status gizi anak. Menurut Riskesdas 2018, sebanyak 30,8 persen anak balita mengalami stunting. Mereka terdiri dari balita yang sangat pendek dan balita pendek, masing-masing sebesar 11,5 persen dan 19,3 persen.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengingatkan di masa pandemi seperti sekarang ini, pemenuhan kedua hak anak di atas jelas sangat terdampak. Pada keluarga dengan ekonomi lemah, perlu diperhatikan bagaimana agar anak tetap mendapat asupan makanan bergizi di tengah ancaman penurunan pendapatan orang tua. Sebab, pemenuhan gizi anak di usia dini adalah awal dari kesehatan anak-anak, baik secara fisik maupun kemampuan kognitif anak.

Oleh karena itu, yang utama perlu diperhatikan orang tua adalah bagaimana anak mengkonsumsi makanan dan minuman sesuai dengan kebutuhan gizinya, serta menghindari makanan dan minuman yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan pada anak. Misalnya, kesalahan konsumsi susu pada anak-anak yang tidak disadari oleh orang tua. Penelitian menunjukkan, masih banyak orang tua memberikan susu kental manis sebagai minuman susu untuk anak. Padahal susu jenis ini hanya dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan.

“Jelas saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah edukasi yang berkelanjutan yang yang diiringi dengan perbaikan kebiasaan, pola asuh dan konsumsi keluarga. Oleh karena itu, meski saat ini Indonesia masih menghadapi badai pandemi, namun program-program pencegahan stunting harus tetap di prioritaskan. Bila tidak, kebutuhan nutrisi dan perkembangan anak-anak Indonesia jelas terdampak,” dikatakan Arif dalam sambutannya.

Disinilah peran orang tua dibutuhkan, bagaimana di tengah keterbatasan akibat pandemi, baik dalam hal kemampuan orang tua menyediakan asupan kaya nutrisi untuk anak hingga upaya untuk tetap memberikan ruang-ruang kreativitas sebagai arena bermain anak. Oleh karena itu, upaya edukasi untuk meningkatkan literasi gizi, pelatihan dan training terkait tumbuh kembang anak perlu dilakukan secara rutin. Agar dimasa mendatang persentase anak-anak dengan status kurang gizi ataupun malnutrisi dapat ditekan. Pengentasan stunting dan gizi buruk adalah awal dari keterpenuhan hak-hak anak secara keseluruhan serta jaminan terhadap masa depan anak yang lebih baik.

Bagikan :

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *