Kuliah Pakai Pinjol? Bukti Pemikiran Sudah Dibobol

Oleh: Putri Efhira Farhatunnisa (Pegiat Literasi di Majalengka)

Terasjabar.co – Kualitas perkataan seseorang mencerminkan kualitas isi pemikirannya, ibarat teko yang diisi air susu pastilah yang keluarpun air susu. Apa jadinya ketika argumen para pejabat Nusantara, tidak bermutu atau bahkan menyesatkan? Setelah beberapa waktu lalu ada pejabat yang mengatakan kalau pendidikan adalah kebutuhan tersier, kali ini dikatakan bahwa untuk mendapat pendidikan boleh menggunakan pinjaman online (Pinjol).

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, mengatakan bahwa membayar kuliah menggunakan pinjol adalah bentuk inovasi teknologi. Ia menganggap bahwa pinjol sangat bisa dimanfaatkan untuk hal positif seperti pembiayaan kuliah bagi yang kesulitan membayar. Ia juga menyebut stigma negatif pinjol disebabkan oleh berbagai penyalahgunaan, padahal sebenarnya merupakan peluang bagus (tirto.id, 3/7/2024).

Pemikiran Rakyat Dibobol Sistem Rusak

Solutifkah pernyataan Pak Mentri ini? Sikap para pejabat yang demikian menunjukkan rusaknya paradigma kepemimpinan saat ini. Sistem sekuler kapitalisme telah berhasil membobol pemikiran individu, sehingga melahirkan sikap pragmatis yang seharusnya tidak dimiliki orang berpendidikan apalagi sekelas pejabat negara. Dari sini terlihat juga keberpihakan pejabat yang malah mendukung pengusaha pinjol yang jelas-jelas menghantarkan kerusakan dan merusak masyarakat.

Terlihat pula abainya pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan. Negara berlepas diri dari sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya, artinya negara pun tak serius dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Karena bukannya membuat masyarakat cerdas, namun malah dibuat rusak dengan berbagai kebijakan pragmatis yang tak menyelesaikan masalah kehidupan.

Beginilah cara kerja sistem sekuler kapitalisme, kebijakan yang dilahirkan tidak revolusioner bahkan menghantarkan pada kerusakan. Alhasil negara gagal dalam menyejahterakan rakyatnya, dan dengan kondisi tersebut juga melahirkan masyarakat yang berpemikiran dangkal. Lalu bagaimana kualitas masyarakat bisa diperbaiki jika keadaan meniscayakan rusaknya pemikiran?

Sedangkan kualitas pemikiran akan mempengaruhi tingkah laku seseorang. Kita sudah melihat kacaunya pemikiran rakyat dan para pejabat saat ini dari caranya menyelesaikan masalah. Dari sana kita dapat mengetahui level taraf berpikir mereka. Jika hal ini dibiarkan saja, maka bisa jadi Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai. Karena untuk mewujudkan negara yang maju, diperlukan orang-orang dengan taraf berpikir cemerlang dan revolusioner.

Islam Solusi Tepat

Jika dalam sistem saat ini negara abai dalam pendidikan rakyatnya, maka berbeda dengan Islam. Sistem Islam bertanggung jawab atas seluruh bidang kehidupan termasuk mewujudkan kesejahteraan dan komitmen dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Buktinya bisa dilihat dari sejarah kegemilangan Islam pada masanya. Itu terjadi karena berbagai mekanisme kebijakan yang dimiliki Islam.

Islam sangat peduli dengan pendidikan rakyatnya dengan menyediakan fasilitas pendidikan gratis dan berbagai upaya untuk mendorong masyarakat agar mencintai ilmu. Salah satunya ialah Khalifah Harun Ar-Rasyid yang membangun Baitul Hikmah, sebuah perguruan tinggi di Baghdad sebagai pusat penerjemahan, lengkap dengan jumlah koleksi buku yang fantastis yaitu 400-500 ribu jilid buku. Ada pula perpustakaan di Kairo bernama Darul Hikmah yang memiliki 2.000.000 jilid buku.

Kekayaan tersebut menjadi salah satu bukti bahwa Islam menaruh perhatian besar pada pendidikan. Dengan sistem pendidikan Islam yang membentuk individu berkepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyah), melahirkan orang-orang berpemikiran cemerlang yang menghantarkan Islam pada masa kejayaan. Banyak ilmuwan hebat yang menjadi cikal bakal perdaban modern, saat itu Islam pun menjadi kiblat dunia pendidikan karena teknologi canggihnya.

Selain itu, Islam juga menempatkan pejabat sebagai teladan umat yang senantiasa taat pada syari’at. Maka pejabat yang direkrut pun merupakan individu yang lolos kualifikasi jelas dari Islam, tidak asal dalam merekrut. Karena tindak tanduknya akan disorot dan diikuti oleh masyarakat luas, kapasitas kemampuan dan ketakwaannya pada Allah juga perlu diperhatikan. Haruslah individu yang paham mengenai tanggung jawabnya yang mengemban amanah ini.

Dengan begitu, ia akan menjadikan pemanfaatan teknologi sesuai tuntunan syari’at. Memikirkan secara matang baik dari segi kemaslahatan umat ataupun kesesuaian dengan syari’at Islam. Tidak asal-asalan dalam memberikan argumen atau solusi. Seperti itulah seharusnya dalam menyikapi problematika. Dan hal tersebut hanya akan terwujud dalam sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Wallahua’lam bishawab.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

19 + nineteen =