Buruh Jabar Audiensi Upah Minimum ke Pemprov, Apa Hasilnya?
Terasjabar.co – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat (Disnakertrans Jabar) akan tetap merekomendasikan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2021, sama dengan UMP 2020.
Kadisnakertrans Jabar Taufik Garsadi mengatakan, pihaknya masih akan tetap mengacu kepada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/ll/HK .04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
“UMP tetap kita rekomendasikan dengan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi menggunakan surat edaran dari Menteri Tenaga Kerja, karena kita tidak punya payung hukum yang lain, karena payung hukum ada PP 78 itu seharusnya sudah keluar kebutuhan hidup layak (KHL),” ujar Taufik setelah menerima audiensi perwakilan buruh di Gedung Sate, Selasa (27/10/2020).
“Sehingga kita hari ini akan disampaikan ke gubernur minimal sesuai dengan PP, harus ditetapkan selambat-lambatnya tanggal 1 November dan diumumkan 1 November. Isinya sesuai dengan SE Menaker,” kata Taufik melanjutkan.
Terkait upah minimum kabupaten/kota (UMK), Taufik mengatakan rekomendasi besarannya berada dalam kewenangan kabupaten/kota. Ia pun meminta agar masing-masing wilayah melakukan survei UMK dan hasilnya disampaikan kepada gubernur.
“Nah selanjutnya terkait UMK ini ada waktu 21 hari, nah silakan kabupaten/kota untuk melakukan survei dan yang lainnya. Kalau waktunya cukup ini tinggal direkomendasikan bupati/walikota ke pak gubernur, ” katanya.
“Jadi harus ada dasarnya. kalau dulu itu dari PP 78 2015 itu kan formulasi, UMP berjalan dikali penambahan inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Khusus untuk 2020, 5 tahun setelah ditetapkan maka 2020 menggunakan survei KHL,” lanjutnya.
Taufik mengatakan, Disnakertrans Jabar baru menerima Permenaker 18 2020 pada Oktober. Sehingga, Pemprov dikatakannya tak mungkin menetapkan KHL saat ini. “Sebagaimana diketahui UMP itu batas terendah, otomatis UMP harus ditetapkan jadi UMK itu jangan sampai di bawah UMP,” katanya.
Ia menegaskan besaran UMK harus berada di atas UMP. “Masing-masing kabupaten silakan melakukan survei. Kenapa ada SE ? karena KHL belum ditetapkan, untuk mengisi kekosongan maka dilakukan SE. Nah karena UMP itu waktunya tidak cukup, maka menggunakan SE. Jika waktunya cukup kita kembalikan ke PP 78,” katanya.
Ia memahami kekhawatiran buruh yang tak ingin jika besaran UMK tak naik pada 2021 mendatang. Tetapi, jika UMP dan UMK tetap mengacu pada PP 78, maka dikhawatirkan besaran upah turun karena laju ekonomi yang tengah mandek.
“Saya khawatir turun jika mengacu PP 78, karena ekonomi minus. Ini sebenarnya win-win solution, kecuali jika kabupaten/kota siap. Ini hampir semua provinsi menetapkan, karena tak ada waktu lagi,” katanya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto Ferianto mengatakan, akan terus mendorong serikat buruh untuk mengawal proses penetapan upah minimum ini.
“Hari ini permohonan revisi SK UMSK 2020 sudah disepakati bahwa, ini akan diajukan surat dinas dari Dewan Pengupahan dan kepala daerah kabupaten/kota sesuai dengan rekomendasi. Nanti dengan dasar-dasar itulah Dinas Pengupahan Jabar akan mengusulkan ke Biro Hukum Pemprov Jabar untuk dilakukannya perubahan,” kata Roy.
Ia berharap survei KHL oleh kabupaten/kota serta rekomendasi besaran UMK bisa segera ditetapkan pada 2 November mendatang.
“Kami dorong secepatnya pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan survey KHL, dan segera diajukan ke Pemprov Jabar, kalau bisa hari Senin (2/10/2020) agar bisa dilakukan revisi apabila tidak sesuai, karena mekanismenya berproses,” ucapnya.
Sebelumnya, ribuan buruh dari gabungan berbagai serikat pekerja berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung pada Selasa (27/10/2020). Mereka menolak Upah Minimum 2021 yang ditetapkan tak naik atau sama dengan Upah Minimum 2020 karena situasi pandemi COVID-19.
Leave a Reply