Batik Cirebon Binaan LMS Diminati Pasar Luar Negeri
Terasjabar.co – Batik Cirebon program binaan corporate social responsibility (CSR) PT. Lintas Marga Sedaya (LMS) saat ini diminati pasar luar negeri. Hal itu dikemukakan oleh Fathoni Dimiaty dari Desa Kebon Gedang, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon yang merupakan satu dari sedikit seniman batik yang mempertahankan batik tulis dengan motif asli di Cirebon.
Meski baru terbentuk awal 2019, namun hasil karya kelompok batik tak hanya dinikmati di negeri sendiri, namun juga banyak diminati masyarakat luar negeri. Melalui berbagai pameran di dalam dan luar negeri, batik tulis asli Cirebon ini mulai menjangkau pembeli.
“Sementara untuk pemasaran melalui pameran-pameran. Bulan Agustus lalu saat pameran di Bangkok, Thailand, 40 potong habis dalam waktu 2 hari,” cerita Fathoni. Saat ini, LMS sedang mengusahakan merk dagang untuk batik yang diproduksi dengan nama Selaksa Batik. Dengan adanya branding tersebut, Dia berharap batik-batik yang diproduksi lebih mudah promosinya, baik di dalam dan luar negeri.
Bukan memproduksi batik saja, Fathoni juga acap kali memberikan pelatihan membatik kepada pihak lain dan juga melakukan penelitian. “Saya tidak hanya sekedar membatik, tapi juga mengadakan pelatihan, riset, sambil mempromosikan batik Ciwaringin. Dari SMK Gunung Jati ada Jurusan Batik, gurunya ke sini magang ke saya. Ada mahasiswa juga lagi penelitian ke sini,” katanya.
Bulan Oktober ini misalnya, bertepatan dengan moment Hari Batik Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober, Fathoni membuka sejumlah kelas pelatihan membatik yang diikuti oleh pelajar SD, SMP dan kelompok guru. Pelatihan membatik ini sekaligus bagian dari program pendampingan Kelompok Batik di desa Ciwaringin oleh PT LMS.
Diantara kelompok pelajar yang mengikuti pelatihan membatik adalah SD 1 Ciwaringin, SD 3 Ciwaringin, SD 1 Galagamba serta guru-guru dari SMKN 1 Gunung Putri, Cirebon. Dengan banyaknya peminat pelatihan batik ini, terutama anak-anak, Fathoni mengaku senang. Ia berharap anak-anak yang dapat mengenal batik sedari kecil akan menjadi generasi penerus yang mampu menjaga warisan budaya.
Kelompok Batik binaan LMS ini juga menerima jasa pewarnaan dari daerah-daerah lain seperti Kalimantan, Jambi, dan dari siapa saja. Tentu saja pewarna yang digunakan adalah pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kulit pohon, daun, buah, dan bunga-bungaan. “Kita ingin angkat masalah lingkungan. Kita mengambil sampah limbah orang lain, seperti kulit mahoni, kulit buah manggis, secang, rambutan, kulit pohon mangga yang relatif lebih aman terhadap lingkungan. Yang penting ramah lingkungan, murah, tersedia melimpah, dan tidak tergantung kepada negara lain, ” ucapnya.
Meski keberadaannya belum setahun, batik olahan kelompok yang dipimpin Fathoni sudah merambah beberapa negara tetangga. “Ada yang ke Jakarta, Malaysia, saya juga punya langganan dari Korea. Batik kami juga sudah sampai ke Jepang. Kemarin ada tamu dari New Zealand dan Inggris. Saya harus mengucapkan terimakasih kepada LMS, meski memang ini masih baru jadi penjualan masih belum banyak. Meski belum banyak terjual, minimal kita sudah dikenal,” kata Fathony.
Dia mengakui para pembatik di Ciwaringin ini memiliki konsep K3. Pertama kebersamaan. “Misalnya saya ikut pameran, yang lain bisa nitip ke saya batiknya, begitu juga sebaliknya,” ujarnya.
Kedua adalah Kesehatan, karena yang diangkat warna alam. Ketiga adalah kesejahteraan.
Meski belum banyak penjualan, menurut Fathony, kelompok batik yang dipimpinnya ini sedikit banyak sudah banyak memperbaiki kondisi ekonomi para anggotanya. “Semua sekarang sudah hampir bisa mandiri. Kalau dulu mereka batik itu masih sebagai sambilan. Tapi dengan adanya kelompok membatik sekarang, jadi mulai bisa mandiri,” ungkapnya.
Ke depan, dia memiliki impian ingin Rumah Budaya. “Karena kami kan sering kedatangan orang-orang terpelajar bahkan profesor untuk penelitian di sini. Jadi saya kira perlu ada Rumah Budaya itu, sekecil apa pun,” katanya.
Kata Fathoni, di Rumah Budaya itu nantinya akan ada arsip tentang sejarah batik Caringin. “Tujuannya supaya sejarah itu tidak punah. Karena di sini dulu ada penenun dan hilang begitu saja sampai sekarang. Buku tentang batik Ciwaringin juga nantinya bisa digunakan untuk bahan skripsi dan disertasi. Untuk penelitian dan bahan belajar supaya budaya kita jangan hilang,” ucapnya.
Leave a Reply