Menjadi Petugas Haji 2024: Antara Amanah, Haru, dan Rindu yang Tak Pernah Usai

Oleh:
Dr. H. Irwandi, S.Sos., SE., M.Ag.

Terasjabar.co – Ketika nama saya diumumkan sebagai salah satu petugas kloter dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, hati saya diliputi dua perasaan yang saling bersilang: rasa syukur yang tak terkira dan kesadaran akan amanah besar yang akan saya emban. Menjadi pelayan tamu-tamu Allah adalah kehormatan sekaligus ujian yang hanya bisa dijalani dengan niat yang lurus dan hati yang ikhlas.

Perjalanan sebagai petugas bukan sekadar tentang mengawal jamaah dari tanah air ke Tanah Suci, tapi lebih dalam dari itu—ini adalah perjalanan jiwa. Di balik rutinitas membimbing, mendampingi, dan memastikan keselamatan serta kenyamanan jamaah, ada momen-momen spiritual yang tak tergantikan. Setiap langkah thawaf, setiap wukuf di Arafah, hingga setiap tangis bahagia jamaah saat mencium Hajar Aswad, adalah bagian dari potongan kisah yang abadi dalam hati saya.

Saya menyaksikan langsung bagaimana lansia bertahan dengan semangat luar biasa demi menunaikan rukun Islam kelima, bagaimana jamaah saling membantu dalam keletihan, dan bagaimana doa-doa dipanjatkan dalam isak haru menjelang terbenamnya matahari di Padang Arafah. Sebagai petugas, saya tidak hanya menjadi pembimbing teknis, tapi juga menjadi tempat bertanya, tempat mengadu, bahkan tempat bersandar di saat-saat kritis.

Kini, setahun telah berlalu. Saat musim haji kembali tiba, kerinduan itu muncul dengan begitu kuat. Menyaksikan jamaah tahun ini bersiap berangkat, hati ini kembali ingin merasakan denyut spiritualitas yang hanya bisa ditemui di dua tanah suci: Makkah dan Madinah. Saya rindu menuntun jamaah dalam kebingungan mereka yang pertama kali menginjakkan kaki di Tanah Haram. Rindu berjalan dalam diam menyusuri lorong Masjidil Haram sambil mendengarkan suara talbiyah yang bergema dari segala arah.

Saya tahu bahwa ibadah haji adalah panggilan. Panggilan yang tidak hanya ditentukan oleh kesiapan fisik dan materi, tapi terutama oleh izin Allah. Maka dalam setiap sujud malam saya, ada doa yang selalu saya bisikkan, “Ya Allah, jika Engkau berkenan, izinkan aku kembali. Untuk berhaji, untuk menjadi pelayan-Mu, atau hanya sekadar untuk memeluk kembali kerinduan yang pernah Kau izinkan kurasakan”.

Menjadi petugas haji telah mengubah cara saya memandang hidup. Ia mempertemukan saya dengan kemurnian niat, keikhlasan ibadah, dan kekuatan spiritual yang hanya bisa dipelajari di Tanah Suci. Ia juga menyisakan ruang kosong yang hanya bisa diisi kembali dengan satu hal: kembali ke sana.

Semoga Allah izinkan. Karena rindu ini tak pernah habis. Dan Tanah Suci, selalu punya cara untuk memanggil siapa pun yang hatinya terpaut padanya.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

twelve + 11 =