Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Tak Pernah Punah

Oleh:
apt. Rahma
(Praktisi Kesehatan)

Terasjabar.co – Datangnya bulan suci Ramadan, membuat banyak daerah di Indonesia yang mengatur jam operasional tempat hiburan untuk menghormati umat Muslim yang tengah berpuasa. Namun, kebijakan ini tidak sepenuhnya mampu menanggulangi praktik kemaksiatan. Beberapa tempat hiburan malam, termasuk karaoke dan diskotek, masih diperbolehkan beroperasi dengan pembatasan tertentu. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana keberhasilan kebijakan pemerintah dalam membendung kemaksiatan selama bulan Ramadan.

Dilansir dari Metro TV News, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membatasi jam operasional tempat hiburan selama Ramadan, dengan aturan yang memperbolehkan tempat-tempat hiburan tertentu, seperti karaoke dan billiard, untuk tetap buka dengan jam yang dikurangi. Namun, kebijakan ini hanya sebatas pembatasan jam operasional, sementara tempat hiburan tersebut tetap beroperasi selama bulan suci Ramadan (metrotvnews.com, 28/02/2025).

Sementara itu, di Banda Aceh, kebijakan yang dulunya melarang tempat hiburan beroperasi selama Ramadan kini telah dicabut, sebagaimana diwartakan oleh Viva. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kebijakan yang memberi ruang bagi kemaksiatan untuk tetap berjalan, meskipun pada bulan yang seharusnya penuh berkah ini (viva.co.id, 27/02/2025).

Kebijakan yang masih membolehkan tempat hiburan beroperasi selama Ramadan dengan hanya membatasi jam operasionalnya saja, mencerminkan prinsip asas kebermanfaatan yang mendominasi kebijakan publik. Walaupun pada satu sisi pemerintah berusaha untuk menghormati umat Islam yang sedang berpuasa, kebijakan ini seolah memisahkan aturan agama dari kehidupan sehari-hari, menjadikan kemaksiatan tetap eksis dan dibenarkan atas dasar alasan ekonomi atau hiburan semata.

Fakta lain yang mencolok adalah kegagalan sistem pendidikan sekuler dalam membentuk generasi yang sadar akan tanggung jawab moral dan agama. Sebagian besar masyarakat, termasuk para pengelola tempat hiburan, tidak memiliki kesadaran agama yang tinggi dalam menjalankan usaha mereka. Hal ini memperburuk kerusakan disamping ketidakberdayaan negara dalam menanggulangi praktik maksiat yang terjadi.

Sekularisasi yang Mengakar

Kebijakan pengaturan tempat hiburan yang masih membolehkan kemaksiatan beroperasi, meski dengan pembatasan jam operasional, menunjukkan pengaruh besar dari sistem sekuler yang memisahkan kehidupan duniawi dari nilai-nilai agama. Dalam sistem sekuler, pemerintah lebih memprioritaskan keuntungan ekonomi dan kebebasan individu daripada mengutamakan kebaikan sosial dan moral. Akibatnya, meskipun Ramadan seharusnya menjadi waktu yang suci untuk beribadah dan menjauhi maksiat, tempat-tempat hiburan tetap diperbolehkan buka, bahkan dengan alasan “untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.”

Paradigma yang digunakan oleh pemerintah dan masyarakat saat ini berfokus pada asas kebermanfaatan tanpa mempertimbangkan norma agama yang mengharamkan kemaksiatan. Keberadaan tempat hiburan yang tidak dibatasi secara tegas menggambarkan kegagalan kebijakan yang didasarkan pada nilai-nilai sekuler, yang sejatinya malah menyuburkan praktik maksiat selama bulan Ramadan.

Menanggulangi Kemaksiatan secara Tuntas

Islam memiliki solusi komprehensif untuk menangani masalah kemaksiatan ini, yaitu melalui penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan:

  1. Pengaturan Berdasarkan Akidah Islam. Dalam sistem Islam, seluruh aspek kehidupan, termasuk hiburan dan pariwisata, diatur berdasarkan akidah Islam. Setiap kegiatan yang bertentangan dengan syariat, seperti tempat hiburan malam yang mendorong kemaksiatan misalnya, maka akan dilarang. Hal ini dilakukan bukan dengan pertimbangan ekonomi, melainkan untuk menjaga moral dan ketakwaan umat.
  2. Tegaknya Sanksi Syariat yang Menjerakan. Dalam Islam, kemaksiatan adalah pelanggaran hukum syarak yang memiliki sanksi tegas. Oleh karena itu, tempat-tempat hiburan yang menjerumuskan masyarakat pada perbuatan maksiat akan dihukum sesuai dengan ketentuan syariat. Hukuman yang diterapkan tidak hanya bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku, tetapi juga untuk menjaga agar masyarakat tetap berada di jalan yang benar.
  3. Pendidikan Islam yang Mendidik Karakter. Sistem pendidikan Islam berfokus pada pembentukan karakter dan akhlak yang baik sesuai dengan tuntunan syariat. Dengan pendidikan yang menekankan pada ketakwaan kepada Allah, individu yang lahir dari sistem ini akan memiliki kesadaran moral yang tinggi dan tidak terjerumus pada kemaksiatan. Mereka akan memilih pekerjaan dan hiburan yang halal dan sesuai dengan nilai-nilai agama, serta menghindari kegiatan yang dapat merusak akhlak.
  4. Penerapan Sistem Khilafah. Dalam naungan Khilafah, negara bertanggung jawab untuk menjalankan hukum Islam secara menyeluruh, termasuk dalam pengaturan tempat hiburan dan pariwisata. Negara akan menutup tempat-tempat yang menyebarkan kemaksiatan dan menggantikannya dengan kegiatan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat, seperti hiburan yang mendidik dan memperkuat ukhuwah Islamiyah.

Jelaslah bahwa kebijakan pengaturan jam operasional tempat hiburan dan kebijakan-kebijakan lain yang lahir dari sistem sekuler kapitalis telah gagal memberantas kemaksiatan. Untuk mengatasi masalah ini secara tuntas, solusi Islam kaffah diperlukan. Penerapan syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan, termasuk hiburan, akan memastikan bahwa kemaksiatan dapat diberantas, dan umat Islam dapat menjalani Ramadan dengan penuh kesucian dan berkah. Hanya dengan sistem Islam yang menyeluruh dan tegas, kemaksiatan akan benar-benar dapat diatasi.

Wallahu’alam.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

sixteen + 20 =