Selesaikan Polemik di Keraton Kasepuhan, Begini Jurus Ridwan Kamil

Terasjabar.co – PRA Luqman Zulkaedin telah dinobatkan sebagai Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat. Perjalanan Luqman duduk sebagai sultan menang tak mulus. Sejumlah pihak menolaknya.

Menyikapi polemik yang terjadi di Keraton Kasepuhan Cirebon, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menawarkan dua ‘jurus’ untuk menyelesaikan polemik tersebut.

“Cara pertama adalah sebaiknya berpegang pada sila keempat, yaitu musyawarah mufakat. Kalau tidak menggunakan musyawarah, negeri ini adalah negeri hukum. Sehingga bisa diselesaikan melalui koridor hukum,” kata pria yang akrab disapa Kang Emil, di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, Minggu (30/8/2020).

Emil mengatakan tradisi harus tetap dihormati. Ia datang ke Keraton Kasepuhan Cirebon sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi yang sudah berjalan selama ratusan tahun.

“Selama proses itu (musyawarah dan jalur hukum) berjalan tentu tidak baik ada kekosongan. Itu lah kenapa lebih menghormati tradisi jumenengan ini, semata-mata untuk menjaga tradisi,” ucap Kang Emil.

Terkait musyawarah dan gugatan hukum bisa dilakukan setelah adanya pengganti Sultan Sepuh XIV. Emil menegaskan Pemprov Jabar berkwajiban melindungi situs atau bangunan cagar budaya (BCB) dan tradisi yang ada, sesuai dengan undang-undang.

“Bantuan pemerintah juga hadir ke keraton-keraton ini karena menghormati masa lalu, mempersiapkan masa depan. Sebelum Indonesia lahir ada kesultanan Cirebon. Ini sudah sewajarnya,” katanya.

Emil juga tak menolak jika Pemprov Jabar diminta untuk menyelesaikan polemik yang ada di Keraton Kasepuhan Cirebon. “Saya kira kalau diminta, ya silakan. Hari ini kita doakan semua berlapang dada untuk menyelesaikan secara musyawarah mufakat. Sebaiknya jangan sampai ada kekosongan, jalani sesuai tradisi,” kata Emil.

Sekadar diketahui, Emil datang terlambat pada tradisi jumenengan tersebut. Namun, Emil tetap mendoakan almarhum PRA Arief Natadiningrat. Acara jumenengan itu digelar tepat 40 wafatnya Arief.

“Saya hadir untuk mendoakan beliau (almarhum Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat), tahlil 40 hari beliau. Saya tidak mengikuti jumenengan karena terlambat,” kata Emil.

“Menghormati tradisi yang sudah ada ratusan tahun, yaitu Keraton Kasepuhan. Oleh karena itu saya hadir. Saya dengan almarhum bersahabat,” kata Emil menambahkan.

Diberitakan sebelumnya, tiga kubu menolak Luqman dinobatkan sebagai Sultan Sepuh XV. Gelombang penolakan pertama datang dari klan Sultan Sepuh XI Radja Tadjoel Arifin. Penolakan yang dilakukan klan Sultan Sepuh XI ini sudah berlangsung lama. Mencuat saat Juni lalu, cucu Sultan Sepuh XI, Raden Rahardjo Djali berani menggembok ruangan Dalem Arum Keraton Kasepuhan. Rahardjo mengukuhkan diri sebagai polmah, Pjs Sultan Keraton Kasepuhan pada awal Agustus lalu.

Kemudian, kubu lainnya adalah dari barisan keluarga Kesultanan Cirebon. Barisan ini terdiri dari keraton yang ada di Cirebon, seperti Kanoman, Kacirebon, Kaprbaonan, dan dari kalangan Keraton Kasepuhan sendiri. Barisan ini sempat membuat situasi memanas seusai jumenengan Luqman sebagai sultan.

Selain itu, ada juga barisan dari kalangan santri. Ratusan santri yang tergabung dalam Forum Silahturahmi Dzuriyah Sunan Gunung Jati juga datang untuk menolak Luqman sebagai sultan. Kubu yang menolak Luqman itu memiliki kesamaan argumen, meluruskan sejarah dan menyatakan Luqman bukanlah trah Sunan Gunung Jati. Sehingga tak berhak menguasai keraton.

“Kami dari kesultanan Cirebon menyatakan menolak penobatan luqman Zulkaedin menjadi Sultan Kasepuhan. Karena bukan nasab Sunan Gunung Jati,” kata perwakilan dari Kesultanan Cirebon Ratu Mawar kepada awak media di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, Minggu (30/8/2020).

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

twelve − six =