Rute Angkot di Bandung Ditata Ulang

Terasjabar.co – Pemerintah Kota Bandung mengembangkan kebijakan berbasis data untuk mengatasi ­ma­­salah kemacetan dalam satu tahun ­terakhir. Beberapa terobosan dibuat, tetapi impian ­me­wujudkan integrasi angkutan umum masih belum ­disentuh.

Dalam pengembangan pengguna­an data untuk mengatasi kemacetan, pemkot menggandeng Data Science Indonesia (DSI) lewat pendanaan Hi­vos.

Beberapa program baru yang diluncurkan di antaranya gerakan Bike to School, Walk to School, re­ka­yasa lalu lintas di beberapa jalan, serta pemanfaatan sistem ATCS (area traffic control system).

Secara khusus, kemitraan ini juga menyasar peningkatan citra dan la­yanan angkutan kota. Selain pelatih­an sopir, program ini juga menyodorkan beberapa wajah baru la­yan­an, di antaranya layanan pemesanan angkot yang dikelola secara lebih pro­fesional.

Program Manajer Data Science Indonesia (DSI) Nabil Badjri menya­takan ada empat isu utama lalu lintas di Bandung, yakni infrastruktur kurang memadai, tata kelola parkir yang belum optimal, perilaku pengguna lalu lintas yang belum disiplin, serta transportasi publik yang belum tertata. Angkot merupakan transportasi publik yang paling susah diatur.

“Bandung dikenal sebagai perintis dalam pemanfaatan data. Kemitraan ini mendorong agar penggunaan data semakin berdampak pada layanan dan kenyamanan publik sehingga Bandung bisa jadi contoh konkret bagi daerah lain,” tutur Nabil dalam seminar bertajuk “Data untuk Mengurai Ke­macetan Lalu Lintas”, Senin (10/12/2018) siang.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung Didi Ruswandi menyata­kan, tidak ada solusi tunggal untuk kema­cetan. Insentif dibarengi disinsentif yang dibutuhkan untuk membuat warga semakin nyaman meng­akses jalan, belum semuanya bisa di­terapkan.

Harga dan pajak mobil yang masih murah serta biaya parkir rendah tidak akan mendorong orang berpindah ke transportasi publik.

Menurut Didi, poin utama dalam pe­ngembangan transportasi publik adalah pembangunan budaya. Ba­nyak kegiatan atau terobosan dica­nangkan, tetapi jika tidak dipelihara dan dibiasakan, semua akan lupa mempraktikkan.

Pakar transportasi ITB Sony Sulaksono menyatakan, salah satu kunci keberhasilan mengatasi masalah kemacetan kota adalah konsistensi. Hal itu yang belum ia lihat di Kota Bandung.

Setiap ganti pemimpin, kebijakan turut berganti sehingga benang kusut kemacetan tidak pernah benar-benar terurai.

”Kita memang tidak bisa menye­rahkan semua kepada pemerintah da­erah. Kitalah yang juga harus ber­kontribusi, masyarakat, akademisi, dan komunitas,” katanya.

Didi Ruswandi menjelaskan, penggunaan data untuk program utama pengelolaan angkot, yakni repooling dan pengaturan ulang rute angkot masih harus menunggu tuntasnya kajian.

Direncanakan, baru tahun 2019 mendatang, Pemkot membuat kajian tentang dua kebijakan krusial tersebut. Angkot bakal didorong ke daerah pinggiran, masuk ke perumahan-perumahan.

Pada saat bersamaan, pemkot ba­kal menambah koridor bus, baik TMB maupun DAMRI hingga 21 koridor. Plt Ketua Kopamas Kota Bandung Budi Kurnia menyatakan, ia bakal menyokong kebijakan pemkot tentang pengaturan ulang rute.

Akan tetapi, ia juga meng­khawatirkan penolakan di level bawah. Untuk ratusan anggota Kopamas, misalnya, pengaturan ulang rute angkot boleh jadi bakal melemparkan wilayah layanan mereka menyeberang hingga Kota Cimahi atau Kabupaten Bandung Barat.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

sixteen + three =