Pelaku Sodomi diciduk Polsek Tambun

Terasjabar.co – Pada Rabu, 18 Oktober 2017 petang, Kepolisian Sektor Tambun menangkap pelaku sodomi, S (32).  Diduga sebanyak enam pelajar di Desa Setiamekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, telah menjadi korban sodomi pemuda tersebut.

Para korban diketahui masih berusia sekolah dasar dan merupakan tetangga di sekitar kediaman pelaku.

Penangkapan ini dilakukan setelah keluarga salah satu korban melapor. “Dari hasil laporan salah satu keluarga korban, kami lakukan pendalaman dan langsung menjemput pelaku. Kami amankan di Mapolsek dan masih diperiksa penyidik,” ujar Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Tambun, Hotma Napitupulu.

Dikatakan Hotma, kekerasan seksual ini terungkap dari penuturan salah seorang korban. Awalnya korban enggan melaporkannya baik ke kepolisian maupun ke keluarga. Namun saat mengetahui ada korban lain di sekitarnya, kasus tersebut akhirnya terungkap.

“Dari penuturan keluarga korban, awalnya enggan melapor karena takut, kemudian karena aib. Namun akhirnya terungkap setelah tetangga-tetangganya mengeluhkan hal yang sama. Akhirnya dilaporkan dan dapat terungkap,” ucap dia.

Korban mulanya mengalami demam kemudian kerap berperilaku tidak biasa, sesekali melamun. Kemudian korban mengeluhkan rasa sakit pada beberapa bagian badannya, terutama di bagian dubur.

“Korban sempat tidak mau mengaku tapi kemudian didesak keluarganya sendiri akhirnya mengaku telah menjadi korban kekerasan seksual. Kemudian ada korban lainnya juga yang mengaku hal serupa dan melapor kemari,” kata Hotma.

Pelaku diketahui kerap menonton video porno lalu muncul hasrat untuk mempraktikannya. Sebelum melakukan pencabulan pun, korban dipaksa menonton video tersebut.

“Setelah menonton bersama, korban melakukan aksi pencabulan,” ucap Hotma.

Para korban diminta melakukan visum untuk menguatkan laporannya di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur. Dikatakan Hotma, S merupakan penyandang tuna wicara. Penyidik pun kesulitan menggali keterangan lebih lanjut dari pelaku.

“Kami tidak bisa mengartikan apa yang dikatakan S. Maka kami berencana akan memanggil ahli bahasa tuna wicara. Kami coba panggil orang yang paham dengan komunikasinya agar keterangannya jelas,” ucapnya.

Sementara itu, salah satu keluarga korban, UR (58), mengaku syok ketika anggota keluarganya menjadi korban pencabulan. Dia tidak terima putranya diperlakukan demikian oleh S.

“Jelas saya langsung emosi, syok dengar begitu dari anak sendiri. Bisa dibayangkan seperti apa perasaan saya sebagai orang tua, bagaimana kelanjutan nasib anak saya. Terus katanya banyak juga korbannya,” ucap dia.

UR berharap polisi dapat mengungkap kasus tersebut secara terang benderang. Polisi harus mampu menyelediki penyebab dan bilamana ada korban lainnya di luar enam korban yang ada di kampungnya.

“Polisi harus mampu ungkap kalau-kalau ada korban lainnya. Ini pelaku harus dihukum seberat-beratnya, kalau bisa dihukum mati saja biar tak ada korban lain. Soalnya, saya yakin sekali korbannya masih banyak,” tuturnya.

Atas perbuatan yang dilakukan, S dapat dijerat Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 82 UU tersebut mengancam pelaku ancaman kekerasan, pemaksaan sampai membujuk anak untuk melakukan cabul, dipidana dengan 15 tahun penjara. (red)

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

one × 5 =