Fenomena Siswa Merokok: Dilema Sistem Kapitalisme Liberal

Oleh:
Nunung Nurhayati
(Aktivis Muslimah)

Terasjabar.co – Dunia pendidikan tengah diselimuti asap tebal. Bukan karena kebakaran, melainkan karena hal yang menyulut api dilema besar. Polemik Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Dini Fitri, diduga menampar siswa yang merokok di lingkungan sekolah mencuat menjadi trending bahasan. Insiden yang berujung pelaporan kepada pihak kepolisian oleh orang tua (wali) dari siswa yang merokok tersebut kini surut dihempas janji perdamaian (news.detik.com, 16/10/2025).

Belum hilang sempurna, asap tebal itu kembali membentuk formasi yang berbeda. Lebih miris dari yang sebelumnya. Jagat Maya dibuat tercengang dengan beredarnya foto seorang siswa SMA di Makassar berinisial AS, yang dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya.

Sang guru, Ambo, mengaku ragu untuk menegur dengan tegas perihal apa yang terjadi dihadapannya. “Sekarang guru kalau keras sedikit bisa dibilang melanggar HAM,” ujarnya. Dilematis, adanya ruang abu-abu dalam penerapan disiplin siswa dan tergerusnya wibawa guru telah menjerumuskan dua insiden ini kepada dua ekstrem: pembiaran atau kekerasan (suara.com, 18/10/2025).

Dua fenomena tersebut cukup mewakili gambaran akan generasi hari ini. Dalam sistem kapitalisme liberal, para siswa merasa punya hak dengan kebebasannya hingga bertindak di luar batas etika. Sementara guru, dihadapkan dengan dilema antara mendisiplinkan atau keamanan profesinya.

Dalam sistem pendidikan saat ini, tidak ada perlindungan yang jelas bagi para guru. Guru berada dalam tekanan luar biasa, hingga posisi yang serba salah. Ada tugas amar makruf nahi munkar dipundaknya. Namun, standar pengajarannya tak berdasar dan berubah seiring berubah pula tuntutan kurikulum juga penguasanya.

Segala bentuk kekerasan memang tidak dibenarkan. Dari itu, dibutuhkan pendidikan yang mampu menjadikan remaja paham siapa dirinya dan arah hidupnya. Sehingga, setiap penyelesaian dibangun atas asas tabayun dan pendekatan untuk mengetahui latar belakang seseorang melakukan suatu perbuatan.

Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini memberikan ruang kebebasan. Sistem ini telah terbukti gagal dalam mencetak peserta didik yang bertakwa dan berakhlak mulia. Maka, perlu menanamkan kembali nilai-nilai fundamental sopan santun dan rasa hormat kepada guru sebagai manusia yang adil dan beradab.

Dalam Islam, guru adalah pilar peradaban. Posisinya dihormati dan dimuliakan karena tugasnya membentuk kepribadian murid-muridnya. Guru bukan hanya gudang ilmu, namun pendidik yang memberikan suri teladan bagi muridnya.

Abainya negara dalam mengurusi urusan rakyat pun telah andil dalam melahirkan dilema para guru, generasi yang tidak taat aturan, hingga sampai tahap krisis moral dan wibawa. Maraknya pemahaman keliru soal merokok dikalangan remaja pun, sangat disayangkan. Merokok, sering kali dijadikan ajang bukti kedewasaan, jati diri sebagai kaum adam dan kebanggaan, karena mampu menyandang predikat “keren”.

Parahnya, rokok yang bertebaran diwarung-warung rumahan, menjadikannya mudah dijangkau semua kalangan, termasuk oleh para remaja. Tidak adanya regulasi akan standar kepemilikan rokok pun, telah menjadikan rokok sebagai konsumsi semua orang yang mampu membelinya. Ini semakin membuktikan akan lemahnya negara dalam sistem pengawasan.

Bak gelombang tsunami, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta remaja berusia 13 hingga 15 tahun di seluruh dunia menggunakan rokok elektrik atau vape. Dalam laporan terbarunya, WHO menyebut remaja memiliki kemungkinan sembilan kali lebih besar untuk menggunakan vape dibandingkan orang dewasa (inforemaja.id, 14/10/2025).

Sungguh kenyataan pahit. Vape yang mengandung nikotin, pelarut, perasa dan berbagai bahan kimia yang berpotensi membahayakan penggunanya, malah digandrungi para remaja hari ini. Padahal, Nikotin yang ada dalam sebagian besar cairan vape dapat menyebabkan ketergantungan dan memiliki dampak negatif pada perkembangan otak remaja, sistem kardiovaskular, kesehatan jantung, sistem respirasi, kanker, hingga kesehatan mental (kesehatan.kemkes.go.id).

Dalam Islam, hukum merokok memang mubah. Tapi di sisi lain, tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. Sementara faktanya, merokok bisa membahayakan kesehatan, baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif. Lalu bagaimanakah penyelesaiannya?

Dalam sistem pendidikan Islam, mengajarkan bagaimana pelajar mempunyai pola pikir dan pola sikap yang sesuai Islam. Yakni, menjadikan hukum syara’ sebagai standar perbuatannya. Dari sinilah, akan lahir generasi yang mempunyai kesadaran bahwa tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah dan akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya kelak.

Selain itu, negara dengan penerapan sistem Islam akan menjadi benteng terkuat rakyat dalam melawan segala kebathilan melalui regulasinya. Negara akan mengawasi dan membuat regulasi keamanan yang akan menjaga rakyatnya dari berbagai kerusakan. Baik dari kerusakan yang ditimbulkan karena pemahaman (ideologi luar), fun, food, fashion, maupun yang lainnya.

Ini sesuai sabda Rasulullah Saw; “Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR. Muslim).

Islam, juga mengarahkan remaja muslim agar memiliki prinsip dan adab. Dalam Islam, beradab bahkan lebih diutamakan daripada berilmu. Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy; “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Maka, melalui sistem pendidikan Islam, generasi akan mampu berkarakter unggul, bangkit menjadi generasi yang beriman bukan generasi yang merusak, krisis moral, bahkan nihil adab. Allahu’alam bishshowab.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 × two =