Jaminan Keamanan dan Kenyamanan Transportasi Saat Mudik Lebaran

Oleh:
Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

Terasjabar.co – Mudik lebaran telah menjadi tradisi tahunan dan merupakan momen penting bagi masyarakat Indonesia untuk berkumpul dengan keluarga. Terutama bagi para perantau yang bekerja di kota yang jauh dari kampung halaman. Untuk bisa mudik, mereka memanfaatkan berbagai program mudah bertransfortasi yang digelar pemerintah.

Seperti diskon harga tiket transportasi, mudik gratis hingga pemberian THR telah disiapkan pemerintah untuk membantu masyarakat, dilansir nasional.sindonews.com, 22 Maret 2025.

Sebagian masyarakat menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang pro rakyat. Namun, sebagian lain merasa kecewa karena diskon tarif tol hanya membantu pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi, sementara 60% pemudik mengandalkan transportasi umum seperti bis atau kapal laut yang justru tidak mendapat diskon. Tak heran travel gelap menjamur di masyarakat.

Selain kemudahan ongkos mudik gratis, masyarakat tentu mengharapkan pula jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan selama perjalanan.

Berbagai persoalan seperti buruknya infrastruktur, banyaknya jalan rusak ayang memicu terjadinya kecelakaan, kemacetan dan sebagainya timbul akibat buruknya tata kelola transportasi yang dilandaskan pada sistem kapitalisme sekuler.

Dalam sistem ini, transportasi tidak lagi dipandang sebagai kebutuhan publik yang harus dijamin oleh negara, melainkan sebagai komoditas yang dikelola berdasarkan prinsip keuntungan, di mana pengelolaannya sebagian besar diserahkan kepada pihak swasta yang berorientasi pada profit daripada kemaslahatan rakyat.

Di sisi lain ketimpangan pembangunan yang ditandai dengan tidak meratanya infrastruktur serta minimnya fasilitas umum di daerah, menyebabkan masyarakat terpaksa menggantungkan hidupnya di perkotaan. Kondisi ini mendorong banyak orang merantau dan mencari pekerjaan di kota-kota besar, di mana peluang ekonomi lebih terbuka dibandingkan di kampung halaman mereka. Akibatnya tradisi mudik setiap tahun menjadi sesuatu yang tak terelakkan.

Transportasi dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam, transportasi merupakan fasilitas publik yang harus dikelola demi kepentingan masyarakat luas dan tidak boleh dijadikan komoditas yang dikomersialkan demi keuntungan segelintir pihak.

Meskipun pembangunan infrastruktur transportasi memerlukan biaya besar dan proses yang kompleks. Negara tetap memiliki kewajiban penuh untuk mengelolanya tanpa menyerahkan kepada pihak swasta yang berorientasi pada profit. Bahkan haram bagi negara melakukannya, apapun alasannya.

Rasulullah Saw. bersabda “Imam atau penguasa adalah pengurus rakyat (raa’in) dan ia bertanggung jawab atasnya,” hadis Riwayat Al-Bukhari.

Sebagai pengurus rakyat, negara harus memastikan tersedianya sistem transportasi publik yang aman, nyaman, terjangkau serta beroperasi tepat waktu dengan dukungan fasilitas penunjang yang memadai.

Islam juga menegaskan bahwa kemajuan dan pembangunan adalah hak seluruh rakyat serta menjadi tanggung jawab utama negara. Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk membangun infrastruktur secara merata di seluruh wilayah, tidak hanya terpusat di perkotaan tetapi juga mencakup daerah pedesaan dan pelosok.

Dengan pemerataan ini, berbagai potensi ekonomi di setiap daerah dapat berkembang secara optimal menciptakan peluang usaha dan lapangan kerja yang lebih luas, sehingga masyarakat tidak perlu bergantung pada kota besar untuk mencari penghidupan.

Untuk merealisasikan pembangunan yang seperti ini, negara wajib mengalokasikan anggaran yang bersifat mutlak dan tidak bergantung pada investasi swasta, sehingga kebutuhan mobilitas masyarakat dapat terpenuhi tanpa terbebani biaya tinggi atau ketimpangan layanan pembangunan.

Infrastruktur jalan dilakukan negara tanpa memperhatikan ada atau tidaknya dana di Baitul Mal. Meski dana Baitul Mal sedang mengalami kekosongan, jalan tetap harus dibangun. Jika ada dana di Baitul Mal maka wajib dibiayai dari dana tersebut. Akan tetapi jika tidak mencukupi, maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak (dharibah) dari rakyat.

Jika pemungutan dharibah memerlukan waktu yang lama, sementara infrastruktur harus segera dibangun, maka boleh bagi negara meminjam kepada pihak lain, yang akan dibayar dari dharibah yang telah dikumpulkan dari masyarakat. Pinjaman yang diperoleh pun tidak boleh ada bunga (riba) yang menyebabkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman.

Penerapan sistem Islam yang menyeluruh (kafah) akan mencegah adanya travel gelap, juga terpeliharanya infrastruktur jalan dengan baik. Sehingga perjalanan pun akan aman dan nyaman serta mengurangi resiko kecelakaan, karena faktor kerusakan jalan sudah tertangani dengan baik.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 + 19 =