Banjir Jabar, Tuntas dengan Islam!

Oleh:
Ummu Fahhala
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

Terasjabar.co – Sungguh menyedihkan, pada pekan kedua bulan Maret 2025 ini telah terjadi banjir hampir di semua daerah di Jawa Barat, kebanyakan akibat arus hujan ekstrem secara terus menerus sehingga aliran sungai meluap yang berakibat pada lumpuhnya aktivitas dan menimbulkan berbagai kerugian serta kerusakan infrastruktur bahkan banyak korban terdampak. Sehingga butuh solusi sistemis dari Allah Swt untuk menuntaskannya supaya tidak terus berulang.

Seperti banjir sukabumi, sejak Kamis 6 Maret lalu yang mencapai 18 titik. Telah dicatat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat sejumlah kerusakan bangunan hingga infrastruktur dan korban dari 91 ribu jiwa terdampak, seperti dilansir tempo.co, 10 Maret 2025.

Banjir yang disebabkan oleh faktor cuaca ekstrem, perlu antisipasi dengan membersihkan saluran air, memeriksa kondisi daerah aliran sungai, menyusun evakuasi, mitigasi bencana dari awal untuk meningkatkan kesiapsagaan supaya dampaknya tidak terlalu besar dan juga perlu aksi cepat tanggap penanganan korban setelah terjadi bencana.

Selain faktor cuaca ekstrem, penyebab lainnya adalah ulah tangan manusia yang terkait dengan penerapan sistem kapitalisme sekuler. Ekonomi kapitalisme sekuler memiliki prinsip liberalisasi, yakni siapa saja boleh mengelola kekayaan alam negeri ini yang mengakibatkan rencana tata kota dan pembangunan yang merusak alam dan maraknya alih fungsi lahan atas nama investasi di wilayah resapan air yang seharusnya bisa mencegah banjir.

Solusi Islam

Dalam Islam, negara berperan sebagai pengurus rakyat yang bertanggung jawab atas nasib rakyatnya, termasuk dalam pencegahan dan penanggulangan. Kekuasaan di dalam Islam adalah untuk menjadikan syariat Islam sesuai Al-Qur’an dan as-sunnah.

Syariat Islam mewajibkan pemimpin menjadi pelindung (junnah), didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim, Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya imam (pemimpin) itu adalah perisai (junnah), di mana (orang-orang) berperang di belakangnya dan berlindung dengannya. Jika ia memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah ‘azza wajalla dan berlaku adil, maka baginya pahala karenanya, dan jika ia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa karenanya”. (HR. Muslim)

Dari hadis ini, negara wajib menghindarkan rakyatnya dari kemudaratan, salah satunya bencana. Khusus bencana banjir yang mungkin terjadi di daerah tropis, maka negara dalam Islam wajib melakukan upaya mitigasi. Negara akan melakukan upaya pelestarian lingkungan.

Islam telah mengatur konservasi yang disebut sebagai hima. Pada wilayah yang ditetapkan sebagai hima, ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Bahkan manusia dilarang memanfaatkannya selain untuk kepentingan bersama. Apalagi wilayah hima pada umumnya ada di dataran tinggi ataupun hutan yang mampu menjadi penyangga banjir.

Pegunungan dalam ekonomi Islam termasuk harta milik umum yang tidak boleh dikuasakan kepada pihak swasta dalam mengelolanya dengan alasan apapun. Sistem Islam juga akan melakukan pembangunan yang didasarkan pada kepentingan rakyat dan penjagaan ruang hidup masyarakat. Pembangunan tidak boleh berdampak pada kerusakan lingkungan yang bisa menimbulkan bencana seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya.

Negara juga akan memetakan wilayah yang pada dasarnya rawan bencana karena posisi geografisnya dan melarang rakyat membangun permukiman di sana. Kalaupun dipandang masih bisa dihuni, negara akan membangun tata ruang yang berbasis mitigasi bencana. Itu semua bisa terwujud jika negara mau ta’at pada syariat Islam yang berasal dari Allah Swt.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 + ten =