Liberalisasi Kaburkan Makna Toleransi

Oleh:
Putri Efhira Farhatunnisa
(Pegiat Literasi di Majalengka)

Terasjabar.co – Intoleransi adalah sikap di mana seseorang tidak menghargai agama lain. Beberapa tahun terakhir ini, intoleransi sedang menjadi topik yang selalu hangat diperbincangkan karena ada beberapa kasus atau peristiwa yang dinilai tidak menghargai agama lain. Apakah masalah intoleransi ini terjadi secara natural atau memang sengaja untuk terus diangkat?

Kasus kali ini datang dari provinsi dengan semboyan “Todo Puli” yang artinya “Teguh dalam keyakinan”, Sulawesi Selatan. Terjadi penolakan pendirian sekolah kristen dari sejumlah umat Islam yang ada di sana. Pelaksana harian (Plh) Direktur Eksekutif Wahid Foundation Siti Kholisoh menyayangkan sikap tersebut. Ia mengatakan bahwa peristiwa ini merupakan tindakan intoleransi yang merusak hak umat beragama lain hanya karena berbeda keyakinan dengan mayoritas orang Indonesia (beritasatu.com, 29/09/2024).

Bhineka Tunggal Ika Terancam?

Dan terjadi lagi, kisah lama yang terulang kembali. Umat Islam yang dianggap melakukan sikap intoleransi langsung disorot dan dihujat habis-habisan. Dianggap sebagai ‘langganan’ sikap tak terpuji tersebut, dan langsung disudutkan dengan berbagai cap yang dilontarkan. Hal seperti ini sudah menjadi lagu lama.

Sedangkan ketika umat agama lain melakukan sikap tersebut pada Islam, tidak dianggap intoleran. Apakah itu adil? Apakah Bhineka Tunggal Ika itu menyudutkan salah satu? Anehnya ini terjadi di tempat yang mayoritas Islam. Namun fakta yang tejadi memang begitu adanya. Di mana umat Islam lah yang selalu dipojokkan.

Contohnya ketika terjadi pelarangan pemakaian kerudung di Bali, atau perusakan masjid di Papua. Pelakunya tak disebut intoleransi, seakan hanya umat Islam yang menjadi pelakunya. Itu hanya salah satu dari berbagai peristiwa yang menyudutkan Islam. Apalagi jika skalanya diperluas ke tingkat dunia. Sistem saat ini memang tidak adil kepada Islam.

Liberalisasi Kaburkan Definisi Toleransi

Makna toleransi yang sekarang masif disuarakan adalah ikut merayakan perayaan umat agama lain, juga menerima pemikiran seperti pluralisme hingga moderasi beragama dan lain sebagainya. Tentu makna ini menurut sudut pandang sistem demokrasi yang saat ini diterapkan. Di mana liberalisme dianut, dan sayangnya pemikiran Islam yang dianggap bertentangan, di keroyok berbagai tuduhan dan fitnah.

Padahal Islam sudah mempunyai definisi sendiri mengenai toleransi, di mana sudah terbukti dapat menjaga kedamaian dan kesejahteraan antar umat beragama di bawah satu aturan yang sama. Maka apa yang terjadi saat ini tak lain karena mengikuti definisi Barat mengenai toleransi. Definisi yang sama sekali tidak adil untuk Islam. Apakah ketidkadilan tersebut sesuai dengan nilai-nilai pancasila yang selama ini selalu digaungkan?

Hilangnya Peran Negara

Persoalan seperti ini lahir dari hilangnya peran negara sebagai pelindung. Negara justru mendukung liberalisasi akidah dan membiarkan terjadinya pemurtadan secara masif. Definisi toleransi yang tidak jelas kerap kali memunculkan berbagai masalah antar umat beragama. Padahal seharusnya negara bisa menjaga akidah rakyatnya. Bahkan parahnya seorang muslim yang berusaha menjalankan perintah Allah malah dicap radikal.

Sudahlah tak bebas menjalankan agamaya sendiri, umat Islam kerap kali disudutkan. Akibatnya banyak organisasi, sekolah, maupun individu muslim yang dicap radikal. Keadaan yang sungguh memprihatinkan saat Islam jadi agama mayoritas namun kebanyakan pemeluknya tak mengenal jati diri agamanya sendiri.

Toleransi Dalam Islam

Ini yang terjadi ketika tidak diterapkannya Islam dalam kehidupan. Banyak problem yang terjadi, salah satunya antar umat beragama. Karena definisinya sendiri tidak jelas dan justru melanggar ketentuan salah satu agama. Berbeda dengan Islam yang memiliki definisi jelas toleransi beserta rambu-rambu dan batasannya, dan hal ini dicontohkan sendiri oleh Rasulullah Muhammad SAW lalu dilanjutkan para Khulafaur Rasyidin hingga masa keruntuhannya pada 1924 Masehi.

Pada zaman Rasulullah SAW saja Islam tidak hanya menaungi satu agama, namun di dalamnya juga terdapat kepercayaan lain. Apalagi ketika masa-masa setelah Rasulullah ketika wilayah Islam semakin meluas hingga ke daratan Eropa, di mana terdapat berbagai macam budaya, ras dan agama di bawahnya. Namun semuanya bisa hidup dengan nyaman juga sejahtera dan menjalankan agamanya masing-masing.

Karena dalam Islam, umat agama lain dibebaskan untuk menjalankan ibadahnya. Hanya saja mereka tidak diizinkan untuk mendakwahkan agama mereka. Umat Islam pun tidak mengucapkan selamat atau ikut merayakan hari-hari besar agama lain. Namun bahkan tak sedikit yang malah jatuh cinta dengan Islam dan memilih untuk masuk Islam secara sukarela tanpa paksaan.

Ketika Islam diterapkan pun dapat menjadi pelindung bagi manusia terutama umat Islam dari segala aspek. Hal itu karena Islam adalah agama yang diturunkan Allah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Artinya tidak hanya untuk umat Islam namun untuk seluruhnya. Beginilah ketika aturan yang digunakan datang dari Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Wallahua’lam bishawab.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

18 − 2 =