Mengambil Pelajaran dari Tragedi Halloween
Oleh:
Tuti Daryanti
(Pendidik di Majalengka, Jawa Barat)
Terasjabar.co – Pemberitaan tragedi Halloween di Itaewon, Seoul, Korea Selatan begitu menggemparkan dunia. Bahkan hastag yang berkaitan dengan peristiwa tersebut selalu menghiasi deretan tranding dunia di Twitter dalam beberapa hari ini. Tidak ada yang menyangka, Halloween yang dirayakan para pemuda yang bersuka ria mengenakan kostum seram tersebut berakhir menjadi malapetaka yang mengerikan. Peristiwa mengenaskan itu terjadi pada Sabtu malam 29 Oktober 2022.
Setelah sempat hiatus akibat pandemi Covid-19, antusiasme warga untuk merayakan Halloween begitu tinggi. Pada malam itu, Itaewon yang dianggap menjadi salah satu tujuan utama di Korea Selatan untuk merayakan Halloween dipadati oleh ratusan ribu muda-mudi yang mengenakan kostum horor. Bukan hanya masyarakat Korea Selatan saja, banyak pula turis asing antusias ikut merayakan Halloween disana. Mereka yang ingin pesta Halloween di Itaewon, sering menggunakan subway atau kereta bawah tanah untuk menghindari macet. Di pintu keluar subway exit no 1, itu langsung menghubungkan ke sebuah gang terdekat selebar 3 meter dengan panjang 39 meter. Gang itu diapit dinding bar dan dinding hotel Hamilton yang tinggi. Boleh dibilang itu adalah gang yang menjadi jalan pintas bagi orang-orang yang ingin ke bar-bar, restoran dan klub malam di sepanjang Itaewon.
Awalnya gegap gempita perayaan tersebut berjalan kondusif, akan tetapi semakin malam kerumunan semakin banyak bahkan sampai pada titik dimana orang-orang benar-benar terjebak di tempat. Hingga kejadian fatal terjadi ketika masa yang begitu banyak memenuhi gang sempit itu sudah tidak bisa terkendali dan menyebabkan beberapa orang di tengah kerumunan tersandung dan jatuh mendorong orang lain disamping mereka dan memicu efek domino. Diperparah dengan kondisi gang tersebut yang menanjak. Sehingga orang-orang yang berada di bagian bawah jalanan menurun semakin tergencet, tertumpuk dan mengalami cardiac arrest (henti jantung).
Kengerian itu tergambar dari video yang beredar dan viral di media sosial, bagaimana kondisi pada gang sempit tersebut, terdapat tumpukan manusia, jeritan minta tolong para korban juga terdengar jelas, terlihat pula diantaranya yang sudah tidak berdaya. Dentuman musik dari bar-bar disekitar membuat orang-orang dibelakang tidak menyadari kondisi didepan yang sudah begitu mencekam. Petugas 911 yang datang ke lokasi kejadianpun kesulitan untuk mengevakuasi dan meminta bantuan tim lain. Butuh waktu yang cukup lama untuk mengeluarkan korban dari tumpukan untuk diberiakan bantuan Icardiopulmonary Resuscitation (CPR). Akibatnya banyak orang-orang yang meregang nyawa di gang sempit tersebut.
Dalam tragedi tersebut setidaknya 155 orang harus kehilangan nyawanya, 29 diantaranya adalah warga asing. Mereka yang menjadi korban jiwa berada pada usia yang masih sangat muda. Sebanyak 30 orang masih dalam kondisi serius, sementara 122 lainnya mengalami luka ringan, sementara itu masih ada ratusan lainnya yang dilaporkan hilang usai kejadian tersebut (CNN Indonesia, 01/11/2022).
Kehilangan ratusan pemuda dalam satu malam tentu menjadi luka mendalam untuk semua. Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan masa berkabung nasional pada Minggu (30/10/2022).
“Masa berkabung akan berlangsung sampai dampak dari bencana dikendalikan” ungkap Yoon, dikutip dari Reuters.
Masyarakat dunia ikut berduka dengan tragedi tersebut. Para pemimpin dunia beramai-ramai mengucapkan belasungkawa melalui pernyataan resmi maupun melalui media sosial mereka. Tak terkecuali Presiden Republik Indonesia. Melalui akun twitter-nya beliau mengucapkan belasungkawa dan menyatakan bahwa Indonesia bersama rakyat Korea Selatan sangat berduka. Ia pun berharap yang terluka bisa segera pulih.
“Deeply saddened to learn about the tragic stampede in Seoul. My deepest condolences to those who lost their loved ones. Indonesia mourns with the people of South Korea and wishes those injured a speedy recovery. Tulis Jokowi (30/10/2022).
Tragedi Halloween di Korsel jelas membuat kita prihatin. Kepeduliaan penguasa pada korban Halloween tentu tidak salah. Yang keliru adalah ketika penguasa lebih peduli rakyat negara lain dibandingkan nasib rakyat sendiri. Misalnya dalam tragedi Kanjuruhan yang juga memakan korban meninggal dalam jumlah besar. Penguasa-penguasa di negeri ini justru saling berlepas tangan dari tanggung jawab dalam kejadian ini. Aparat keamanan justru mencari dalih menutupi kesalahannya. Tidak ada pernyataan “kami bersama korban Kanjuruhan”.
Penguasa juga terkesan membiarkan perayaan serupa di negeri ini. Halloween di Indonesia mungkin tidak terlalu populer dan tidak semeriah perayaan di luar negeri, namun masih ada saja orang-orang, para selebriti, mall atau club yang ikut merayakannya. Hal ini seharusnya tidak boleh dibiarkan, karena perayaan tersebut adalah budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, bahkan bisa dikatakan tidak memberi manfaat terhadap pembangunan karakter pemuda masa depan. Perayaan ini hanya mengedepankan kesenangan semata, dan tidak jarang pula dibarengi dengan pesta miras, narkoba dan seks bebas.
Jika kita melihat sejarahnya tentu saja Halloween tidak sesuai dengan budaya Indonesia, apalagi kalau dilihat dari kaca mata Islam. Jelas perayaan ini haram diikuti. Festival Halloween berasal dari tradisi Celtic kuno Samhain, ketika orang-orang menyalakan api unggun dan mengenakan kostum khusus untuk mengusir hantu. Tradisi ini terjadi sekitar abad ke-8, dimana perayaan dilaksanakan tanggal 1 November. Mereka percaya pada malam hari sebelum perayaan, yakni tanggal 31 Oktober, roh orang-orang yang sudah meninggal akan berkunjung kembali ke rumah mereka untuk mengganggu bangsa Celtic. Guna menakuti para roh jahat tersebut, orang-orang Celtic kemudian melakukan ritual di puncak bukit dengan cara menyalakan api unggun dan mengenakan kostum serta topeng yang menyeramkan. Karenanya perayaan halloween identik dengan sesuatu yang menyeramkan (Kompas, 31/10/2022).
Ketika masyarakat dibiarkan merayakan Halloween, ini menunjukkan potret penguasa yang abai akan proses pembinaan karakter pemuda yang akan membangun peradaban bangsa pada masa yang akan datang. Hal tersebut berkaitan erat dengan kepemimpinan yang diterapkan di negeri ini yaitu sekulerisme-kapitalisme. Sistem ini mengabaikan tolak ukur agama dalam amal perbuatan karena mempunyai asas memisahkan agama dengan kehidupan. Sehingga orientasi kebahagiaannya adalah kepuasan jasadiyah. Mereka akan mengesampingkan halal-haram, baik-buruk dan aturan agama. Mereka akan berlomba-lomba mencari kesenangan sesaat. Ditambah lagi negara yang abai terhadap urusan rakyat, tentu generasi akan semakin kehilangan arah.
Hal ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam. Negara yang mempunyai sistem Islam akan melindungi generasi muda dari pemikiran-pemikiran, budaya, gaya hidup dan semua hal yang akan merusak akidah seorang muslim. Penguasa juga bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian generasi melalui berbagai mekanisme, baik dalam dunia pendidikan maupun luar pendidikan.
Islam sebagai agama yang sempurna telah menyiapkan konsep pendidikan yang shahih, unggul dan terbukti telah berhasil mencetak generasi terbaik di masanya. Kurikulum yang berasaskan akidah Islam yang digunakan akan sejalan pula dengan metode pembelajarannya, materi dan konsepsi-konsepsi lainnya akan diajarkan sesuai kebutuhan dan peningkatan taraf berfikir. Secara struktural kurikulum Islam terdiri dari tiga komponen materi utama yaitu, pembentukan kepribadian Islam, penguasaan tsaqofah Islam dan penguasaan ilmu kehidupan juga IPTEK.
Sehingga outputnya yaitu anak didik yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai syariat. Anak-anak tidak akan silau dengan gemerlapnya pemikiran dan budaya asing semisal sekularisme, liberalisme, perayaan Halloween dan sejenisnya. Sebab mereka paham yang demikian itu termasuk tasyabbuh bil kuffar alias menyerupai kaum kafir dan haram untuk diikuti. Mereka juga akan lebih peka terhadap permasalahan umat. Negara juga akan menjaga generasi dengan mengendalikan media. Media dalam sistem Islam digunakan untuk memberikan pendidikan bagi umat, menjaga akidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan ditengah masyarakat. Sehingga konten yang memuat segala yang merusak akhlak dan agama akan dilarang tayang. Dengan demikian generasi muslim akan terjaga dari pemikiran dan budaya barat serta memegang teguh syariat Islam.
Maka dari itu, hanya sistem Islamlah yang mampu membina generasi menjadi generasi mulia, peduli dan peka terhadap permasalahan umat. Sehingga mereka akan terhindar dari kejadian-kejadian tragis yang merenggut nyawa dengan sia-sia.
Wallahu a’lam bish shawab.
Leave a Reply