MA Tolak Kasasi Moeldoko, Demokrat: Modal Jemput Kemenangan 2024
Terasjabar.co – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Moeldoko melawan Menkumham karena menolak pendaftaran Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang. Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengaku bersyukur atas keputusan MA.
“Partai Demokrat bersyukur dan mengapresiasi Mahkamah Agung dan majelis hakim yang telah memeriksa perkara ini dengan adil dan sesuai dengan hukum,” kata Riefky dalam keterangan tertulis, Senin (3/10/2022).
Riefky menyebut kunci kemenangan selama ini tidak lepas dari peran seluruh kader Partai Demokrat, khususnya ketua DPD dan DPC se-Indonesia. Putusan ini, kata dia, harus menjadi momentum untuk fokus menjemput kemenangan di 2024.
“Soliditas dan loyalitas kader terbukti menjadi kunci utama mempertahankan kedaulatan partai. Ini harus menjadi modal dasar menjemput kemenangan di 2024,” ujar Riefky yang menjabat Wakil Ketua Komisi I DPR RI.
Dalam keterangan ini, langkah hukum kubu Moeldoko disebut sudah 16 kali ditolak, mulai dari ditolak Menkumham, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi Jakarta, PTUN Jakarta, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), permohonan ‘Judicial Review’, sampai di Mahkamah Agung.
Duduk sebagai ketua majelis Irfan Fahruddin dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan is Sudaryono. Adapun panitera pengganti yaitu Joko Agus Sugianto.
Sebagaimana diketahui, Moeldoko menggugat Menkumham Yasonna Laoly karena menolak pendaftaran pengurus Partai Demokrat hasil acara yang diklaim sebagai KLB. Moeldoko menggugat Yasonna terkait Surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH.UM.01.01-47 perihal Jawaban atas Permohonan kepada: 1. Jenderal TNI (Purn) Dr H Moeldoko MSi. 2. drh. Jhonny Alen Marbun, tertanggal 31 Maret 2021.
Namun gugatan yang diajukan ke PTUN Jakarta itu kandas. Majelis PTUN Jakarta menilai tidak berwenang mengadili kasus itu.
Majelis menyatakan apabila Peradilan TUN memasuki persoalan perselisihan yang masih harus diputus secara internal kepartaian, langkah seperti ini, selain akan cacat yuridis dan menimbulkan anomali hukum–karena pengadilan tidak berwenang memasuki atau mencampuri kewenangan institusi lain–dapat dipastikan langkah ilegal seperti itu akan menutup peluang bagi penguatan kelembagaan dan otonomi setiap parpol dalam penyelesaian perselisihan internal parpol secara cepat, sederhana dan berkepastian hukum.
“Dalam suatu kondisi yang masih mengandung kontroversi atau perselisihan, benar-tidaknya pendapat dan pemaknaan akibat hukum dari KLB Deli Serdang sebagaimana dimaksudkan di atas justru menurut tafsir Pengadilan TUN di sini adalah menjadi isu hukum yang semestinya diputuskan keabsahannya oleh institusi-institusi sebagaimana dimaksud UU Parpol,” beber majelis.
Leave a Reply