DPRD Jabar Belum Berencana Bahas Pemisahaan Kebudayaan dari Disparbud

Terasjabar.co – DPRD Provinsi Jawa Barat saat ini belum berencana membahas pemisahan antara bidang kebudayaan dan pariwisata dalam Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jabar.

“Masalah ini pembahasannya panjang. Karena ada maksimal jumlah perangkat daerah sesuai UU yang mengatur organisasinya. Juga banyak faktor lain Yang perlu dibahas,” kata Wakil Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi, Minggu (7/6/2020).

Menurutnya, jika ada perubahaan organisasi perangkat daerah, biasanya dibahas dalam panitia khusus (pansus). Pembahasannya pun mencakup seluruh perangkat daerah, bukan hanya kebudayaan.

“Tahun ini 2020 ini kami belum ada rencana untuk membahas agenda tersebut,” ujarnya singkat.

Seperti diketahui, wacana pemisahan kebudayaan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat kembali mencuat. Sejumlah seniman dan budayawan Jawa Barat pun memberikan komentar soal wacana tersebut. Seperti diungkapkan koreografer seni tradisi, Mas Nanu Muda.

Ia mengatakan, adanya pemisahan Dinas Kebudayaan tersendiri, tidak disatukan dengan Pariwisata, justru akan semua unsur yang terkait dengan kebudayaan akan terakomodir baik yang berkaitan kebudayaan sebagai konsep gagasan/ide/sistem budaya/wujud gagasan/ (nilai-nilai budaya, Filosofi).

“Dengan adanya Dinas Kebudayaan berarti adanya pengelompokan atau pemetaan kebudayaan, yakni kebudayaan yang berkaitan dengan nilai-nilai lama(buhun/resibioculture), kebudayaan yang berkaitan dengan nilai kebudayaan dominan (budaya dominan/dominan culture), dan kebudayaan yang berkaitan dengan nilai-nilai baru (nilai-nilai budaya baru/enerzingculture),” jelasnya.

Sementara pemerhati seni tradisi yang juga Wakil Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Suhendi Apriyanto mengungkapkan, jika penanganan ‘kebudayaan’ harus dipisahkan dari Dinas Kepariwisataan, sebetulnya ada dua alasan yang menguatkan hal tersebut.

Pertama, pemahaman kebudayaan yang selama ini ada di kalangan birokrat cenderung sempit, mengingat yang dimaksud kebudayaan hanya soal ‘kesenian’ saja.

Ke dua, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, jelas Suhendi, sudah sangat jelas aspek dominan kebudayaan itu harus ditangani secara serius dan berkesinambungan.

Mengingat orientasi UU tersebut tertuju kepada 4 pilar, yaitu: (1) perlindungan, (2) pengembangan, (3) pemanfaatan, serta (4) pembinaan. Dari ke empat pilar sebagai domain Undang-undang tersebut dilahirkan, kegiatan pariwisata hanya satu pilar saja, yakni kegiatan pemanfaatan, sementara lainnya adalah domain kegiatan kebudayaan.

“Nah, sudah seharusnya dengan dua alasan tersebut kebudayaan mesti terpisah dari pariwisata,” tegasnya.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

four − two =