Bandung Juara Satu Kota Termacet

Oleh:
Ina Agustiani, S.Pd.
(Penikmat Literasi)

Terasjabar.co – Memiliki transfortasi yang layak dan murah adalah impian semua rakyat, disertai dengan teknologi dan tata kota yang baik adalah cara mempermudah terhindar dari keruwetan jalanan. Eropa sebagai pusat impian transfortasi untuk masyarakat dunia ketiga padahal dulu Islam sudah lebih dulu menciptakannya.

Status Kota Bandung sebagai kota termacet nomor 1 di Indonesia rupanya disampaikan oleh Ketua DPRD Kota Bandung Asep Mulyadi, selain itu oleh lembaga TomTom Trafic sebagai kota termacet di Indonesia, dan 12 kota termacet di dunia. Menurutnya ini disebabkan karena jumlah kendaraan yang sangat besar. Beliau berujar masalah macet memang jadi masalah hampir di semua kota besar termasuk Bandung karena ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan dengan perkembangan jalan.

Selain itu menurut pengamat Ekonomi Universitas Pasunda, Acuviarta Kartabi kemacetan terjadi terutama pada jam kerja (office hour), menandakan aktivitas ekonomi tinggi di suatu kota, macet parah menimbulkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, mempengaruhi waktu tempuh, ini sudah berlangsung selama 20 tahun dan belum ada solusi signifikan yang mendasar.

Faktornya lainnya karena Bandung menjadi kota Pariwisata sehingga banyak wisatawan yang datang, apalagi jika saat week end macet dimana-mana, perlu penanganan petugas dari kepolisian maupun Dinas Perhubungan di titik rawan macet untuk mengurai dan menertibkan parkir liar yang sering menimbulkan kemacetan.

Karena itu perlu perlu rekayasa arus lalu lintas di perlintasan kereta api dengan cara dibangun flyover, dan ketersediaan angkutan umum yang aman, nyaman untuk menarik warga agar beralih dari kendaraan pribadi ke umum. Karena faktanya kendaraan umum belum memenuhi standar kenyamanan. Jika masalah kemacetan diselesaikan serius, ekonomi Bandung akan mengalami percepatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Daya Tarik Perkotaan

Masalah kemacetan memang tak serta merta hanya melibatkan satu aspek, tapi dari semua aspek. Masalah infrastruktur, belum meratanya kesuksesan yang tidak bisa didapat di kampung atau kota kecil. Jadi semua tumpah ke kota besar, ditambah tidak ada kebijakan atau penyesuaian kendaraan pribadi, yang seharusnya bisa ditangani kendaraan umum, itulah hasil akhirnya adalah kemacetan.

Nyatanya sejak Indonesia merdeka, negara ini sudah “take in contract” akan dikapitalisasi menjadi negara pengimpor kendaraan dari negara asal pembuatnya, yakni Eropa dan Jepang. Khususnya negara dunia ketiga harus menerima suplai terus menerus penambahan kendaraan. Negara pembuatnya minim polusi, minim kendaraan pribadi, sesuai standar estetika sebuah kota. Negara miskin dan berkembang semakin macet, polusi tinggi, kemacetan menjadi masalah utama negara yang tak akan pernah selesai. Jadi ini adalah permainan dari founding father yang tersistematis dalam level internasional.

Begitupun kehidupan metropolitan punya daya tarik untuk para pengejar mimpi berhasil di kota besar. Perspektif ini yang dibangun bahwa kesuksesan lebih cepat jika tinggal di ibu kota dan ini sudah pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Kota pun dinilai dapat memberikan kesempatan kerja yang luas dibanding desa. Kota sejuta mimpi mendorong urbanisasi berduyun-duyun masyarakat datang ke kota daripada terkungkung di desa terjadilah urbanisasi. Dan juga pada kawasan industralisasi dan infrastruktur sangat menunjang mobilitas masyarakat untuk bekera.

Solusi yang ada pun hanya parsial, penambahan flyover, sistem ganjil genap dan lainnya tidak akan menyentuh akar dari permasalahan kemacetan. Itulah skema dari sistem kapitalis aturan dibuat tetapi tidak menimbulkan efek jera dan hanya menyelesaikan sebagian lain muncul masalah satunya.

Pengaturan Sistem Transportasi dalam Islam

Ruwetnya transportasi saat ini karena paradigma yang diciptakan sistem kapitalis yang orientasinya adalah materi segelintir pihak alias bisnis. Beda dengan Islam, karena berdiri di atas asas keimanan dan ketakwaan pada Allah dalam rangka pelayanan kepada rakyat, dorongan semacam ini yang menjadi dasar tanggung jawab penguasa pada rakyatnya. Hadirlah fasilitas publik murni untuk rakyat bukan bisnis.

Begitupun dengan transportasi, sampai dalam sebuah kisah Khalifah Umar bin Khaththab ra. Berkata “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’”itulah jika keimanan dijadikan dasar yang dipakai kepala negara. Dalam alat transportasi ada kisah Khalifah Sultan Abdul Hamid II membangun kereta perjalanan Istanbul-Madinah dengan nama “Hijaz” gunanya khusus para peziarah ke Mekah supaya lebih cepat, efisiensi waktu dan murah, sayangnya kini jalurnya Hijaz ditutup dengan alasan diplomasi negara.

Pengelolaan transportasi ini harus berkualitas, aman dan murah bagi rakyatnya butuh biaya besar, dan Islam punya mekanismenya, yakni Baitulmal. Disana ada kas negara yang diperoleh dari pos pemasukan seperti penerima zakat, fa’I, kharaj, jizyah dan pengelolaan harta kepemilikan umum dan negara. Dengan pos ini lebih dari cukup untuk menghadirkan layanan transportasi yang layak, jauh dari kata mahal karena dibisniskan oleh pengusaha dan penguasa. Disertai individu yang taat pada Allah sehingga semua kebijakan orientasinya adalah akhirat. Wallahu A’lam.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 × four =