Judol di Jabar Menyasar Semua Kalangan
Oleh:
Laela Faridah, S.Kom.I.
Terasjabar.co – Maraknya penyedia jasa judol tidak lepas dari kondisi masyarakat yang membutuhkan pinjaman untuk kebutuhan sehari-hari. Ada yang karena tekanan ekonomi. Ada pula yang memang untuk membiayai gaya hidup. Jalan pintas ini dipilih demi bertahan hidup. Ditambah lagi dengan adanya judol dan pinjol menjadi harapan bagi masyarakat karena prosesnya mudah, cepat, uang pun cair dalam hitungan jam begitu menggiurkan masyarakat terlebih lagi dalam kondisi sulit sekarang.
“Data menunjukkan bahwa Jawa Barat menjadi wilayah dengan jumlah pengguna judi online tertinggi di Indonesia. Sebanyak 4 juta orang terlibat dalam judi online, dengan transaksi mencapai Rp.328 triliun, tersebar dalam 168 juta transaksi dan pelaku judi online berasal dari berbagai kalangan, mulai dari petani, guru, ibu rumah tangga, bahkan anak-anak dibawah usia 10 tahun” menurut Dita Apriyanti dari Unit Sistem Pembayaran Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) wilayah Cirebon. (beritasatu.com)
Persoalan judol sebenarnya bukan hal baru di negeri ini. Hanya saja , memang kasusnya makin merebak ke semua kalangan, termasuk anak-anak dan memunculkan berbagai persoalan di tengah-tengah masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa maraknya judol hari ini bukan semata karena masalah kemiskinan, tetapi lebih dari itu. Gaya hidup hedonistic masyarakat negeri ini sudah semakin parah, budaya flexing di media social pun sudah menjadi hal yang lumrah. Akhirnya, judol yang dipilih sebagai jalan pintas, ingin cepat kaya tanpa perlu kerja keras.
Maraknya judol ini memang tidak bisa dilepaskan dari karut marutnya system kehidupan yang kini sedang dijalankan yaitu kapitalisme yang tegak diatas asas sekulerisme yang menafikan peran agama dalam pengaturan kehidupan. Selain itu, lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam kaffah sehingga mudah menyerah pada keadaan, bahkan terjerumus dalam kemaksiatan.
Berbagai permasalah yang berakar pada rusaknya sistem kehidupan yang dianut menjadikan rakyat mengambil jalan pintas, disatu sisi mudah terbujuk oleh iming-iming judol yang sebenarnya juga penuh spekulasi. Di sisi lain, para pemilik akun judol pun mengambil cara mudah untuk mendapatkan uang atau materi, tanpa berpikir yang mereka lakukan itu merugikan orang atau tidak, sesuai Syariah atau tidak, semua dilakukan semata agar bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya materi demi bisa hidup enak.
Berbeda dengan kapitalisme, system Islam tegak di atas paradigma yang shahih, yakni pemikiran mendasar yang meyakini bahwa di balik alam, manusia dan kehidupan ada Allah Swt Al-Khalik Al-Mudabbir. Hakikat kehidupan manusia terkait dengan misi penciptaan sebagai khalifatullah fil-ardh yang suatu saat nanti pada kehidupan akhirat akan dimintai pertanggungjawaban sekaligus diberi balasan setimpal atas apa yang telah dilakukan. Pemikiran inilah yang akan mencegah seorang muslim melakukan pelanggaran terhadap syariat Islam termasuk judol.
Selanjutnya, sebuah ikhtiar untuk bisa bertahan hidup bisa ditempuh dengan individu yang bertaqwa. Masyarakat yang cinta ber amar ma’ruf nahyi munkar dan tentu saja pemerintah yang menerapkan hukum yang solutif dan berkah yaitu hukum halal haram dari aturan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Yang tak kalah penting adalah negara, negara adalah pihak yang paling bertanggungjawab dalam persoalan masyarakat, hingga individu per individu. Dalam Islam, negara sebagai raa-in, kepala negara harus melindungi rakyatnya dari segala mara bahaya. Ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. Kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat atas amanah kepemimpinannya itu. Rasulullah saw bersabda, “Al-imam adalah raa-in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Leave a Reply