Komisi V DPRD Jabar Minta Pemprov Tak Sembarangan Tentukan Zona Covid-19
Terasjabar.co – Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat Dadang Kurniawan mendesak pemerintah provinsi (Pemprov) untuk mengubah kebijakan, dalam menentukan zona terkait pandemi Covid-19.
Dia mengatakan, penentuan status wilayah berupa zona merah, kuning, hijau dan hitam, yang didasari setelah adanya pemeriksaan swab dan rapid tidak adil. Sebab pemeriksaan yang menjadi tolok ukur, tidak dilakukan secara merata di tiap daerah. Akibatnya, wilayah yang tidak disertakan dalam pemeriksaan serta merta dianggap zona hijau.
Dikhawatirkan hal tersebut kata Dadang, membuat masyarakat menjadi acuh tak acuh dalam mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan. Lantaran beranggapan bahwa daerahnya aman, karena dinyatakan oleh pemerintah berada di zona hijau. Dia berharap, ada evaluasi dalam penentuan zona tersebut dalam upaya menekan penyebaran Covid-19.
“Dari hasil studi banding kami beberapa waktu lalu di Semarang, Jawa Tengah. Fokus penanganan Covid disana, pertama adalah tentang penentuan status wilayah. Mereka yang dulunya sempat di urutan pertama paling banyak korban, akhirnya bisa berkurang karena tahapan pemeriksaan yang mereka lakukan. Ini bisa jadi bahan evaluasi kita bersama, tentang penentuan wilayah. Intinya, indikatornya apa?,” ujar Dadang.
“Di kita ini, penentuan zona. Seperti zona merah, apabila ada kasus yang ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan. Terus untuk wilayah yang tidak tersentuh pemeriksaan, dianggap tidak ada kasus dan masuk ke zona hijau. Itu kan tidak adil. Dasar penentuan zona harus jelas. Apa benar karena enggak ada kasus? Kalau tidak di tes, diperiksa. Ya tidak akan ditemukan kasus. Harusnya pemeriksaan dilakukan merata. Jadi biar jelas, mana yang merah dan hijau. Kalau seperti sekarang ini, ya akhirnya karena tidak ada pemeriksaan dan dianggap zona hijau. Masyarakatnya takutnya jadi cuek. Ini harus di evaluasi,” imbuhnya.
Selain itu, Dadang menilai juga perlu ada uji tes pemeriksaan pembanding untuk memastikan apakah masyarakat yang diuji sebelumnya benar terpapar Covid-19 atau tidak. Mengingat sejauh ini, kata dia masih sering terjadi perbedaan hasil antara alat yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan alat dari perusahaan medis swasta.
“Kemudian soal alat uji. Harus ada alat tes pembanding. Ini juga jadi persoalan. Jangan seperti yang sering terjadi. Salah satu contohnya waktu di DPRD. Ada yang dinyatakan positif tetapi setelah cek di luar negatif. Menurut saya harus ada dari independen atau swasta yang mampu mengimbangi alat dari Dinkes. Sebagai pembanding keakuratannya,” lanjut Dadang.
Tidak lupa, Dadang juga meminta kepada pemerintah untuk terus memberikan edukasi selama Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dilakukan, akan bahaya Covid-19 agar masyarakat tidak terlena dan beranggap permasalahan ini sudah berakhir. Sampai nanti betul-betul sudah ditemukannya vaksin atau obat, yang bisa menghentikan laju penyebaran pandemi tersebut.
“Saya juga meminta kepada pemerintah, untuk harus jujur kepada masyarakat. Kalau ini membahayakan, ya sampaikan apa adanya. Kalau kena, ya bagaimana mengatasi dan mencegah penularannya. Harus ada edukasi terus menerus, jangan sampai masyarakat kita terlena. Jangan sampai ada anggapan, AKB ini dilakukan karena masalah Covid-19 ini sudah selesai. Tetap harus ada kampanye besar-besaran. Ini juga menjadi bahan evaluasi kita. Intinya kita harus terus bergerak mencari cara mengatasinya dan mencegahnya. Jangan baru bergerak ketika ada kasus dulu,” tandasnya.
Leave a Reply