Kisah Jenal Sang Penyadap Aren Dari Desa Sari Mukti-Tasikmalaya

Terasjabar.co – Jenal (45 Tahun) dan Wiwin (42 Tahun) suami istri warga Kampung Pasir Peer, Dusun Cibungur, Desa Sari Mukti, Kecamatan Karang Nunggal, Kabupaten Tasikmlaya merupakan salah satu keluarga yang sehari-harinya bekerja sebagai petani dan pengrajin gula aren.

Jenal memiliki banyak pohon aren, dan saat ini yang sedang di sadap ada 9 pohon. Hasil dari sadapan ini biasanya menghasilkan 7 bonjor gula aren. Satu bonjor gula aren berisi 10 gandu gula dengan berat sekitar 1,2 kg dan biasanya dihargai Rp 20.000,-per bonjor.

“Untuk menyadap aren ini harus dilaksanakan tepat waktu yaitu kalau pagi harus sudah dapat di turunkan dari pohonnya sebelum matahari bersinar, begitu juga sore harinya sama di turunkan sebelum matahari terbenam. Karena jika terlambat mengambil hasil sadapan, air nira akan berubah menjadi asam cuka dan tuak”, demikian diungkapkan Jenal mengawali perbincangan dengan Terasjabar.co, di dapur rumahnya. Rabu (19/02/2020).

Lebih lanjut dikatakan Jenal bahwa pengetahuan dan kebiasaan menyadap dan mengolah hasil sadapan gula aren asli didapatnya hasil secara turun temurun dari kakek buyutnya.

“Pohon aren mulai bisa di sadap pada usia 5 tahun dan puncak produksinya antara usia 10-20 tahun, itu bisa menghasilkan 15-20 liter nira aren tiap hari (pagi dan sore). Cara menyadap pohon aren adalah bagian pohon aren yang di sadap adalah tangkai bunga jantan. Kucuran air nira ini di tampung dalam bumbung/Lodong (batang bambu yang panjangnya antara 1-1,5 meter). Keberadaan pohon Aren waktu dulu tidak di tanam oleh manusia tapi hasil pekerjaan musang, makanya tumbuhnya tidak beraturan. Alhamdulillah sekarang sudah mulai banyak yang menjadi penangkar/pembibitan pohon Aren, yang dikembangkan/ditanam baik di lahan perorangan maupun di lahan perhutani”, jelas Jenal.

Menjawab pertanyaan Terasjabar.co mengenai suka dukanya dalam menyadap pohon aren, Jenal mengatakan bahwa menyadap aren tidak semua orang dapat melakukannya karena menyadap pohon aren memerlukan keterampilan, kesabaran dan ketekunan.

“Petani-petani itu turun dan naik melalui sebuah batang bambu yang di lubangi sebagai tempat pijakan yang sering disebut sigay. Pada saat naik dan turun jempol kaki kiri dan kanan yang menjadi pijakan di lubang bambu-bambu itu. Bukan telapak kaki yang menapak pada bambu seperti jika kita memanjat pohon kelapa. Menjadi tukang sadap Pohon Aren sampai saat ini masih dilakukan perorangan belum ada Kebun Pohon Aren seperti Perkebunan Kelapa dan Perkebunan Sawit yang dikelola oleh Perusahaan perkebunan, dimana para karyawan/petani di perkebunan mungkin lebih terjamin kesejahteraannya bahkan mungkin sudah di Asuransikan oleh perusahaannya”, ungkapnya.

“Sedangkan petani penyadap pohon Aren milik perorangan kesejahteraan dan keselamatannya belum ada yang menjamin. Padahal dalam melakukan pekerjaannya petani/penyadap Pohon Aren mempertaruhkan jiwanya, karena kebanyakan saat ini keberadaan Pohon Aren berada di bukit-bukit dan tebing-tebing dan lembah yang curam, dan jam kerja untuk mengambil hasil sadapannya dilaksanakan pada waktu-waktu rawan kecelakaan akibat licin dimana pengambilan pagi di lakukan harus sebelum matahari bersinar, dimana waktu itu keadaan bambu alat pemanjat/sigay dalam keadaan licin demikian juga pada sore harinya diambil pada waktu sebelum matahari terbenam. Apalagi kalau waktu musim hujan, selain jiwa nya terancam jatuh terpeleset juga yang sangat dikhawatirkan para penyadap pohon aren ada petir, karena tidak sedikit, pohon kelapa dan pohon Aren yang tersambar petir, mudah-mudahanan kedepan setelah pohon aren banyak tumbuh di Jawa Barat dan saat ini sedang di kembangkan oleh kelompok petani dan di LMDH, nantinya para petani/penyadap pohon aren mendapat perhatian dari pemerintah baik untuk pembinaannya maupun untuk permodalanya”, tegas Jenal.

Sementara itu, salah seorang penangkar bibit Pohon Aren Muhmad Rizal Badru Zaman atau yang sering dipanggil Kang Rizal, bahwa Gula Aren saat ini sudah menjadi komoditi yang prospeknya sangat menjajikan.

“Karena dari gula aren, saat ini sudah dapat dikembangkan menjadi gula semut. Gula semut ini setelah dikemas dengan menarik bisa menjadi sovenir atau buah tangan bagi para wisatawan khususnya wisatawan mancanagara”, katanya.

Melihat peluang ini pihaknya bekerjasama dengan teman-teman penggiat lingkungan dan seni budaya telah membuat penangkaran/pembibitan pohon aren.

“Mudah-mudahan satu tahun kedepan bibit pohon aren mudah didapat. Saat ini penanaman pohon aren sudah dilakukan secara besar-besaran oleh para penggiat lingkungan di Tasikmalaya, mudah-mudahan 5 tahun kedepan Tasikmalaya akan menjadi kabupaten penghasil gula aren terbesar di Jawa Barat”, kata Rizal. ***Ocid Sutarsa

Bagikan :

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *