Tak Ada Caleg Mantan Napi Korupsi di Jabar, Pemilih Tetap Harus Waspada
Terasjabar.co – Meskipun di Jawa Barat tidak terdapat calon anggota legislatif yang mantan koruptor, tetapi para pemilih tetap harus mewaspadai calon-calon legislatif yang menjadi peserta Pemilihan Umum 2019.
Setidaknya, para pemilih lebih aktif mengecek jejak rekamnya sehingga dapat memilih calon yang berkualitas dan amanah dalam mewakili rakyat.
Menurut Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati, selama tahapan kampanye pada 4 bulan terakhir, masih tampak caleg-caleg yang mesti diwaspadai.
Ia mengatakan masih ada caleg yang melegalkan politik uang serta materi lainnya.
“Untuk menarik simpati pemilih, cara-cara yang diharamkan tetap dilakukan. Money politik juga tidak hanya dalam bentuk uang tapi juga materi lainnya yang tidak diatur dalam aturan perundang-undangan,” ujarnya, Minggu (3/2/2019).
Neni menyebutkan money politic juga ada yang dalam bentuk jasa. Caleg-caleg di Pemilu 2019, ada juga yang tujuannya untuk mempengaruhi dan menjanjikan kepada pemilih dengan menggunakan money politic bentuk jasa seperti pembagian kartu sehat dan hal lainnya.
“Kasus dugaan money politic ini sudah ada yang diproses. Contohnya di Kab.Cianjur kena vonis 6 bulan karena membagi-bagikan sembako,” ucapnya.
Neni menyebutkan masyarakat harus waspada dan berhati-hati ketika ada caleg yang membagikan sembako dengan ditempeli stiker. Itu sudah masuk dalam kategori materi lainnya.
Bagi-bagi uang dan sembako
Caleg berikutnya yang harus diwaspadai adalah caleg petahana yang menggunakan fasilitas negara dalam berkampanye. Inilah yang sulit dibedakan ketikan calon petahana tengah reses.
“Kalau dia reses tapi tidak membagikan bahan kampanye itu kita anggap sebagai reses. Tapi kalau dalam reses itu caleg membagikan bahan kampanye maka sudah masuk kategori kampanye dan menggunakan fasilitas negara meskipun tidak ada STTP,” kata Neni.
Ditambah lagi, kata Neni, bila si caleg petahana juga membagikan bahan kampanye dan materi lain seperti uang atau sembako. Hal itu telah dikategorikan pelanggaran kampanye.
Akan tetapi, menurut Neni, sejauh ini pengawasan terhadap reses masih sangat lemah, karena masyarakat juga kadang tak mampu membedakan mana reses dan mana kampanye. Sejauh ini yang melakukan reses pun jarang caleg untuk memberitahukan kepada pengawas pemilu.
Caleg berikutnya yang harus diwaspadai adalah caleg yang menggunakan agama sebagai komoditas politik. Dikatakan Neni, banyak caleg yang tujuannya menghadiri pengajian yang diundang oleh warga, tapi ujung-ujungnya malah berkampanye.
“Padahal kita tahu dalam UU Pemilu bahwa kampanye di tempat ibadah itu dilarang,” ujarnya.
Reses harus diawasi
Lebih lanjut Neni mengatakan agar penyelenggara Pemilu mendorong caleg petahana untuk memberitahukan jadwal resesnya kepada KPU dan ditembuskan ke Bawaslu. Hal itu dapat mempermudah pengawas pemilu untuk melakukan pengawasan di lapangan, karena potensi berkampanyenya sangat tinggi.
Kedua, pengawas pemilu harus melakukan pengawasan yang ekstra ketat kepada caleg-caleg petahana terutama yang melakukan pertemuan terbatas dengan masyarakat. Menurut Neni, hal itu dilakukan agar pengawas pemilu dapat membedakan caleg yang reses dan kampanye.
“Ketika reses, baiknya pengawas pemilu melakukan tindakan pencegahan terlebih dahulu seperti mengimbau kepada caleg tersebut untuk tidak membagikan bahan kampanye apapun dan menjanjikan atau mempengaruhi pemilih,” ucapnya.
Neni mengatakan ketika bentuk pencegahan sudah dilakukan, tapi caleg tersebut tetap melanggar, maka langsung saja tindak tegas. Karena hal ini bisa masuk dalam pelanggaran tindak pidana pemilu.
Leave a Reply