Bullying Merajalela, Pendidikan Kehilangan Fungsional

Oleh:
Nunung Nurhayati
(Aktivis Muslimah)

Terasjabar.co – Seorang santri di Aceh Besar ditetapkan sebagai tersangka kasus terbakarnya asrama pondok pesantren tempat dia belajar. Sang santri disebut sengaja membakar asrama lantaran sakit hati karena kerap menjadi korban bullying oleh rekan-rekannya (beritasatu.com, 8/11/2025).

Seminggu kemudian, insiden ledakan terjadi di SMA 72 di Jalan Prihatin Nomor 87, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Jumat siang (7/11). Seorang siswa SMA 72, Kelapa Gading mengatakan, seorang siswa yang diduga sebagai pelaku ledakan, terindikasi merupakan korban perundungan atau bullying (cnnindonesia.com, 8/11/2025).

Dua kejadian yang berbeda, namun berakar dari konflik yang sama. Bullying, memang bukan hal yang asing. Ia acap kali menjelma di ibu kota sampai ke pelosok desa. Bullying kerap dijadikan bahan candaan hingga kebiasaan yang dinormalkan. Hal ini menjadi bukti telak akan hadirnya krisis adab dan problem sistemik didalam dunia pendidikan.

Hadirnya media sosial bahkan memperparah aksi para pelaku bullying. Media sosial juga disinyalir menjadi rujukan para korban bullying untuk melancarkan aksi dendam. Lantas semua ini salah siapa? Miris memang, disaat tindakan kriminal dilakukan para korban bullying, terlebih hal itu terjadi di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman para generasi dalam belajar.

Hal ini memperjelas bahwa sistem pendidikan hari ini telah kehilangan fungsionalnya. Paradigma kapitalistik sekuler dalam sistem pendidikan, tak mampu melindungi generasi. Maraknya kasus bullying di sekolah yang menyasar kaum pelajar menjadi bukti nyata akan gagalnya sistem pendidikan sekuler dalam mencetak generasi berkepribadian cemerlang.

Sistem pendidikan kapitalisme, hanya menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang berorientasi pada keuntungan finansial dan pasar tenaga kerja saja. Urusan kepribadian diserahkan kepada individu dan keluarga. Terlebih, adanya liberalisasi dalam dunia pendidikan telah membuat dilema besar para guru dalam membentuk kepribadian generasi bangsa. Kebebasan berekspresi yang didukung hukum sering menjadi tameng akan legalnya berbagai kerusakan adab dan akhlak.

Padahal, bullying bukan sesuatu yang patut dianggap wajar bahkan disepelekan. Mengingat firman Allah SWT didalam Al-Qur’an; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (TQS Al-Hujurat: 11).

Allah SWT pun telah memerintahkan; “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (TQS An-nahl: 90).

Didalam Islam, pendidikan generasi sangat diperhatikan. Bullying bahkan dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap syariat Islam. Oleh sebab itu, setiap kurikulum pendidikan Islam akan sejalan dengan syariat Islam dan berlandaskan aqidah Islam. Menjadikan abab dan akhlak sebagai dasar dari pendidikan.

Melalui pembinaan yang intensif, generasi akan ditempa agar terbentuk pola pikir dan pola sikap yang tidak melenceng dari Islam. Dengan didukung penuh oleh Negara Islam, sistem pendidikan menjadi garda terdepan dalam membentuk generasi yang kepribadian Islam.

Negara Islam akan menjadi penjamin utama pendidikan, pembinaan moral umat, dan perlindungan generasi dari kezaliman sosial. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw; “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).

Dalam pendidikan Islam, setiap pembinaan, penilaian bahkan target pencapaian tidak hanya terkonsentrasi pada nilai materi saja. Akan tetapi, didalamnya pun terkandung nilai maknawi dan nilai ruhiyah. Dengan penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh), bullying akan mampu tuntas.

Karena, syariat Islam paripurna. Ia mampu menjawab seluruh problematika kehidupan manusia. Allah SWT telah berfirman; “..Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (TQS An-nahl: 89).

“..dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS Al-Maidah: 50). Dari itu, sudah saatnya mengakhiri problem bullying dengan mengembalikan kehidupan Islam ditengah umat dan generasi. Menjadikan sistem Islam sebagai pedoman kehidupan, baik dalam ranah keluarga, pendidikan, ekonomi, politik dan lainnya.

Allah SWT berfirman; “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS Al-A’raf: 96). Allahu’alam.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 × 2 =