Refleksi Peran Santri sebagai Agen Perubahan
Oleh:
Widya Amidyas Senja
(Pendidik Generasi)
“Santri bukan hanya ahli ibadah, ia penjaga akhlak, penjaga bangsa, dan penjaga martabat manusia”
(KH. Sahal Mahfudh)
Terasjabar.co – Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional sebagai pengakuan atas peran santri dan pesantren dalam sejarah perjuangan bangsa. Tahun ini, peringatan mengangkat tema “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”.
Dalam sambutannya, Prabowo Subianto menyampaikan ucapan selamat Hari Santri Nasional Tahun 1447 Hijriyah, dalam rangka mengenang semangat juang para santri yang dengan ilmu, iman, takwa dan cinta tanah air, turut merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dilansir pada laman ksp.go.id, ia juga menegaskan “Saya percaya, santri hari ini bukan hanya penjaga moral bangsa, tetapi juga pelopor kemajuan yang menguasai ilmu agama dan ilmu dunia, yang berakhlak dan berdaya saing.” Ucapnya pada Rabu (22/10/25)
Pemerintah telah menyetujui pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai bentuk perhatian strategis terhadap penguatan pondok pesantren. Hal ini menunjukkan bahwa peringatan Hari Santri mendapatkan sorotan nasional, dan santri serta pesantren diposisikan sebagai bagian dari strategi pembangunan moral dan kemajuan bangsa.
Namun, meskipun panggung simbolik dan retoris bagi santri semakin terbuka, beberapa persoalan substantif masih menghambat peran mereka sebagai agen perubahan yang sejati. Peringatan Hari Santri kerap dimeriahkan dengan dominasi seremonial saja seperti upacara, kirab, pembacaan kitab, dan festival sinema. Namun, aktivitas seremonial yang kuat ini belum selalu ditautkan dengan transformasi struktural yang mendalam dalam dunia santri dan pesantren. Peran strategis seperti pengembangan ilmu, sosial-ekonomi dan kepemimpinan publik masih belum secara konsisten diperkuat.
Saat ini, pujian terhadap santri sebagai penjaga moral dan pahlawan masa lalu, justru memperlihatkan jarak antara narasi dan implementasi yang dengan kata lain pujian tersebut hanyalan sebatas narasi heroik tanpa kebijakan sejajar. Santri dijadikan simbol moderasi dan agen pemberdayaan ekonomi, namun kurang diarahkan menjadi agen perubahan yang kritis terhadap sistem, terutama dalam menghadapi penjajahan gaya baru berupa ketimpangan ekonomi, dominasi budaya dan sistem tanpa akhlak.
Peran Santri yang Terbatas dalam Agenda Sistemik
Sistem pendidikan pesantren masih berkutat pada rutinitas kitab kuning dan tradisi yang belum sepenuhnya menyiapkan santri menghadapi tantangan global (digitalisasi, ekonomi global, perubahan sosial). Di sisi lain, santri belum secara penuh dilibatkan dalam agenda kebijakan nasional yang lebih besar, sehingga potensi mereka sebagai penggerak peradaban masih belum maksimal.
Dengan demikian, peringatan Hari Santri tahun ini menghadirkan paradok, di satu sisi pengakuan dan apresiasi meningkat; di sisi lain, visibilitas peran santri sebagai agen perubahan sistemik masih lemah. Bila tidak dipenuhi dengan kebijakan dan institusi yang mendalam, maka tema “aktivasi santri” berisiko menjadi retorika semata.
Meski pemerintah menjalankan berbagai program bantuan, persoalan belum tuntas karena banyak kebijakan bersifat kuratif (mengobati akibat), bukan kausatif (menyelesaikan akar masalah). Beberapa akar masalah yang seharusnya menjadi fokus pemerintah adalah:
- Paradigma Ekonomi kapitalistik: Sistem yang mendorong liberalisasi ekonomi dan komersialisasi sektor vital membuat akses ekonomi tidak merata, masyarakat menjadi sangat kompetitif dan materialistik, negara terlalu bergantung pada korporasi besar.
- Pengelolaan Sumber Daya Alam: SDA strategis masih banyak dikuasai swasta/asing, bukan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
- Sekularisasi ruang publik: Nilai agama belum sepenuhnya menjadi dasar kebijakan dan tata laku kolektif; ia hadir lebih sebagai ritual spiritual, belum sebagai guidance tata sosial dan ekonomi.
- Orientasi Pendidikan: Pendidikan menekankan aspek kompetitif dan teknokratis, bukan pembentukan karakter kuat dan visi pengabdian sosial. Dengan kata lain, bangsa ini tengah menghadapi problem sistemik, bukan sekadar persoalan teknis.
Solusi Islam Paripurna
Untuk menjadikan santri benar-benar menjadi agen perubahan dan pesantren berfungsi sebagai pilar peradaban, pendekatan Islam secara paripurna sangat diperlukan, yakni sistem nilai yang menyeluruh, mulai dari: akidah, ibadah, muamalah hingga pembangunan masyarakat.
Secara paripurna Islam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi dengan cara:
- Pembekalan Ilmu dan Karakter Santri
Islam memandang ilmu dan akhlak sebagai fondasi kekuatan umat. Sebagaimana firman Allah Swt.: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak (ada) dari tiap-tiap golongan di antara mereka sebagian untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepada mereka, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS At-Taubah :122) - Pendidikan Pesantren Berbasis Peradaban Islam
Pondok pesantren harus berkembang dari sekadar tempat pendidikan tradisional menjadi lembaga inovasi peradaban: riset, kewirausahaan berbasis syariah, teknologi bermoral, serta jaringan nasional‐internasional. Dengan demikian, pendidikan di pesantren harus menginternalisasi nilai-nilai keadilan, kemitraan, pengabdian kepada masyarakat. - Negara sebagai Penanggung Jawab Sistem
Negara mempunyai kewajiban untuk menjamin kelangsungan pendidikan, pesantren, dan pemberdayaan umat. Islam menempatkan negara sebagai pengatur yang adil. Dalam konteks ini, penganggaran memadai untuk pesantren, pembentukan regulator yang menghormati otonomi pesantren, fasilitasi riset dan jejaring internasional, serta pelibatan santri dalam kebijakan publik. Firman Allah Swt. dalam mengatur aspek keadilan ekonomi Islam: “Supaya harta itu tidak beredar di kalangan orang kaya saja di antara kamu.” (QS Al-Hasyr : 7) - Ekonomi Umat dan Keadilan Sosial Berbasis Syariah
Santri dan pesantren harus berperan aktif dalam ekonomi umat: wirausaha syariah, wakaf produktif, serta zakat yang memberdayakan. Sistem ekonomi Islam menolak eksploitasi dan kesenjangan. Dengan demikian, santri bukan hanya menjadi penerima bantuan, tetapi pelopor ekonomi keadaban. - Santri sebagai Garda Peradaban dan Penjaga Moral
Mengutip semangat jihad keilmuan dan akhlak, Allah Swt. berfirman: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami—benar-benar Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-Ankabut : 69)
Santri harus mampu menjaga moral umat, melawan penjajahan baru berupa dominasi budaya sekuler dan kapitalis, serta menjadi pelopor perubahan sosial yang berakar pada nilai Islam. Dengan mengimplementasikan solusi Islam yang paripurna, ilmu yang mencerahkan, pendidikan yang transformatif, negara yang bertanggung jawab, ekonomi yang adil, dan santri yang aktif di garda depan peradaban, maka tema “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia” bukan hanya slogan, melainkan kenyataan.
Wallahualam bishshawaab






Leave a Reply