Kampus Kelola Tambang, Quovadis Orientasi Pendidikan?

Oleh:
Ummu Fahhala
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

Terasjabar.co – Lagi-lagi, publik dikejutkan dengan pihak-pihak yang dilegalkan untuk mengelola tambang. Sebelumnya ormas diberi legalitas mengelola tambang. Kali ini publik mendapat wacana legalitas perguruan tinggi mengelola tambang. Bahkan yang sudah berjalan hingga puluhan tahun, swasta diberi legalitas menguasai hingga mengelola tambang di negeri ini melalui mekanisme kontrak karya.

Forum Rektor Indonesia menilai biaya kuliah bisa turun jika pendidikan tinggi atau kampus dapat ikut mengelola pertambangan. Wakil ketua forum Rektor Indonesia Didin Muhaffidin beralasan tambang yang dikelola perguruan tinggi dapat menjadi salah satu sumber pendapatan ketimbang menarik uang kuliah yang begitu besar dari mahasiswa.

Oleh karena itu, Didin menyatakan bahwa forum Rektor Indonesia mendukung wacana agar perguruan tinggi dapat mengelola tambang yang diusulkan masuk dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batuara (Undang-Undang Minerba) , ia menilai langkah ini sangat positif, asalkan perguruan itu telah memiliki status badan hukum (BHP) dan unit usaha sendiri. Ia melanjutkan, keterlibatan perguruan tinggi juga akan mendukung aspek keberlanjutan lingkungan. Karena, perguruan tinggi memiliki keahlian akademis terkait ekologi dan pengabdian masyarakat. (nasional.kompas.com, 22/01/2025)

Adanya pihak-pihak yang menginginkan untuk mengelola tambang menunjukkan bahwa potensi hasil pengelolaan tambang memang besar. Saking besarnya hasil tersebut, memang bisa digunakan untuk membiayai sektor pendidikan bahkan secara gratis. Tidak hanya sektor pendidikan, hasil pengelolaan tambang pun mampu untuk menyediakan layanan publik lainnya seperti kesehatan, keamanan dan semua juga bisa gratis.

Semisal tambang emas yang dikelola oleh swasta PT Freeport Mcmoran pada tahun 2023 saja bisa menghasilkan tembaga 1,65 miliar pon serta 1,97 juta ons emas dan meraup laba bersih Rp. 8,79 triliun pada 2023. Seandainya hasil keuntungan ini digunakan untuk membiayai pendidikan, tentu anak-anak bisa mengenyam pendidikan hingga tingkat tinggi dengan gratis.

Namun, menjadi sesat pikir, dikala pengelola tambang diberikan kepada swasta ormas ataupun kampus. Pasalnya, tambang adalah harta milik umum alias harta milik rakyat. Jika pengelola tambang diberikan kepada swasta ormas ataupun kampus, keuntungan itu bisa diprediksi akan lari ke kantong-kantong tertentu.

Sekalipun kampus memiliki tenaga ahli dalam mengelola tambang, mekanisme seperti ini justru semakin memperluas liberalisasi tambang. Dampaknya tidak akan mungkin muncul kesejahteraan atau pemerataan, sebagaimana yang diharapkan.

Tambang dalam Islam

Pengelolaan sumber daya alam yang benar dan syar’i hanya ada dalam sistem Islam. Dalam pandangan Islam, tambang apapun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori sebagai harta milik umum (milkiah ammah).

Dalilnya antara lain hadis Rasulullah Saw. yang dituturkan oleh Abyadh bin Hammal RA, bahwa ia (Abyad bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah Saw. untuk meminta konsesi atas tambang garam, lalu Rasulullah Saw. memberikan konsesi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah Saw. “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada Abyad? sungguh Anda telah memberinya harta yang jumlahnya seperti air mengalir atau sangat berlimpah,” mendengar itu Rasulullah Saw. lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh. Hadis riwayat Abu Daud dan At-Tirmidzi.

Secara lafaz, hadis ini memang berkaitan dengan tambang garam. Namun demikian, hadis ini mengandung makna umum yang berlaku untuk semua tambang yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak. Ini sesuai dengan kaidah usul dalam kitab Al-Mahshul fii Ilm Ushul Fiqh juz 3 halaman 125 karya Fakhruddin ar-Razi, yakni patokan hukum itu bergantung pada keumuman redaksi atau nasnya, bukan bergantung pada sebab atau latar belakangnya.

Maka jenis tambang apapun yang menguasai hajat hidup orang banyak yang jumlahnya berlimpah, haram dimiliki oleh pribadi atau swasta, bahkan haram juga diklaim sebagai milik negara. Rasulullah Saw. Bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, dalam air, padang rumput (gembalaan) dan api. Hadis riwayat Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah.

Menurut Syekh Takiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nizamul Iqtisadi bahwa peran negara dalam mengelola tambang hanya wajib sebagai pengelola saja, lalu hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Negaralah yang memiliki kewajiban mengeksplor, mengeksploitasi hingga mengelola tambang dan hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

Ada dua mekanisme distribusi hasil tambang untuk rakyat. Pertama, distribusi langsung, yakni rakyat mendapat subsidi energi seperti BBM, migas listrik dan sejenisnya. Subsidi ini bisa diberikan secara gratis atau negara menjual kepada rakyat dengan harga biaya produksi. Mekanisme distribusi ini akan membuat masyarakat bisa mencukupi kebutuhan energi mereka.

Kedua, distribusi tidak langsung, yaitu rakyat berhak mendapatkan kebutuhan umum publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis. Biaya penyediaannya diambil dari hasil tambang yang masuk ke dalam pos kepemilikan umum Baitul Mal. Demikianlah mekanisme yang benar dan syar’i dalam mengelola tambang. Semua itu bisa diwujudkan ketika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh (kafah) di dalam segala bidang kehidupan.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

three + 14 =