Keadilan dalam Sistem Demokrasi, Sebatas Ilusi

Oleh:
Putri Efhira Farhatunnisa
(Pegiat Literasi di Majalengka)

Terasjabar.co – Keadilan memang terlihat kian langka, dengan hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Siapapun yang berkuasa dapat mengendalikan hukum, dan yang memiliki kekayaan bisa membeli hukum. Nyatanya semudah itu hukum dipermainkan oleh tangan-tangan tak bertanggungjawab, sehingga keadilan pun menjadi barang mahal yang sulit didapat. Lantas di manakah keadilan yang disebut dalam sila ke-5?

Contohnya dalam kasus penganiayaan yang berujung kematian oleh pelaku Gregorius Ronald Tanur pada sang kekasih Dini Sera Afrianti. Gregorius merupakan putra dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Edward Tannur, yang telah diberhentikan sebagai buntut dari kasus ini. Kekecewaan diungkapkan oleh Dimas Yemahura, penasehat hukum keluarga korban lantaran hakim memutuskan untuk membebaskan pelaku dari hukum pidana (surabayapostnews.com, 24/7/2024).

Kasus yang ditangani tanpa keadilan sudah berulang kali terjadi di negeri kita ini, padahal katanya nusantara adalah negara hukum. Tapi nyatanya hukum dapat dikendalikan sesuka hati. Masih percayakah dengan sistem yang diterapkan? Lalu kenapa sistem yang disalahkan? Karena sistem lah yang membuka peluang itu terjadi. Berbagai kejahatan dan kecurangan diberi celah untuk muncul dalam sistem demokrasi yang berasaskan Sekulerisme-Kapitalisme ini.

Demokrasi Pintu Berbagai Kecurangan

Demokrasi adalah sistem yang dibangun di atas ideologi Sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Dengan tolak ukur perbuatan yang disandarkan pada materi atau keuntungan, pemikiran seperti ini disebut Kapitalisme di mana untung-rugi secara materi menjadi pertimbangan di setiap perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu, perihal keadilan pun akan diatur sesuai kepentingan, dipilah-pilih mana yang lebih menguntungkan. Beginilah yang terjadi ketika pengaturan kehidupan diserahkan pada manusia.

Manusia adalah makhluk yang dapat berbuat baik dan buruk, benar dan salah. Tidak ada yang luput dari dosa. Dan dalam mengambil sebuah keputusan, manusia seringkali mengikuti hawa nafsu. Terlepas dari itu, manusia merupakan makhluk dengan sifat lemah dan terbatas, ia membutuhkan makhluk lain untuk hidup karena terbatas dalam segala hal. Manusia bahkan tidak mengetahui kapan ia akan mati, atau yang akan terjadi pada dirinya sendiri di masa depan.

Maka dengan sifat-sifat manusia tersebut, jelas bahwa manusia tak berhak dan tak memiliki kapasitas untuk membuat aturan bagi kehidupan, sekalipun untuk kehidupannya sendiri. Ketika manusia mengatur kehidupan, maka kekacauan lah yang terjadi. Persis seperti sekarang ini, di mana masalah terus bermunculan tak kunjung menemukan solusi tuntas. Berbagai kebijakan yang ada hanya bersifat tambal sulam karena tidak diselesaikan dari akar masalahnya.

Manusia Memerlukan Aturan Dari Sang Pencipta

Manusia memerlukan aturan dari sesuatu yang lebih darinya, lebih dalam segala hal. Lalu siapa kah yang lebih itu? Allah SWT Sang Pencipta lah yang legih segalanya dari manusia. Allah SWT tidak lemah dan terbatas seperti manusia. Allah bersifat kekal dan tidak membutuhkan pada apapun. Allah yang menciptakan seluruh alam semesta beserta isinya. Maka hanya Allah lah yang mengetahui apapun yang dibutuhkan makhluknya. Dia pun mengetahui apa dan bagaimana dalam menjalani kehidupan ini.

Islam Berasal Dari Allah Sang Pencipta

Dalam penciptaan manusia, Allah juga telah menyiapkan petunjuk untuk manusia agar dapat hidup dengan baik dan benar di muka bumi ini. Petunjuk itu berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW 1400 tahun lalu. Terkait lenerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah Muhammad telah mencontohkannya. Islam yang dibawa Beliau, tidak hanya sebatas agama namun sekaligus ideologi yang darinya terpancar aturan untuk mengatur setiap aspek kehidupan.

Mulai dari urusan manusia dengan Allah sebagai Tuhannya yang meliputi aqidah dan ibadah, lalu menyangkut hubungan manusia dengan dirinya sendri yang meliputi perihal pakaian, makanan/minuman dan akhlak. Hingga aturan mengenai hubungan manusia dengan sesamanya yang meliputi urusan politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamaanan, peradilan dan dakwah. Semua aspek tersebut memiliki aturannya dalam sistem Islam.

Hal ini dicontohkan sendiri oleh Rasulullah SAW lalu diteruskan oleh para sahabat dan generasi seterusnya sampai keruntuhannya pada tahun 1924 M di Turki. Dengan pengaturan yang menyeluruh tersebut, Islam mencegah berbagai kerusakan dan kejahatan. Islam pun memiliki definisi kejahatan yang jelas juga sanksi yang tegas dan memberikan efek jera. Hukum Islam bersifat jawabir dan zawajir yaitu sebagai pencegah dan penebus dosa. Dengan begitu, kriminalitas dapat diminimalisir karena celahnya ditutup rapat.

Ketakwaan dan aqidah masyarakat pun akan dijaga oleh Islam, sehingga akan melahirkan masyarakat yang tunduk dan patuh pada syari’at Islam. Apalagi seorang penegak hukum, akan ada syarat yang harus dipenuhi baik syarat mengenai kapasitas kemampuannya maupun ketaatanya pada Allah. Dengan begitu, seorang Qadli (hakim) akan berbuat adil karena sadar bahwa apa yang ia putuskan akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah di akhirat kelak. Wallahua’lam bishawab.

Bagikan :

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *