Pengamat Nilai Kualitas Debat Pilkada Kabupaten Purwakarta Sekelas Pilkades

Terasjabar.co – Debat Pilkada Purwakarta dinilai belum memiliki gagasan baru, bahkan terkesan amat tak berkelas untuk tingkatan kabupaten.‎ Hal itu diungkapkan oleh Kepala Divisi Politik, dari Pusat Studi Kajian Politik Purwakarta, Farid Farhan di ruang kerjanya di Jalan Mr Dr Kusumaatmadja‎ Kabupaten Purwakarta, pada Jumat (20/4/2018).

Debat publik yang berlangsung pada Kamis (19/4/2018) malam, pun meninggalkan sejumlah polemik. Menurut Farid semua calon terkesan hanya ingin menjatuhkan satu sama lain. Sehingga lebih mirip debat kelas teri.

“Tidak jauh beda dengan debat di desa. Atau kalau kasarnya, debat pilbup kemarin lebih mirip debat pilkades. Beruntung banyak masyarakat di Purwakarta yang tidak menyaksikannya. Tetapi kalau banyak yang menyaksikan tentu mereka akan malu sebagai warga Purwakarta,” ucapnya.

Seperti diketahui Pilkada Purwakarta diikuti oleh tiga pasangan calon. Padil Karsoma berpasangan dengan Acep Maman bernomor urut 1. Anne Ratna Mustika dan Haji Aming pada nomor urut 2, dan Zainal Arifin berpasangan dengan Luthfi Bamala bernomor urut 3.

Farid juga menambahkan, seluruh kandidat masih bergerak pada tatanan gagasan yang bersifat normatif. Sementara masyarakat Purwakarta membutuhkan solusi riil dan cepat dalam rangka menjawab berbagai permasalahan yang berkembang.

“Saya melihat kegagalan seluruh pasangan calon ‘mem-breakdown’ visi dan misi mereka ke dalam tatanan teknis. Sehingga, semua terlihat tidak berpijak pada aspek kebutuhan masyarakat Purwakarta. Kalimat yang mereka lontarkan terkesan asal-asalan dan tidak membumi,” ucapnya.

Farid awalnya menduga akan terjadi pertarungan gagasan yang sengit antara paslon 2 dan paslon 3. Akan tetapi, prediksinya meleset setelah menyaksikan debat publik tersebut.

“Paslon 2 memiliki komitmen melaksanakan pembangunan Purwakarta berkesinambungan. Sementara paslon 3 cenderung ingin mengubah identitas Purwakarta yang sudah dikenal masif. Tetapi, rupanya debat sengit itu tidak terjadi,” ucapnya.

Selama ini, lembaga tempat Farid bernaung tidak melihat manuver yang dilakukan oleh paslon nomor 1, Padil Karsoma-Acep Maman. Menurut dia, pasangan tersebut terlambat mengidentifikasi diri dengan isu sektarian. Sehingga, eksistensinya kemungkinan hanya akan menggerus basis elektoral paslon nomor urut 3.

“Identifikasi personal paslon nomor 1 itu sama dengan paslon nomor 3, sama-sama mencitrakan diri sebagai pribadi religius. Saya kira, mereka agak terlambat. Tetapi, secara positioning malah akan mengambil basis nomor 3. Sementara basis Anne-Aming akan solid,” katanya.

Kesulitan yang dialami oleh seluruh pasangan calon di Pilkada Purwakarta memang cukup beralasan. Farid melihat, sangat sulit bahkan untuk sekedar mendekati gagasan yang sukses diterapkan oleh Bupati Purwakarta sebelumnya, Dedi Mulyadi.

“Purwakarta di masa-masa mendatang akan merindukan seorang pemimpin yang ideolog, paham kultur dan punya pandangan strategis dalam kebijakan. Untuk mendekati kriteria kepemimpinannya saja akan sulit, apalagi menandingi dan melebihi,” ucapnya.

Karena itu, menurut dia, membangun iklim dialog peradaban menjadi penting. Hal ini tidak terlepas dari pondasi-pondasi peradaban yang telah berhasil diletakan Dedi Mulyadi.

“Terlepas dari berbagai situasi yang mengiringinya, Dedi Mulyadi berhasil menciptakan ekosistem untuk berperadaban di Purwakarta. Saya kira dialognya tidak bisa sekedar lempar isu, harus dialog peradaban pula yang kita bangun. Sehingga, masyarakat Purwakarta memiliki konstruksi berpikir yang kuat dalam memahami realitas,” ucapnya.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

twenty + 2 =