ROYAN REVOLUSI: Studi Historiografi Indonesia
Oleh:
Nunu A. Hamijaya
(Sejarawan Publik)
To dream the impossible dream,
To fight the unbeatable foe,
To bear with unbearable sorrow
To run where the brave dare not go
To right the unrighable wrong
Terasjabar.co – Sejarah tidak hanya hidup dalam dokumen resmi, laporan pemerintah, atau risalah akademik. Ia juga bersembunyi dalam fiksi, puisi, dan narasi sastra. Sastra bukan hanya cermin estetika, tetapi juga penjaga ingatan kolektif, penafsir zaman, dan saksi batin bangsa. Karya sastra sering kali menyentuh sisi sejarah yang luput dari penulisan formal: ketakutan rakyat kecil, keberanian tanpa nama, cinta yang hancur oleh perang, hingga luka yang dihapus oleh kekuasaan.
“ROYAN REVOLUSI” (1961) adalah sebuah judul novel karya Ramadhan K. H. (1927-2006). Kisah masyarakat Indonesia berlatar 1950-an. Sang novelis pada dasarnya kecewa oleh keadaan negerinya, terutama oleh tindak-tanduk mereka yang sedang memerintah. Diteritan pertama kali pada tahun 1971 (Gunung Agung).
Novel ini menampilkan tokoh utama Indra Idrus, pemuda asal Cianjur, mantan pejuang kemerdekaan, yang setelah Indonesia merdeka. Idrus menemukan dirinya berada di tengah pusaran godaan untuk ikut arus, main sogok, manipulasi, dan sejenisnya. Ia berupaya mengambil jarak dan sedapat mungkin berikhtiar merealisasikan cita-citanya, meski hal itu berarti harus berhadapan dengan bekas teman-teman seperjuangannya. Idrus, mahasiswa pertanian dan bercita-cita menjadi pengarang. Berkali-kali berhadapan dengan masalah korupsi, egoisme, ambisi palsu, dan sebagainya yang dilihatnya sebagai suatu kejahatan terhadap revolusi Indonesia. Revolusi itu berakibat amat buruk bagi rakyat, yaitu berupa krisis akhlak, seperti korupsi dan pergaulan bebas.
Tak banyak yang tahu arti “royan”. Jika buka kamus, (KBBI) online dan menurut para ahli Bahasa, Arti kata ROYAN – ro-yan n penyakit yang timbul sesudah melahirkan (keluarnya darah yang berlebihan, buang-buang air). Dipadukan dengan kata ‘revolusi’ semakin menjelaskan suasana revolusi seperti royan atau revolusi melahirkan “royan”. Revolusi adalah sebuah kondisi sosial seperti seorang perempuan yang ‘melahirkan’ bayinya. Dengan susah payah keluar banyak darah antara hidup dan mati keduanya. Atau selamat keduanya dirayakan dengan tangis dan air mata bahagia atau sedih.
Revolusi di Nusa Damai
Sebuah biografi yang ditulis tahun 60, aslinya dalam Bahasa Inggris merupakan biografi K’tut Tantri. Pertama kali terbit 1960 dengan judul “Revolt in Paradise”. Diterjemahkan dalam edisi Indonesia menjadi “Revolusi di Nusa Damai”. Sebuah otobiografi yang sudah diterjemahkan lebih dari 12 bahasa. Dalam penulisannya buku ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu: Melanglang Buana, Firdaus Yang Hilang, Berjuang Demi Kemerdekaan.
Perempuan bernama asli Muriel Pearson ini merupakan warga negara Amerika Serikat kelahiran Inggris, seorang seniman yang suatu siang di tahun 1932 menonton film, “Bali-The Last Paradise” di Hollywood. Begitu terkesannya, dia langsung jatuh cinta dengan Bali dan bertekad memulai hidup sebagai artis bohemian di sana.
Bagian pertama buku ini menceritakan kisah perjalanan dia yang dimulai dengan mengendarai mobil dari Batavia (Jakarta)-Bali, jatuh cinta dengan alam Bali dan bagaimana akhirnya dia diangkat menjadi anak salah satu raja di sana yang memberinya nama K’tut Tantri.
Bagian kedua buku ini menceritakan jaman dimana Jepang berkuasa di Indonesia dan awal keterlibatan K’tut Tanri dalam gerakan bawah tanah, sampai akhirnya dia tertangkap dan dipenjarakan oleh Jepang. Diberi judul Firdaus yang Hilang karena menurut kesaksiannya apa yang indah dari bali pada waktu itu berangsur hilang, termasuk usaha hotelnya yang dirintis bersama beberapa orang Bali. Di bagian ini secara agak detail K’tut juga bercerita bagaimana persahabatannya dengan Anak Agung Nura, anak raja yang dianggap saudara olehnya yang pada situasi sulit di jaman ini berniat mengawini Tantri demi alasan kemanan diri Tanri.
Bagian terakhir buku ini mengisahkan hari-hari yang bersejarah bagi negeri ini, segera setelah kekalahan Jepang, Tantri dirawat oleh laskar pejuang selama beberapa waktu sampai sembuh di Mojokerto, Mengharukan membaca bagaimana para pejuang waktu itu menawarkan bahwa mereka siap mengawalnya kalau dia berkeinginan ke luar dari wilayah Indonesia mengingat apa yang telah dia lakukan dalam gerakan bawah tanah di Jaman Jepang meskipun mereka sendiri juga berharap bahwa Tantri bersedia menggabungkan diri dengan perjuangan mereka.
Pada akhirnya sejarah mencatat bahwa hari-hari berikutnya K’tut Tanri seperti yang belakangan dikatakan oleh Soekarno ’lebih Indonesia dibanding Inggris atau Amerika”.
Membaca apa yang dia lakukan kita seolah nyaris tidak percaya bahwa dia bukan orang Indonesia. Pada waktu itu lewat siaran radionya pihak Belanda bahkan menawarkan 50.000 gulden bagi yang bisa menyerahkan K’tut Tanri. Periode ini juga mencatat bagaimana peran dia dari hari-hari disekitar pertempuran heroik Surabaya sampai peran dia di pusat republik waktu itu Yokya, dan persahabatan erat dia dengan bebeberapa pemimpin waktu itu. Buku ini bukan sebuah otobiografi dari perempuan super karena dalam beberapa kesempatan K’tut sendiri menuliskan ketakutannya ketika harus melakukan beberapa aksi intelejen, ataupun ketika menerobos blokade Belanda dengan berlayar dari Tegal ke Singapura sampai gerakan yang dia lakukan di Australia.
K’tut Tantri meninggal pada 27 Juli 1997 di Sidney, Australia dengan perasaan cinta kepada Indonesia tidak pernah luntur. Peti matinya dihiasi bendera Indonesia dengan aksen Bali kuning dan putih. Seperti permintaanya, jasadnya diperabukan. Abu jenazahnya disebarkan di Pantai Bali. Sementara harta peninggalannya disumbangkan ke anak-anak Bali yang kurang mampu
Islam dan Revolusi Era Nabi hingga Kini
Menyaksikan kondisi negeri ini terutama tentang perilaku kekuasaan dan keadilan rasanya mirip royan revolusi. Siapakah pihak “royan”? Sudah bisa ditebak. Perlu kah sebuah revolusi kembali? Namun, jangan lagi sebuah revolusi yang cacat akibat premature seperti halnya revolusi Indonesia (1945), dan reformasi (1989). Akan tetapi, sebuah revolusi yang dipersiapkan dengan sematang-matangnya.
Seribu empat ratus tahun yang lalu, revolusi islam telah sukses mengguncang dunia. Dengan hijrah dan berdirinya Madinah: Tatanan sosial politik Islam yang berdasarkan al Quran dijalankan Nabi SAW hingga memperoleh “falah” dan “fatah”: Mekkah dibawah kuasa Islam. Sejak itu, Islam sebagai sistem nilai teraplikasikan secara sempurna modelnya, meskipun dalam era berikutnya dengan dinamikanya dapat dijalankan hingga seribu tahun kemudian (1924, runtuhnya Kehulafahan Ustmaniuyah)
Gerakan revolusi Islam bisa dilihat dari beberapa aspek. Sarbini (Islam di Tepian Revolusi: 2005) menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada tiga aspek yang melingkupi revolusi Islam. pertama adalah konteks sosio-historis. Muhammad dilahirkan ketika kaumnya dalam kekacauan. Tatanan yang dianut bernuansa kapitalistik-eksploitatif. Kedua adalah pribadi nabi sendiri sebagai ikon gerakan revolusioner yang ditugaskan oleh Allah sebagai rahmat bagi semua lapisan masyarakat. Ketiga adalah misi pembebasan yang dibawa oleh nabi.
Dalam hal yang ketiga ini, beliau menancapkan landasan sosialistik dengan dasar kepentingan bersama. Tiga aspek di muka merupakan akar revolusi yang tercermin dalam Al-Quran. Diturunkannya Al-Quran kepada Nabi SAW tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat tertindas untuk mendapatkan perlindungan. Al-Quran memuat dasar-dasar kehidupan yang perlu diaplikasikan sebagai konsep ideal. Muatan yang ditawarkannya berlawanan diametral dengan praktik kehidupan kala itu.
Model Revolusi Islam Abad 21: Indonesia, Iran dan Afganistan
Revolusi islam bernegara, sebagaimana dicontohkan Nabi SAW dengan berdirinya Negara Madinah adalah sebuah ‘role model’ yang diperjuangkan para pelanjut estafeta perjuangannya di seluruh dunia.
Bagaimana di Indonesia? Kesadaran “revolusi” Islam di Hindia Belanda, pertamakali digaungkan oleh H. O. S. Tjokroaminoto dalam “pidato zelfbetuur”, pada Ahad, 18 Juni 1916 di Alun-alun Kota Bandung saat berlangsungnya perhelatan National Congress (NATICO) I Central Sarekat Islam (CSI). Mengkristal menjadi sebuah konsep dan aksi gerakan perlawanan (tadhim) lewat blueprint Tafsir Azas PSII-Partai Syarikat Islam Indonesia (1931) tentang trilogi revolusi islam, yaitu: Ilmu, Tauhid, Siyasah (ITS) sebagai tiga pilar bagi terbentuknya sebuah “pemerintahan islam” model Madinah al Munawaroh di Indonesia.
Trilogi revolusi islam Indonesia ini kemudian diterjemahkan lewat konsep dan aksi yang disebut “sikap hijrah” PSII (1936) yang disusun oleh SM. Kartosuwirjo. Pada perjalanannya kemudian, ‘sikap hijrah’ itu diperkuat melalui Konferensi Tjisajong (1948) yang dihadiri oleh perwakilan para Ulama dan Tokoh Ummat, yang melahirkan 7 Roadmap Tjisajong, dua dintaranya adalah: (1) mendirikan Negara Islam Indonesia dan (2) membentuk Dewan Khilafah Dunia. Keputusan terebut baru terwujud dengan mendirikan NII, pada 7 Agustus 1949, yang qodarulloh hanya mampu bertahan hingga 1962. Dengan demikian, revolusi islam bernegara (1949) di Indonesia itu belum tuntas dan menyisakan kerja jihad untuk menyempurnakannya.
Revolusi (Islam-Syiah) Iran: Berdampak Atas Islam di Indonesia
Menurut Amien Rais, pada abad ke-20 paling tidak ada tiga revolusi besar yang mempunyai dampak luas melampaui batas-batas wilayah tempat asal revolusi-revolusi tersebut. diantaranya Pertama, Revolusi Rusia 1917 yang merupakan revolusi sosialis pimpinan Vladimir Illich Lenin; Kedua, Revolusi Mao Zedong pada194 9 di daratan Cina, melalui long march yang cukup menakjubkan.Wajah Asia pada pasca Perang Dunia II mengalami perubahan yang sangat besar akibat keberhasilan Mao mentransformasikan Cina menjadi negara sosialis Marxis di Asia; Ketiga, Revolusi Republik Islam Iran (Revolusi Iran) pimpinan Ayatullah Khomeini yang pecah pada 1979 yang mengguncangkan sendi-sendi hubungan internasional di kawasan Timur Tengah dan berdampak secara internasional.
Pada 11 Februari 1979, Iran mencapai puncak revolusinya dengan pengumuman pembentukan Republik Islam di bawah kepemimpinan spiritual Ayatollah Khomeini. Revolusi Islam berhasil menggulingkan rezim Pahlavi dan mendirikan pemerintahan baru yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Revolusi Islam Iran berdampak terhadap militansi Islam politik di Indonesia. Tahun 1979-1985 adalah masa berat bagi Islam ideologi, karena rezim orde baru menerapkan kebijakan politik Pancasila sebagai asas tunggal yang menimbulkan banya korban syahid dan menyisakan luka bagi keluarga dan umat islam simpatisannya. Saat itu, muncul berbagai tragedi berdarah: Talangsari, Tanjungpriuk sebagai contoh konkret bagaimana rezim memusuhi Islam politik. Beberapa organisasi massa terdidik Islam sepetti PII dilarang; HMI pecah menjadi HMI MPO. Selain itu, jilbab sebagai bagian dari syariah Islam dilarang digunakan pelajar muslimah di sekolah-sekolah negeri. Mereka yang tidak setuju, harus pindak sekolah ke sekolah swasta. SK Mendikbud RI tentang Pelarangan Jilbab itu baru dicabut pada tahun 1991.
Revolusi Islam di Afganistan
Sejarah Islam di Afghanistan dimulai pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Dakwah Islam pertama di Afghanistan kala itu berlangsung, tepatnya melalui suatu ekspedisi yang dipimpin langsung Asim bin Umar At-Tamimy. Di masa silam, Afghanistan dikenal dengan sebutan Khurasan. Jika disebutkan kota Khurasan di kitab-kitab klasik Islam, nama itu merujuk ke wilayah Afghanistan yang sekarang. “Kuburan bagi imperium-imperium dunia”. Itulah julukan bagi Afghanistan. The graveyard of empires juga disebut Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 2021 lalu.
Di pertengahan Abad ke-20, Revolusi Islam bernegara di Afganistan tidak mungkin terpisahkan dengan hadirnya Mujahidin Afganistan dan Taliban dalam peristiwa perang Afganistan 1979-1989. Perang ini sebetulnya berakar pada abad ke-19. Pemicunya karena Kerajaan Inggris dan Tsardom Rusia melihat bahwa Afganistan adalah wilayah penting yang akan melanggengkan kekuatan kedua negara itu.
Melalui perlawanan mujahidin, Afganistan mampu melahirkan pemerintahan islam, dibawah Presiden Burhanuddin Rabbani (28 April 1992-1993) dari etnis Tajik dan Gulbuddin Hekmatyar sebagai perdana menterinya. Namun, terplihnya Burhanuddin Rabbani menimbulkan kecemburuan. Mujahidin dari etnis Pashtun merasa kelompok mereka lebih cocok menjabat sebagai pemimpin Afganistan. Kemudian Mujahidin dari etnis Pashtun membentuk kelompok fundamentalis Islam bernama Taliban pada September 1994.
Taliban-bahasa Pashto, yang berarti murid atau siswa-muncul tahun 1980-an dalam bentuk front gerilyawan Taliban. Mereka bergabung dengan partai mujahidin, Harakat-i Enqelab-i Islami (Gerakan Revolusi Islam) melawan pasukan pendudukan Uni Soviet (1979-1989).
Imarah Islam Afghanistan: Revolusi Bukanlah Pengganti Jihad
Imarah Islam Afghanistan melalui majalah bulanannya, Al-Somood #62 Sya’ban 1432 H/Juli-Agustus 2011 M menyerukan kepada seluruh ulama dan khatib untuk membimbing umat, memanfaatkan momentum revolusi ini untuk menerapkan syariat Allah SWT di negeri-negeri Islam dan menempuh jihad fi sabilillah untuk mengusir agressor zionis-salibis dari negeri-negeri Islam.
Negara Islam tidak akan dibentuk oleh revolusi untuk sepotong roti, kalau revolusi itu tidak dilakukan demi Dien dan syariah Allah. Janganlah seseorang menyangka bahwa revolusi yang bertujuan untuk “memerangi angka pengangguran” akan mampu menutup toko-toko minuman keras dan klub malam. Revolusi seperti itu juga tidak akan mencegah kaum perempuan pergi ke luar dengan memakai make-up dan mempertontonkan aurat. Stasiun-stasiun musik, diskotik, lokalisasi pelacuran, dan tempat-tempat hiburan malam yang dipenuhi aktivitas maksiat tidak akan ditutup oleh revolusi-revolusi ini.
Revolusi ini adalah akumulasi besar dari seluruh ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh rakyat. Rakyat tidak menunggu fatwa syariah karena mereka bertindak secara spontan dan tidak sengaja, akibat dari beratnya ketidakadilan dan penindasan penguasa tiran terhadap, yang telah membuat mereka kelaparan, bodoh, dan terbelakang.
Dampak Jihad Afganistan Atas Militansi Islam di Indonesia
Di tahun 80-an, Mujahidin Afganistan dimotori oleh tiga faksi yaitu Faksi Burhanuddin Rabbani, Faksi Hekmatyar, dan Faksi Rasul Sayyaf. Faksi Burhanuddin Rabbani memiliki kedekatan dengan Iran. Faksi Hekmatyar memiliki kedekatan dengan Pakistan. Faksi Rasul Sayyaf mempunyai kedekatan dengan Arab Saudi. Hal inilah yang menjadi cikal bakal munculnya Internasionalisasi Jihad di Afghanistan.
Berita mengenai jihad Afghanistan tersebar ke berbagai negara muslim termasuk Indonesia. Terdapat banyak jalur bagi sukarelawan Indonesia untuk ke Afghanistan.
Setidaknya ada terdapat empat jalur:
- Kelompok mahasiswa yang belajar di Arab Saudi dan Pakistan. Mereka bergabung ke dalam organisasi Jamaat ad-Dawah pimpinan syekh Jamilul Rahman. Organisasi ini merupakan organisasi yang berpaham salafy. Alumni organisasi ini yang nantinya berpengaruh terhadap penyebaran paham salafy di Indonesia.
- Jalur jihad melalui faksi Hizbul Islam pimpinan Hekmatyar. Hekmatyar merupakan faksi yang rapi dalam sistem administrasinya. Faksi ini menggunakan metode menyebarkan formulir dengan prosedur yang aman untuk memasuki wilayah Afghanistan.
- Jalur jihad Afghanistan melalui faksi Jamiat Islami yang dipimpin Burhanuddin Rabbani dan Ahmad Shah Masood.
- Jalur yang dikelola oleh faksi Ittihad al-Islami pimpinan Rasul Sayyaf. Faksi keempat menjadi tempat terbanyak yang disinggahi mujahidin Indonesia karena adanya hubungan dengan NII pimpinan Ajengan Masduki.
Pada tahun 1988, Ajengan Masduki, Abdullah Sungkar, dan Abu Bakar ba’asyir atasnama KUKT (Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi) Luar Negeri NII melkukan kunjungan. Mereka bertemu dengan Abdul Rasul Sayyaf untuk melakukan hubunan diplomatic dan kerjasama. Bantuan pihak Rasul Sayaf adalah melatih para mujahidin Indonesia di akademi militer miliknya. Ia berjanji akan membantu Indonesia apabila Afghanistan telah selesai dengan masalahnya. Komunikasi inilah yang menjadi poin penting dari hubungan NII dengan mujahidin luar negeri khususnya Afghanistan.
Hubungan Diplomasi Indonesia-Afganistan
Pada tahun 2018, pihak Pemerintah RI melakukan kunjungan diplomatiknya. Jusuf Kalla berkunjung ke Afganistan, pertamakalinya pada 28 Februari 2018. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden didampingi Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi. Untuk kedua kalinya, Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla berkunjung ke Afganistan pada 23-25 Desember 2020 untuk melanjutkan misi perdamaian yang dirintis pemerintah RI. Ketiga kalinya, JK berkunjung ke Afghanistan pada 02-05/06/2024) bertemu sejumlah pejabat tinggi Taliban. Pemerintahan baru, yaitu Imarah Islam Afganistan telah berdiri resmi pada 2022.
Sejak terjadi perpindahan kekuasaan di Afganistan tanggal 15 Agustus 2021, Pemerintah RI belum memberikan pengakuan terhadap Otoritas De Fakto (DFA) sebagai pemerintahan resmi Afganistan. Namun demikian, Pemerintah RI tetap menjalankan pendekatan constructive engangement melalui pemberian bantuan kemanusiaan, berbagai program capacity building, dan sharing best experiences and practices.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Khamami Zada menyatakan Indonesia harus membuat peta jalan agar misi Indonesia untuk Afghanistan berbasis pada misi ideologis yang inklusif.
Nanda Evalist, sebagai Kuasa Usaha Indonesia untuk Afghanistan, mengadakan pertemuan resmi pertamanya dengan Penjabat Menteri Luar Negeri Afghanistan, Amir Khan Muttaqi, di Kabul, Jumat (31/5/2025). Pertemuan ini menjadi langkah awal yang signifikan dalam menjaga komunikasi diplomatik RI dengan Afghanistan, terutama di tengah dinamika geopolitik dan transisi internal yang masih berlangsung di negara tersebut. Indonesia sendiri termasuk salah satu negara yang tetap menjaga kehadiran diplomatik di Afghanistan, meski tidak mengakui secara resmi pemerintahan Taliban.Selanjutnya, berlangsung pula upaya memperat hubungan kerja sama kedua negara, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menerima kunjungan Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia, Saadyllah Baloch (22/7/2025).
Royan revolusi kini terulang lagi. Selama sepuluh tahun dibawah kepemimpinan Jokowi adalah zaman “kegelapan” dan “kelumpuhan” sistem moral-etik berkuasa digantikan dengan “arogansi dan otoriterisme” serta “kepalsuan sistemik” dan pengkhiananatan atas konstitusi. Saat ini, adalah menyaksikan dampaknya kerusakan dan bencana. Akankah REVOLUSI ISLAM akan menjadi JAWABAN akhirnya? Tunggu tahun-tahun berikutnya?
Wallahu’alam






Leave a Reply