Re-Uni Aksi Bela Islam 2016-2025: Menimbang Bendera Islam, Bulan Bintang atau Kalimah Tauhid Dalam Perspektif Politik Historiografi

Oleh:
Nunu A. Hamijaya
(Sejarawan Publik)

Terasjabar.co – Menyongsong peringatan (Re-Uni) Aksi Bela Islam (ABI) 212, penulis menyajikan bahasan tentang ‘bendera islam’ dalam tinjauan politik historiografi.

Ingatan kolektif tentang ABI 2016, pada 2 Desember 2016 yang lalu, sejarah mencatatnya sebagai ABI 212 atau Aksi Bela Islam (ABI) I, terlihat banyak peserta yang membawa bendera putih dan hitam bertuliskan kalimah tauhid. Ada juga yang membawa bendera dengan simbol bulan bintang, yaitu bendera GAM (Gerakan Acheh Merdeka). Yang sempat menimbulkan kontroversional yang hampir berujung pada konflik -fisik.

Bendera ‘Bulan Bintang’ bukanlah simbol baru dalam konteks Aceh. Secara hukum, simbol ini diatur dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013, yang menetapkannya sebagai bendera provinsi. Namun secara nasional, penggunaan simbol ini terus menjadi isu sensitif karena masa lalu konflik Aceh dan kaitannya dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Bendera ‘Bulan Bintang’ bagi sebagian masyarakat Aceh melambangkan identitas historis, perjuangan, dan budaya lokal. Namun, bagi yang lain, penggunaan bendera tersebut secara luas tetap menimbulkan kontroversi karena masa lalu konflik. Beberapa studi akademik menunjukkan bahwa wacana bendera ini sejalan dengan proses negosiasi identitas pasca-konflik di Aceh.

Bukan hanya bendera bulan bintang-nya Acheh dan GAM-nya,jauh sebelum itu, Indonesia pun mempunyai rekaman sejarah politik Islam berkaitan dengan simbol negara ‘bulan bintang’ ini. Yaitu, sejak Proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada 7 Agustus 1949 dengan SM Kartosuwirjo sebagai Imam/ Presiden. Malah, sebelumnya pada 9 November 1945, sebuah partai poltik islam dalam wadah Negara RI, yaitu Masjeomi menggunakan simbol ‘bulan bintang’; ini dalam bendera partainya. Baik Masjoemi (1945-1960) dan NII (1949-192) keddunaya menggunakan simbol bulan bintang/ bintang bulan dalam benderanya itu menjadi musuh poltikk ideologi bagi Negara RI dibawah kekuasaan politik kaum nasionalis sekuler/kebangsaan.

Memang, sejarah mencatatnya, bahwa bendera adalah ‘panji’ dan simbol sebuah kekuasaan politik suatu komunitas : yang disebut etnis, bangsa, negara dan pemerintahan sejak lama. Mengibarkan ‘bendera putih’ ,misalnya adalah simbol menyatakan ‘menyerah kalah’. Eksistensi ‘bendera’ sangat erat dengan studi politik historiografi di berbagai kawasan dunia islam dan dunia Barat,dan dalam sejarah imperium China,Jepang dan India.

Bendera Hitam dengan Lafad Tauhid

Pada 5 November 2018, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab sempat dijemput aparat keamanan setempat dari rumahnya di Makkah, Arab Saudi. Penahanan Rizieq terkait dengan pemasangan bendera bertuliskan kalimat tauhid berwarna hitam di dinding belakang rumahnya. Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi saat itu, Agus Maftuh Abegebriel, mengatakan, Arab Saudi memang melarang keras segala bentuk jargon, label, atribut, dan lambang apapun yang berbau terorisme, seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Al-Qaeda, al-Jama’a al-Islamiyya, dan seluruh hal yang berbau terorisme serta ekstremisme.

Pada 2014, Mustazah Bahari dan Muhammad Haniff Hassan pernah melakukan penelitian, yang kemudian dituangkan dalam laporan mereka, “The Black Flag Myth: An Analysis from Hadith Studies”. Dinyatakan bahwa penggunaan bendera hitam oleh kaum Muslim bukanlah barang baru. Nabi Muhammad SAW menggunakan bendera hitam sebagai bendera militernya. Walaupun begitu, bendera hitam milik Nabi Muhammad tidak pernah menjadi ‘simbol’ perjuangannya. Bendera hitam tersebut, ,digunakan hanya untuk identifikasi, untuk membedakan antara tentara Nabi dan musuhnya. Nabi Muhammad juga pernah menggunakan warna yang lain untuk bendera perangnya. Tulis Bahari dan Hassan dalam laporannya, yang terbit di jurnal Counter Terrorist Trends and Analysis, Volume 6, September 2014.

Bendera hitam itu baru digunakan sebagai simbol perlawanan saat revolusi Abbasiyah pada 750 yang menggusur Daulah Umayyah di Irak. Dalam buku karya Hala Mundhir Fattah dan Frank Caso yang berjudul A Brief History of Iraq (2009) disebutkan, revolusi Abbasiyah merupakan salah satu revolusi terbaik di masa awal kekhalifahan Islam.

Revolusi ini berhasil menggulingkan kekhalifahan Umayyah dan menjadikan bendera hitam sebagai simbol resmi mereka. Banyak sejarawan yang kemudian berpendapat revolusi Abbasiyah menjadikan penggunaan bendera hitam dan narasi yang menyertainya semakin populer.

Lalu, apakah yang menjadikan bendera hitam sebagai simbol positif yang digunakan oleh gerakan radikal? Jawabannya ada dalam beberapa hadis. Ada beberapa hadis yang menyebutkan akan muncul tentara dari Provinsi Khurasan (Afghanistan, Asia Tengah, Iran, dan sebagian Pakistan) yang mengibarkan bendera hitam sebelum tanda akhir zaman.

Yang Manakah Bendera Islam Itu?

Di Hindia Belanda (baca: Indonesia sekarang), terbit sebuah surat kabar golongan Islam yang dikelola Sarekat Islam (SI) ,organisasi politik islam pertama awal abad ke-20 yang didirikan Omar Said (HOS) Tjokroaminoto; sebagai kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) di Laweyan, 16 Oktober 1905 oleh H. Samanhoedi,dkk. Namanya Bendera Islam. Lebih lajut tentang peran Surat Kabar Bendera Islam (1924-1927) telah dijadikan tesis sejarah oleh Septian A. W. (UI, 2013)

Yang manakah yang dimaksud dengan ‘bendera islam’? Secara konteks sejarah, karena saat itu adalah tahun runtuh kekuasaan politik dunia Islam dbawah Kekhilafaah Ustmaniyyah (1924), maka yang menjadi simbol bendera islam adalah bendera dengan si mbol bulan bintang.

Jejak tentang simbol bulan bintang dalam konsep politik islam dapat ditemukan pada masa Umayyah dan Muhammad el-Fatih. Muhammad el-Fatih menaklukkan Konstantinopel dengan membawa bendera bulan dan bintang. Tentunya dengan tujuan untuk membedakannya dari bender-bendera yang dipakai oleh Imperium Kristiani-Bizantium yaitu elang berkepala dua yang mengenakan mahkota, di atas bendera berwarna kuning. Sedangkan Kerajaan Inggris Raya menggunakan simbol tiga ekor singa. Sama-sama dengan Kerajaan Protestan Belanda yang menggunakan symbol singa.

Photo (1935) Yang Disalahpahmi sebagai Bendera Tauhid

Beredar sebuah photo dokumentasi (1935) yang oleh komentatornya ditulis sebagai berikut: “Jika ada yang berkata bahwa bendera Tauhid itu bendera HTI, sebaiknya belajar sejarah lagi. Ini adalah foto lama tahun 1935 di depan Madrasah Al-Irsyad Surabaya. Silakan diperhatikan, bendera Tauhid dibentangkan di foto ini. Al-Irsyad Surabaya sendiri didirikan tahun 1919, jadi sudah lebih dulu ada sebelum NU, Banser apalagi HTI yang baru berdiri di Indonesia sekitar tahun 1980-an.”

Di Facebook, foto beserta klaim itu dibagikan salah satunya oleh akun Hamzah Johan Albatahany, yakni pada 23 Agustus 2020. Akun ini pun menulis, “Kita harus faham dan dapat membedakan mana bendera tauid dan bendera HTI agar kita tidak membenci bendera tauhid.”Foto dengan klaim itu pun pernah dibagikan oleh akun Twitter @JackMar39_PaSid pada 27 Juli 2019.

Photo itu memang diambil di Madrasah Al-Irsyad Surabaya pada 1935. Namun, bendera dalam foto itu bukanlah bendera tauhid, melainkan bendera Kerajaan Arab Saudi. Bendera itu sengaja dibentangkan ketika berpose untuk foto tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap berdirinya pemerintahan Kerajaan Arab Saudi di bawah kepemimpinan Raja Abdul Aziz Al Saud pada 1932.

Foto itu terdapat dalam artikel yang berjudul “Al-Irsyad Surabaya Berdiri 1919”. Dalam keterangan foto tersebut, disebutkan bahwa foto itu diambil di Madrasah Al-Irsyad Surabaya pada 1935. Tidak terdapat penjelasan bahwa bendera dalam foto itu adalah bendera tauhid. Penjelasan yang lebih rinci diberikan oleh Ketua Pusat Dokumentasi dan Kajian Al-Irsyad Bogor, Abdullah Abubakar Batarfie, di situs pribadinya pada 25 Oktober 2018

Pengamat politik Islam UIN Syarif Hidayatullah, Rumadi Ahmad, menuturkan bahwa bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid tidak sekadar bermakna kalimat tauhid, tapi merupakan simbol yang mewakili ideologi tertentu. Bahkan, bendera Saudi sendiri kan tulisannya sama, warnanya saja yang beda. Saudi mempersoalkan bendera model HTI, karena Saudi tahu bahwa, di balik bendera itu, meskipun tulisannya sama-sama laa ilaaha illallah, tapi di balik simbol itu ada ideologi yang berbeda dan bahkan menjadi musuh pemerintah Saudi.

Kalimat “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah” memang dipakai dalam beberapa bendera. Selain Arab Saudi, Afghanistan pun memasukkan kalimat ini dalam benderanya. ISIS juga memakai bendera hitam dengan tulisan “laa ilaaha illallah”, dengan bentuk tulisan yang berbeda dengan bendera Hizbut Tahrir maupun bendera Arab Saudi.

Rayah: Era Nabi SAW dan Kekhilfahan

Mengenai makna rayah dan liwa, Ibnu Hajar al-‘Asqalani penulis kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari mengatakan bahwa mayoritas ulama menafsirkan makna keduanya sebagai dua kata yang memiliki satu arti, yakni bendera.

Rayah dalam Catatan Sejarah Riwayat yang menerangkan warna rayah terdapat beberapa versi. Pertama adalah riwayat yang menegaskan bahwa rayah Nabi berwarna kuning, sebagaimana tertuang dalam riwayat Abu Daud. Riwayat lain menginformasikan bahwa warna rayah Nabi adalah merah, hal ini sebagaimana tertuang dalam riwayat Abu Bakar as-Saybani

Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa rayah adalah hal yang identik dengan perang (digunakan untuk menakuti lawan dan sebagai membedakan pasukan dan lawan).Ibnu Khaldun menuturkan dalam al-Muqaddimah bahwa rayah yang dipakai Daulah ‘Abbasiyyah adalah berwarna hijau. Mengenai redaksi tulisan yang digunakan pada rayah pun terdapat perbedaan. Ada riwayat yang mengatakan bahwa kalimat yang dicantumkan adalah kalimat syahadataain, namun ada pula yang menerangkan varian beda, yakni bahwa pada masa Daulah Umayyah kalimat yang dikenakan pada kain rayah adalah salah satu penggalan al-Qur’an yang berbunyi : “Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya)”

Apakah bendera termasuk bagian syariat atau tidak, rasanya perlu kita sejenak memperhatikan ungkapan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Cara Benar Memahami Hadis. Bahwa perbedaan antara syariat dan budaya adalah jika itu syariat maka ia hanya dipakai untuk umat Islam saja. Sedangkan budaya jika ia dipakai oleh umat selain Islam. Dan bendera merupakan bagian dari budaya karena ia digunakan pula oleh umat selain Islam. Wallahu A’lam.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

sixteen − three =