DPRD Kota Bandung: Carpooling Harus Melibatkan Angkot

Terasjabar.co – Sistem carpooling yang tengah dijajaki di Kota Bandung seharusnya melibatkan angkutan kota. Dengan berjalannya kerja sama dengan taksi konvensional, perusahaan jasa angkutan berbasis aplikasi selayaknya mengintegrasikan sistem dengan angkot dan Trans Metro Bandung, sebagai tulang punggung transportasi Kota Bandung.

“Kalau bisa jadi bagian dari sistem, taksi konvensional memakai aplikasi, kenapa angkot tidak? Bisa dipertimbangkan kerja sama angkot dengan Grab atau Gojek sehinga dia menggunakan (angkot dalam) sistem carpooling,” ujar Anggota DPRD Kota Bandung Folmer Silalahi di Bandung, Rabu (13/3/2019).

Kerja sama sistem carpooling itu dinilai bisa membantu angkot keluar dari masa kritis. Saat ini, kata dia, angkot kesulitan untuk bisa memastikan mendapat penumpang dengan jumlah yang memadai setiap hari.

Puluhan tahun tanpa perubahan, rute sudah tidak sesuai dengan kebutuhan Kota Bandung. Perlu ada rerouting.

Agar tidak semakin kehilangan penumpang, angkot harus dibantu dengan pembenahan, mulai dari kenyamanan angkot, dukungan aplikasi, hingga ketertiban sopir.

Ke depan, angkot diharapkan bisa menjadi pengumpan sistem transportasi massal di Kota Bandung.

“Kalau satu, dua penumpang per hari untuk setor saja angkot tidak akan menutup. Nah, yang kerja sama bisa aplikasinya. Tetapi ada rute bagaimana caranya bisa jemput, kembali ke jalur sesuai rute, atau ada titik-titik penjemputan,” ujarnya.

Folmer melihat bergabungnya taksi konvensional dengan perusahaan jasa angkutan berbasis aplikasi mulai mengubah sistem transportasi di Kota Bandung. Keberadaan taksi daring dianggap keniscayaan karena berdasarkan permintaan pubik.

Tinggal nasib angkot dan TMB yang harus dibenahi serius. Padahal, keduanya adalah tulang punggung transportasi publik. Yang harus diperhatikan, kata dia, jika tranportasi berbasis layanan digital mau dijadikan bagian transportasi Bandung harus dimasukkan ke dalam rencana induk sistem transportasi kota.

Saat ini, Kota Bandung belum memiliki rencana induk yang jelas karena moda transportasi belum dibenahi. Angkot masih membutuhkan rerouting, armada TMB belum ditambah, pola operasional TMB pun belum bisa mendekati standar, LRT dan MRT tidak kunjung terwujud, hingga kinerja bike sharing yang tidak efektif.

Belum lagi dengan hadirnya transportasi daring yang belum tercantum ke dalam rencana induk sistem transportasi Kota Bandung.

“Jadi kita baru mengakomodir angkot, TMB, dan transportasi berbasis rel seperti kereta api. Sementara transportasi online tidak ada dalam perda kita. Nah, itu kalau mau dimasukkan ke sistem kita harus revisi perda RDTR agar kalau memang sudah diatur di tingkat pusat, di daerah bisa dimasukkan ke Perda RDTR, di bagian jaringan transportasi,” katanya.

Sebagai pembina, pengawas, dan regulator, Dinas Perhubungan Kota Bandung harus mengambil peran di dalam rencana itu. Peran angkot kembali harus diperhatikan untuk menjaga keberlangsungan transportasi publik yang sudah lama hadir.

“Jadi kita ingin angkot walaupun berbasis rute, mereka juga bisa menggunakan aplikasi, sehingga jangan lagi ngetem. Saya melihat uji coba carpooling ini melihat apakah moda transportasi berbasis aplikasi online ini pada saatnya bisa menjadi bagian transportasi induk di Kota Bandung,” ujarnya.

Anggota DPRD Kota Bandung Rendiani Awangga menuturkan, peran angkot dalam sistem carpooling itu patut diperhitungkan. Ia menilai ide carpooling bisa menjadi salah satu terobosan mengurangi kemacetan di Kota Bandung.

“Ada beberapa perwakilan masyarakat dari Organda, Kopamas, Kobanter, mereka menyayangkan carpooling tidak melibatkan mereka yang selama ini berjasa pada pelayanan transportasi umum di Kota Bandung. Saya melihat sebenarnya cara tercepat untuk mengurangi tingkat kemacetan salah satunya seperti itu. Oleh karena itu, cobalah pihak angkot ini diajak sosialisasi,” ujarnya.

Bagikan :

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *