Dari 41 DAS di Jabar, Tinggal 8 DAS yang Masih Miliki Hutan di Atas 30 Persen

Terasjabar.co – Pembangunan yang tidak tertata, kerusakan hutan di kawasan daerah aliran sungai (DAS), tingkat erosi tinggi pada DAS, serta sampah yang dibuang ke sungai, menjadi penyebab utama Jawa Barat masih sering dilanda banjir dan longsor.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar, dari 41 DAS di Jabar, hanya 8 di antaranya yang masih memiliki hutan dengan persentase di atas 30 persen, yakni persentase ideal hutan dalam sebuah DAS.

Kebanyakan DAS yang masih ideal hutannya adalah di Tasikmalaya dan Garut. Sisanya, 9 DAS memiliki hutan dengan luas 20 sampai 30 persen, dan 15 DAS di Jabar memiliki hutan di bawah 20 persen dari luas keseluruhannya.

Bahkan 6 DAS di pantura hanya memiliki hutan antara 8 persen sampai 0 persen. Akibat kondisi DAS yang sangat kekurangan hutan tersebut, air hujan pada musim hujan mayoritas tidak bisa terserap.

Dari 48 miliar meter kubik air permukaan per tahun, hanya 15 miliar di antaranya yang dimanfaatkan atau terserap di kawasan DAS oleh hutan atau embung dan danau. Sedangkan sisanya, langsung terbuang ke laut lewat sungai dan berpotensi sebabkan banjir.

Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan banjir yang kerap terjadi di Jabar di antaranya disebabkan aktivitas atau pembangunan yang tidak tertata. Kawasan yang seharusnya menjadi hutan, malah dijadikan kebun sayuran atau bahkan menjadi bangunan. Permukiman pun banyak yang didirikan di sekitar bibir sungai dan lahan miring.

“Kebanyakan pemerintah daerah tidak memiliki kekuatan untuk menata daerahnya sendiri. Kenapa tidak tertata, karena lambatnya proses penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) di Jabar. Akhirnya pemerintah tidak punya kekuatan untuk mengatur tata ruangnya,” kata Uu di Bandung, Kamis (15/11/2018).

Uu mencontohkan saat dirinya menjadi Bupati Tasikmalaya. Saat itu dirinya mengajukan RTRW Kecamatan Cikatomas, Manonjaya, dan Singaparna. Proses yang dilalui sangat berbelit dan membutuhkan waktu sangat lama.

“Selama empat tahun proses, RTRW Singaparna tidak beres-beres di Pemprov Jabar. Sedangkan inilah yang dibutuhkan sebagai payung hukum dalam menata daerahnya di antaranya supaya aman dari bencana,” katanya.

Uu mengatakan proses pembuatan RTRW yang lamban inilah yang akan didobraknya sehingga dapat lebih cepat. Uu pun meminta semua pemerintah daerah mengajukan RTRW masing-masing daerahnya untuk diproses cepat oleh Pemprov dan DPRD Jabar.

Dengan RTRW, katanya, pemerintah daerah akan mampu menertibkan pembangunan di kawasan DAS dan kembali menghijaukan hutan. Uu pun meminta masyarakat untuk ikut berpartisipasi menjaga daerahnya daripenebangan pohon secara liar dan hal lainnya yang dapat menyebabkan bencana.

Uu mengatakan DAS yang menjadi sorotan nasional selama ini adalah DAS Citarum dan Cimanuk. Namun, berdasarkan kejadian bencana beberapa waktu lalu, pemerintah pun tidak boleh menyepelekan masalah kerusakan di DAS lainnya.

Bagikan :

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eleven + 7 =