Modal Manusia dalam Kabinet Merah Putih
Oleh:
Sadikun Citra Rusmana
(Dosen Manajemen FEB Universitas Pasundan)
Terasjabar.co – Setelah melewati 30 hari pemerintahan terpilih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, langkah kerja mereka ditunggu hasilnya. Dengan jumlah 48 menteri dan 5 pejabat yang tidak berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator, serta 59 wakil menteri maka “Kabinet Gemoy” ini diharapkan dapat memenuhi ekspektasi masyarakat yang menginginkan perubahan yang cepat.
Jumlah personil 114 orang termasuk presiden dan wakil presiden merupakan modal manusia utama pemerintahan yang dibangun dari koalisi partai dan sebagian kecil porfesional. Rekruetmen menteri yang berbasis politis biasanya relatif sulit bekerja secara tim karena seringkali terjadi tarik menarik kepentingan di antara partai pengusun. Meskipun demikian kekuatan presiden diharapkan mampu mensinkronkan modal manusia itu dalam tugas pemerintahan yang efektif. Pemerintahan efektif tergantung pada sejauh mana keefektifan wibawa presiden dalam mengarahkan para menteri pembantunya. Dalam bahasa Guru Manajemen Peter F. Drucker, presiden sebagai kepala pemerintahan harus menjalankan kepemimpinan yang efektif dan efisien, melakukan sesuatu yang benar dengan cara yang benar. Istilah masa kini menyebutnya eksekutif yang Move-On.
Pemerintahan Prabowo Subianto menghadapi permasalahan berat untuk mewujudkan visinya menciptakan Indonesia Unggul 2045. Untuk mencapai visi itu setidaknya ada tiga kondisi yang perlu diperhatikan yaitu persoalan heterogeneity (penyebaran kapabilitas personil) yang tidak merata, limits to competition (keterbatasan sumberdaya bersaing), dan imperfect mobility (kesulitan memindahkan sumberdaya yang dimiliki).
Sebagai presiden dengan latar belakang militer, tentu Prabowo memiliki strategi khusus sebegai pembeda dari presiden sebelumnya, Joko Widodo. Prabowo cenderung lebih tinggi perhatian terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan infrastruktur ekonomi. Berbeda dengan Jokowi yang lebih berorientasi pada infrastruktur fisik yang banyak menyerap anggaran negara. Untuk membangun pembeda itu maka Kabinet Merah Putih (KMP) perlu menciptakan kompetensi pembeda (distinctive competence) para menterinya dibandingkan Kabinet Indonesia Hebat (KIH). Kondisi ini juga sulit ditempuh karena sebanyak 17 menteri yang masuk KMP merupakan terusan dari KIH titipan Jokowi yang kinerja teknisnya tidak efektif. Namun setidaknya Prabowo dengan gayanya yang egaliter bisa mengakselerasi dan merekonstruksi sasaran pembangunan yang lebih efektif dengan modal manusia yang dipilihnya.
Teamship
Sebuah postur kabinet sesungguhnya harus mencerminkan teamship yang tangguh berasarkan visi presiden. Para menteri menjabarkan dan menjalankan perintah presiden. Dalam kabinet presidensial presiden menjadi pemimpin tunggal pemerintahan. Tidak diperlukan adanya intervensi politik kedalam birokrasi yang menghambat kerja para menteri, dan para menteri loyal kepada presiden yang dalam hal ini merepresentasikan rakyat karena presiden dipilih secara demokratis oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Dalam 30 hari pemerintahan Prabowo, kerja teamship ini sudah terganggu oleh pernyataan Menteri HAM yang meminta anggaran 20 triliyun, dan menteri perdesaan yang melibatkan aparat birokrasi desa untuk kepentingan politik elektoral pribadi istrinya. Selain itu juga ditemukan keterlibatan pegawai Kominko/Komdigi yang ikut dalam kasus judi online, yang menterinya diduga terlibat.
Teamship dalam konteks manajemen strategi organisasi berdasarkan pada team membership, collaboration dan ownership. Kabinet Merah Putih perlu bekerja secara kooperatif dan para menteri memberikan kontribusi sesuai tupoksinya. Profesional dan tidak politisional. Menciptakan hasil kerja sektoral untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Leave a Reply