Masuk ‘Babak Baru’ Pandemi COVID-19, Begini Perubahan Aturan Vaksin dari WHO

Terasjabar.co – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengubah rekomendasi vaksin COVID dampak kemunculan varian omicron dan meningkatnya kekebalan populasi. Hal itu dilakukan menyusul pertemuan yang dilakukan Kelompok Penasehat Strategis Pakar Imunisasi (SAGE) pada 20-23 Maret.

Roadmap melanjutkan prioritas SAGE untuk melindungi populasi dengan risiko kematian yang besar dan penyakit parah akibat infeksi COVID-19. Roadmap baru mempertimbangkan efektivitas biaya vaksinasi COVID untuk mereka yang berisiko lebih rendah, yaitu anak-anak dan remaja yang sehat.

Roadmap tersebut juga mencakup rekomendasi yang telah direvisi tentang dosis booster tambahan dan jarak antar booster. Pengurangan kondisi pasca infeksi oleh vaksin COVID saat ini juga dipertimbangkan, tetapi bukti sejauh mana dampaknya tidak konsisten.

“Diperbarui untuk mencerminkan bahwa sebagian besar populasi telah divaksinasi ataupun sebelumnya terinfeksi COVID-19, atau keduanya. Roadmap yang direvisi menekankan kembali pentingnya memvaksinasi mereka yang masih berisiko terkena penyakit parah. Kebanyakan orang dewasa yang lebih tua dan mereka yang memiliki kondisi bawaan,” kata Ketua SAGE Dr Hanna Nohynek dikutip dari laman resmi WHO, Rabu (29/3/2023).

“Negara-negara harus mempertimbangkan konteks spesifik mereka dalam memutuskan apakah akan terus memvaksinasi kelompok berisiko rendah, seperti anak-anak dan remaja yang sehat, sambil tidak mengorbankan vaksin rutin yang sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan kelompok usia ini,” sambungnya.

Lebih lanjut roadmap yang baru menguraikan tiga kelompok prioritas untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19. Yaitu prioritas tinggi, sedang, dan rendah. Kelompok prioritas ini didasarkan pada risiko penyakit parah hingga kematian, mempertimbangkan kinerja vaksin, efektivitas biaya, faktor program, dan penerimaan masyarakat.

Kelompok prioritas tinggi termasuk orang dewasa yang lebih tua, dewasa muda dengan komorbiditas yang signifikan misalnya diabetes dan penyakit jantung.

Selain itu, orang dengan kondisi immuno compromising misalnya orang yang hidup dengan HIV dan penerima transplantasi, termasuk anak berusia 6 bulan ke atas, orang hamil, dan petugas kesehatan garis depan juga masuk ke prioritas tinggi.

Untuk kelompok prioritas tinggi, SAGE merekomendasikan booster tambahan baik 6 atau 12 bulan setelah dosis terakhir, dengan jangka waktu tergantung pada faktor seperti usia dan kondisi.

Rekomendasi vaksinasi yang diberikan oleh WHO dibatasi oleh waktu. Sehingga hanya berlaku pada skenario epidemiologis saat ini dan tidak dianggap sebagai vaksin tahunan.

Selanjutnya, untuk kelompok prioritas menengah meliputi orang dewasa yang sehat, biasanya di bawah usia 50-60 tahun dan tanpa penyakit penyerta. Selain itu anak-anak serta remaja dengan penyakit penyerta juga masuk ke kelompok ini.

Untuk kelompok menengah, SAGE merekomendasikan vaksin primer dosis pertama dan kedua, serta dosis booster pertama.

Adapun untuk kelompok prioritas rendah meliputi anak-anak dan remaja sehat berusia 6 bulan hingga 17 tahun. Dosis primer dan booster aman pada anak-anak dan remaja.

Namun, mengingat beban penyakit yang rendah, SAGE mendesak negara-negara mempertimbangkan vaksinasi kelompok ini untuk mendasarkan keputusan mereka pada faktor-faktor kontekstual, seperti beban penyakit, efektivitas biaya, dan prioritas kesehatan atau program lainnya.

Dampak kesehatan masyarakat dari vaksinasi COVID anak-anak dan remaja yang sehat secara komparatif jauh lebih rendah daripada manfaat vaksin esensial lain untuk anak-anak seperti rotavirus, campak, dan vaksin konjugasi pneumokokus.

Anak-anak dengan kondisi immuno compromising dan penyakit penyerta memang menghadapi risiko COVID-19 parah yang lebih tinggi, sehingga masing-masing termasuk dalam kelompok prioritas tinggi dan sedang.

Meskipun secara keseluruhan rendah, beban COVID-19 yang parah pada bayi di bawah 6 bulan masih lebih tinggi dibandingkan anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Memvaksinasi orang hamil melindungi mereka dan janin, sekaligus membantu mengurangi kemungkinan rawat inap bayi karena COVID-19.

Negara-negara yang sudah memiliki kebijakan untuk penggunaan booster harus menilai kebutuhan yang berkembang berdasarkan beban penyakit nasional, efektivitas biaya, dan biaya peluang.

Bagikan :

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *