Deny Hendrawati: Pengaturan Spin Off UUS Dapat Diserahkan Kepada BI
Terasjabar.co – Konsultan Keuangan Syariah Deny Hendrawati berpendapat bahwa Unit Usaha Syariah (UUS) tidak perlu khawatir jika belum mampu melakukan spin off hingga batas waktu yang ditentukan yakni tahun 2023.
“Pengaturan spin off dapat diserahkan kepada Bank Indonesia untuk mengaturnya karena memang begitulah ketentuannya menurut UU Perbakan Syariah Nomor 21 Tahun 2008, sehingga tidak perlu ada penghapusan ketentuan spin off,” kata Deny Hendrawati.
Dia menanggapi kekhawatiran para pimpinan Unit Usaha Syariah yang khawatir izin banknya dicabut lantaran tidak mampu melakukan spin off setelah diberi kesempatan selama 15 tahun menurut UU Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008.
Deny Hendrawati yang pernah memimpin bank syariah memahami betapa sulit melakukan pemisahan aset UUS dengan Bank Induknya dalam situasi ekonomi sulit. Namun Deni ingat waktu melakukan IPO (Initial Public Offering) di Bursa Efek Jakarta beberapa tahun lalu, sehingga menjadi Bank Syariah pertama yang melantai di Bursa Efek Jakarta dan mendapatkan Rekor MURI (Museum Rekor Indonesia). Ia pun pernah diterpa isu hukum, tetapi tidak terbukti.
Menurut Deny, menghapus pasal kewajiban spin off (pemisahan aset dengan bank induknya) jika modalnya sudah mencapai 50 persen, adalah kemunduran karena aturan itu justru dibangun untuk mendorong perkembangan bank syariah. Oleh karena itu jika pada tahun 2023 tidak mampu spin off, maka tentu ada kebijakan Bank Indonesia untuk mengaturnya kembali dalam ketentuan teknis.
Deny merujuk pasal 68 ayat 1 UU Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008: Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS (Unit Usaha Syariah) yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan dan sanksi bagi Bank Umum Konvensional yang tidak melakukan Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.”
Sebelumya Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Herwin Bustaman berpendapat bahwa opsi pembatalan kewajiban spin off perlu terus didorong melalui RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) atau Omni Bus Law sektor keuangan, karena kesiapan untuk spin off tidak merata. Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari tingkat efisiensi lebih tinggi pada UUS daripada BUS, kemudahan pengawasan, hingga kontraproduktif pada daya saing perbankan syariah.
Sedangkan Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) justru menilai menghapus kewajiban spin off pada 2023, merupakan kebijakan yang kontraproduktif dalam pengembangan perbankan syariah nasional.
Kewajiban spin off pada 2023 sejak diundangkan pada Juli 2008, terbukti berhasil mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah nasional. Hingga kini terdapat Bank Umum Syariah telah berdiri, dan waktu dekat, setidaknya akan terdapat tambahan 3 BUS baru lagi setelah melakukan spin off.
Deny menggarisbawahi bahwa pangsa pasar perbankan syariah meningkat dari 2,36 persen pada tahun 2008 menjadi 6,71 persen pada Maret 2022. Ini berarti usaha mendorong perbankan syariah berhasil, meski lambat dan jauh dari roadmap yang ditetapkan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yakni 20 persen pada tahun 2024.
“Ikhtiar ini harus terus didorong dengan kebijakan yang konsisten, jangan sampai mundur (ke belakang),” kata Deny.
Leave a Reply